NovelToon NovelToon
Gara-Gara COD Cek Dulu

Gara-Gara COD Cek Dulu

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Wanita Karir / Romansa / Trauma masa lalu
Popularitas:858
Nilai: 5
Nama Author: Basarili Kadin

Berawal dari pembelian paket COD cek dulu, Imel seorang guru honorer bertemu dengan kurir yang bernama Alva.
Setiap kali pesan, kurir yang mengantar paketnya selalu Alva bukan yang lain, hari demi hari berlalu Imel selalu kebingungan dalam mengambil langkah ditambah tetangga mulai berisik di telinga Imel karena seringnya pesan paket dan sang kurir yang selalu disuruh masuk dulu ke kosan karena permintaan Imel. Namun, tetangga menyangka lain.

Lalu bagaimana perjalanan kisah Imel dan Alva?
Berlanjut sampai dekat dan menikah atau hanya sebatas pelanggan dan pengantar?

Hi hi, ikuti aja kisahnya biar ga penasaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Basarili Kadin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Paket Tanpa Dipesan

Hari berganti hari, cuaca tidak bisa diprediksi apalagi dia, sudah tiga hari Alva tidak ada kabar, entah mengapa rasanya seperti ada yang hilang padahal dia bukan siapa-siapa.

Kehidupan makin sini rasanya semakin rumit meskipun ada sosok Gian yang sangat peduli, tiap pagi dia benar-benar menepati ucapannya.

Setelah dua hari libur kemarin, saat ini pun aku masih meliburkan diri, tadi pagi Gian memaksaku berangkat tetapi setelah kuceritakan semuanya, Gian pun menyuruhku untuk istirahat sejenak.

Masalah keluarga kembali kusut, penghasilan dari bisnis pun kian menyusut, dan Pak Ardi? Dia memaksa untuk menerima lamarannya dan ingin nekad menemui orang tuaku. Siapa yang tidak keberatan?

Masalah yang selalu memuncak membuatku selalu tidak bersemangat, jangankan bekerja makan pun aku tidak mau. Namun, aku tidak bisa menolak titah Gian yang memaksaku makan meskipun hanya satu suap, ya demi kebaikanku.

Aku pikir, setelah aku bekerja menjadi seorang guru di sini dan jauh dari rumah, aku menjadi lebih fresh dan tidak terlalu tertekan, tetapi ternyata sama saja. Aku hidup dalam tekanan dan ingin rasanya aku hidup bebas tanpa beban.

Aku tidak menceritakan semuanya pada Gian, aku hanya cerita aku malas ke sekolah karena tidak ingin ketemu Pak Ardi sekaligus pikiranku juga sedang tidak baik.

Tok tok tok!

"Permisi ... Paket!"

Hah, paket? Aku tidak memesan paket saat ini, jangankan untuk pesan paket untuk sehari-hari pun uangku sedang surut sampai-sampai harus perhitungan.

Ternyata, belum sebulan pun keuangan sudah menipis karena banyaknya beban yang ditanggung, padahal baru merintis ingin rasanya protes tapi sama siapa? Tuhan? Mustahil, aku takut kufur.

Aku berjalan gontai membukakan pintu dan setelah dibuka ternyata kurirnya Alva.

"A Alva ...."

"Iya, Teh. Ini saya mau nganter paket."

"Lah paket apa? Saya tidak pesan paket kok," ucapku kaget karena aku benar-benar tidak pesan paket, bahkan uangku pun tinggal sedikit, mau ambil ke tempat usaha tanggung karena lewat transfer tidak sesempurna seperti aku yang datang dan hitung sendiri. Karena aku tidak tahu keuntungannya sekarang berapa. Harusnya uangku banyak kan? Iya memang banyak, masa dari tiga tempat ga banyak penghasilan? Tapi sayangnya dalam era merintis ini, aku harus membiayai orang tuaku dan kedua adikku yang masih sekolah dan kuliah, belum lagi aku sendiri yang ngekost, sakit sendiri dan sembuh sendiri pun sudah biasa.

"Serius, A. Saya bener-bener gak pesan paket!" Lanjutku panik karena Alva hanya tersenyum aja. Apa dia senang dengan kepanikanku saat ini?"

"Tenang, Teh. Ini sudah dibayar kok," jawabnya santai.

"Engga ah, ga mau. Saya gak pesan paket," ujarku seraya masuk ke kamar untuk mengambil ponsel.

"Ini lihat, saya gak pesan paket entah sudah dibayar atau pun yang COD," ujarku sambil memperlihatkan layar ponselku.

"Iya enggaklah, Teh. Mungkin ada yang sengaja pesenin."

"Iya terus siapa?"

Seketika aku ingat Pak Ardi atau mungkin Gian, kalau Gian sih gak masalah bagiku, tapi kalau Pak Ardi, aku takut banget.

"Emang pengirimnya siapa?" tanyaku.

"Pengirimnya Sinar Mas Jaya, Teh," ujar Alva masih tertunduk kepada bacaan paketnya.

