"Kamu itu cuma anak haram, ayah kamu enggak tahu siapa dan ibu kamu sekarang di rumah sakit jiwa. Jangan mimpi untuk menikahi anakku, kamu sama sekali tidak pantas, Luna."
** **
"Menikah dengan saya, dan saya akan berikan apa yang tidak bisa dia berikan."
"Tapi, Pak ... saya ini cuma anak haram, saya miskin dan ...."
"Terima tawaran saya atau saya hancurkan bisnis Budhemu!"
"Ba-baik, Pak. Saya Mau."
Guy's, jangan lupa follow IG author @anita_hisyam FB : Anita Kim
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OTW Ketemu Mantan
"Napas," ucap Arsen pada Luna meskipun dia sendiri juga sedikit terengah. Melihat wajah memerah Luna, pria itu menarik ujung bibir, jempolnya mengusap bibir Luna yang basah dan sedikit bengkak. "Kamu harus banyak belajar!"
Mata Luna menatap tajam ke arah Arsen, jantungnya saja belum berdebar normal dan apa yang baru saja dia dengar? Banyak belajar? Dengannya? Gila kali.
"Saya pandai dalam hal ini, kamu juga tahu itu."
Masih dalam posisi kaget nan melongo, Luna semakin dibuat dag-dig-dug ketika Arsen berbisik di telinganya.
"Maaf kalau tidak izin, tapi saya lihat kamu juga menikmatinya."
"Pak Arsen, kamu!" Ia menujuk wajah pria di depannya, tapi pria itu hanya mengangkat bahu kemudian berbaring di ranjang kecil Luna. Tidak kecil-kecil amat sih, ya cukup untuk berdua, tapi kalau sama Arsen, pasti agak sempit.
"Kemarilah ...."
"Enggak mau." Luna memalingkan wajah. Perempuan itu buru-buru keluar dari kamar. Menutup pintu dan mencoba untuk menarik napas.
Sungguh, bayangan gila Arsen terus berputar di kepala, bagaimana dia dipeluk, bagaimana dia disentuh dan bisikan itu ... "Buka bibirmu."
"Arghhhh!" Luna menjerit dalam hati. Bisa-bisanya, oh Tuhan. Bisa-bisanya Arsen melakukan ini terhadapnya.
"Tunggu-tunggu," gumamnya. Dia mengangkat tangan, menghitung sesuatu lantas menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Kami beda 12 tahun? Aku nikah sama Om-om?"
Oh Tuhan, sebelumnya saja dia dengan Aditya sudah beda 7 tahun, ini malah lebih gila lagi. Mana duda .... Mantan istrinya siapa, dia juga tidak tahu.
"Mampus lah kau, Luna."
Sebetulnya dia masih bingung sekarang, tapi lebih daripada itu, perutnya keroncongan karena belum makan. Alhasil, dia pergi ke dapur dan mencari sesuatu untuk dimakan.
Namun, baru juga mengambil telur, dia sudah mendengar suara orang memanggil dari depan.
"Siapa ya, Pak?" tanyanya.
"Go food, Neng. Mau nganter pesenan."
"Pesenan siapa? Saya enggak pesen apa-apa."
Namun, tiba-tiba saja seseorang muncul dari belakang Luna. Arsen yang sudah berdiri dengan celana bahan dan kemeja putih yang digulung sampai ke siku membuat Luna terdiam, padahal, Arsen bicara pada mamang go food, tapi entah kenapa Luna malah fokus ke gerakan bibir Arsen. Refleks dia berpaling, meruntuki kebodohannya sendiri karena memikirkan hal yang tidak-tidak.
"Kenapa masih ngelamun?" tanya Arsen bingung. Dia tiba-tiba menggenggam tangan Luna kemudian menuntunnya masuk ke dalam.
Ketika mereka sudah duduk di meja makan, Arsen memperhatikan perempuan itu.
"Makanlah, kamu lapar kan?"
"Eum, makasih, Pak."
"Apa enggak bisa kalau enggak manggil saya Bapak?"
"Saya belum terbiasa."
Arsen pun mengangguk, dia duduk di sana dan hanya memperhatikan Luna makan. Dari dalam kamar, sampai ke sini, dia merasa kalau Luna ini membuatnya bingung.
"Dek!"
"Uhuk!"
Arsen buru-buru mengambilkan air minum.
"Saya harus belajar kan? Memang salah kalau saya manggil kayak gitu, atau mau yang lain, Babby misalnya?"
"He-he." Luna menyengir sarkas. "Yang pertama aja."
Arsen pun mengangguk. Sebetulnya terserah dia kan mau manggil apa saja, toh Luna sudah menjadi istrinya.
"Kenapa semua bajumu cuma baju untuk kerja?" todong Arsen tiba-tiba.
"Bapak bongkar lemari saya?" kesal Luna.
"Jawab saja. Aku rasa perusahaan menggajimu dengan jumlah yang besar, belum lagi bonus dan lain-lain, kenapa kamu enggak punya apa-apa."
Untuk beberapa saat Luna terdiam, dia tidak tahu harus mengatakan apa. Sampai akhirnya, ketika dia menyuapkan nasi ke mulutnya, air mata jatuh begitu saja.
Sampai beberapa saat pun, Luna masih tidak mengatakan apa-apa, tapi air matanya terus mengalir.
"Sorry," kata Arsen. "Aku enggak bermaksud lancang. Aku hanya takut kamu diperlakukan tidak adil di sini. Mereka tidak memerasmu kan? Kamu ...."
"Enggak!" jawab Luna. "Enggak ada yang kayak gitu." Luna mengusap air matanya. "Ke mana uang itu, masih tidak penting untuk Bapak, saya harap seperti janji yang Bapak bilang sebelumnya, hubungan kita akan bertahap sedikit demi sedikit. Saya benar-benar berterima kasih, tapi, untuk saat ini, saya mohon jangan ikut campur urusan pribadi saya dulu."
Kepala Arsen terangguk. Dia mengerti dan ya, mungkin ini salahnya karena terlalu terburu-buru.
"Mulai besok kamu kerja lagi."
"Apa?" kaget Luna, sedihnya mendadak hilang, digantikan kaget liat biasa. "Jadi, Bapak nikahin saya cuma agar saya balik ke kantor?"
Arsen hanya tersenyum, dia beranjak dari duduknya lalu pergi lebih dulu dari meja makan.
"Saya ada urusan, harus keluar dan mungkin pulang malam."
Setelah pria itu pergi, Luna pun sedikit tersenyum ketika menatap makanan di atas piring. Apa sikapnya salah? Harusnya dia lebih sopan bukan? Kalau dia berdosa bagaimana?
"Ya Allah maafkan aku. Aku janji, nanti enggak gitu lagi, kalau enggak lupa." Luna menghela napas berat.
** **
Keesokan harinya, Luna mengerutkan kening saat mendengar suara ribut-ribut dari arah dapur. Eh buset, matanya melotot begitu melihat Arsen yang mengenakan apron dan juga sedang mengulek sambel.
"Astaghfirullah, Pa ... Eumm, Mas Arsen. Mas lagi ngapain?" tanya Luna cemas. Dia buru-buru mendekati suaminya, mengambil ulekan dari tangan sang suami.
"Eh, kenapa kamu sibuk begitu?" tanya seseorang. Ternyata, Pakde Surya ada di sana. "Pakde yang minta Arsen bantu, lagian cuma ngulek sambel, masa enggak bisa. Cemen ...."
Astaghfirullah ... Luna memejamkan matanya. Dia tetap kekeuh mengambil apron dari suaminya.
"Mas duduk aja, aku yang ulek."
"Kita ada meeting," bisik Arsen.