Sinar Mas Jaya? Apa mungkin ini paket dari Pak Ardi? Apa dia benar-benar ingin melamarku? Tapi aku tidak mau. batinku ngedumel sendiri.

"A, Gak mau, ah. Saya gak pesan paket apalagi tokonya ada mas masan gitu, sudah pasti itu dari toko emas, gak mau. Saya gak pesan." Aku menolak paketnya.

"Tapi ini sudah dibayar, dibuka saja, Teh. Saya tanggung jawab kok, mana mungkin tokonya nipu tapi sudah dibayar," ujar Alva menyarankan.

"Engga ah, A. Gak mau, saya gak mau paketnya."

Jujur saja aku benar-benar menyangka itu dari Pak Ardi dan aku benar-benar ingin menolaknya, aku tidak mau bersamanya meskipun manis senyumnya, tetapi hatinya yakin bukan untukku.

Daripada Alva terus berdiri di hadapanku dan memaksa membuka, aku pun bergegas masuk dan menutup pintu karena takut dan tidak ingin.

"Teh, buka pintunya, Teh. Ini saya gimana laporannya," ujar Alva terus mengetuk pintu.

Tapi aku masih saja diam di tepi ranjang karena tidak ingin menerima paket itu, karena tidak mungkin jika Gian yang memberikan itu. Gian hanyalah orang yang selalu memperhatikan kesehatanku bukan ingin melamarku seperti Pak Ardi.

Oh Tuhan, tolonglah aku dari laki-laki dewasa ini

"Teh, paketnya saya simpan di sini saja kalau begitu, jika hilang teteh yang tanggung jawab," ujar Alva dari luar.

Kenapa dia mengancam? Salahku apa? Pesan saja tidak.

"Kok, gitu sih. Kan yang pesannya juga bukan saya!" bentakku.

"Makanya tetehnya keluar dan buka paketnya, gapapa saya tanggung jawab kok, Teh. Asalkan ini sampai dan keterima sama penerimanya bukan diabaikan," jelas Alva.

Dengan malas aku pun kembali membuka pintu dan menghampirinya, kini Alva sudah berada di depan pintu menginjakkan kakinya di terasku yang bersih ini, tetapi ya sudah tidak apa-apa.

"Ya sudah, mana paketnya!" Pintaku ketus.

"Jangan gitu atuh Teh, wajahnya. Serem amat," ledeknya sembari memberikan paketnya.

Kemudian aku memposisikan badan untuk masuk.

"Jangan masuk, Teh. Bukanya di sini langsung dilihat saya."

"Lah kok, gitu sih. Katanya cuma diterima aja sudah selesai. Yang penting A Alva bisa pulang," sentakku dengan wajah yang benar-benar malas dan cape hati.

"Engga Teh, Ini beda. Kalau teteh gak buka paketnya sekarang nanti saya yang dimarahin," ujarnya.

Pak Ardi yah benar-benar menguji kesabaranku, dia menyuruh Alva mengirimkan paket kemudian dia pun meminta Alva untuk membuat dokumentasi saat aku menerima dan membukanya. Niat banget sih itu orang.

"Ah ya sudahlah." Aku pun pasrah.

Kemudian aku duduk dan Alva pun mengikuti, dia memegang ponselnya untuk me-record sedangkan aku membuka pembungkusnya untuk melihat isinya.

Ini sih benar-benar ketebak kalau ini emas, orang wadahnya aja kotak begini. Hanya dikasih plastik aja seperti paket-paket biasanya, mungkin agar tidak kehujanan.

Ternyata benar saja, dalamnya memang kotak emas. Wadahnya cantik dan benar cantik elegan, kotaknya berwarna biru dan atasannya ada lukisan bunga-bunga dengan warna gold.

"Ayo dibuka, Teh," titah Alva ketika aku sudah memegang kotaknya.

Jujur saja aku tidak mau, sudah jelas aku tidak ingin menerima Pak Ardi.

"Engga ah, Gak mau saya. Aa aja deh yang ambil!" Suruhku seraya memberikan kotak itu padanya.

"Kok, gitu. Bukalah, Teh. Nanti saya dimarahin."

Kata-kata itu lagi, membuatku prihatin saja. Akhirnya aku pun pasrah lagi.

Akhirnya kubukalah kotak itu dan ternyata isinya kalung bertuliskan namaku "Imel" lengkap beserta surat-suratnya bahkan ada surat lain. Aku pun membuka lipatan kertas kosong itu dan membacanya dalam hati, yang ternyata isinya.

...Izinkan aku melamarmu nona, terimalah pemberian ini dariku sebagai bentuk cinta dan sayangku padamu...

Alva :)))

Deg!

1
Bonsai Boy
Jangan menunda-nunda lagi, ayo update next chapter sebelum aku mati penasaran! 😭
Hiro Takachiho
Gak sabar nih baca kelanjutannya, jangan lama-lama ya thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!