Sudahlah, Luna semakin tidak bisa berkata-kata. Mereka tidak bisa berlama-lama di rumah.
"Budhe mana, Pakde?" tanya Luna.
"Lagi di belakang? Kenapa?"
"Sebetulnya hari ini aku udah masuk kerja lagi, ada meeting jadi enggak bisa lama-lama."
"Oh, ya sudah sana! Berangkatlah. Kamu lanjutin ngulek!" Titahnya pada Arsen.
"No!" pekik Luna. Dia merentangkan tangannya. Perempuan itu terlihat kikuk dan juga heboh sendiri, padahal Arsen biasa saja. "Mas Arsen harus nganter aku ke kantor, jadi ... Pakde masak sendiri, ya."
"Eh, eh ... Mana bisa kayak gitu, Luna ... Lunnnnn!"
Namun, setelah mengucapkan salam, Luna sudah melesat pergi. Perempuan itu menarik tangan suaminya sambil membuka ponsel, tadinya mau memesan taksi online, tapi mobil mahal milik suaminya sudah ada di sana, Danar juga.
"Silahkan, Pak, Non Luna."
"Nyubuh kamu, Pak?" tanya Luna. Danar hanya menyengir.
Tanpa menunggu jawaban, Luna memasukan Arsen lebih dulu, kemudian dia masuk belakangan.
"Alhamdulillah ...." Akhirnya dia bisa bernapas lega. "Buruan jalan, Pak. Nanti Budhe keburu keluar."
Dan benar saja, tak berselang lama, Budhe Ratna keluar ke halaman sambil membawa sapu.
"Dadah Budhe, I Love you!" pekik Luna. Dia bisa melihat Budhe yang mengomel. Itu pasti karena dia tidak sarapan.
"Dasar anak nakal, balik ke sini dulu, Luna. Lunaaaa, Budhe belum kasih kamu uang jajan!" Pekik Budhe yang tidak di dengar oleh ponakannya.
Di tempatnya duduk, Arsen dan Danar saling menatap dari spion.
"Emang selalu heboh begini?" tanya Arsen.
"Hah?" Luna menoleh, dia mengedipkan matanya beberapa kali. "Selalu, hampir setiap saat. Pokoknya Pak Arsen kalau di rumah Budhe, enggak usah mau ikut bantu-bantu, tolak aja. Nanti aku yang urus."
"Tapi aku bisa bantu kok."
"No! Nanti Bapak dimanfaatin sama Ibu beruang itu, mending enggak usah."
Ia membuka tasnya untuk mengambil ikat rambut, sayangnya ketika dia hendak mengikat rambut, bagian dada malah agak menonjol, Arsen buru-buru menoleh ke depan, melihat Danar yang sudah duduk kaku di depan sana.
"Astaghfirullah, enggak liat, Pak. Enggak liat." Danar membatin. "Mataku bisa dicongkel kalau salah lirik."
Belum cukup sampai di sana, Luna malah melanjutkan untuk touch up. Dia tidak memperdulikan Arsen yang memperhatikan sambil tersenyum-senyum sendiri mengingat kejadian tadi malam.
"Oh iya, Pak Danar," ucap Luna sambil mengoleskan lipstik. "Hari ini kita meeting sama siapa?" Ia kemudian menoleh pada suaminya, lupa kalau suaminya juga pasti sudah tahu.
Wajah Arsen langsung berubah, pria itu mengusap bibir Luna yang terlalu merah dengan ibu jarinya.
"Sama Tim Project."
"Apa?" kaget Luna. Ya Tuhan, kenapa harus sekarang? "Tim Project?" ulangnya dengan wajah tidak senang.
"Kenapa? Udah kangen sama mantan?" sinis Arsen dengan tatapan dinginnya. "Takut enggak bisa nahan diri?"
jadi maksudnya apa ya?????
berteman boleh royal bego mah jangan...😄😄😄🤭