NovelToon NovelToon
Iparku

Iparku

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Beda Usia / Keluarga / Romansa / Sugar daddy
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Khozi Khozi

"mbak meli ,besar nanti adek mau sekolah dikota smaa mbak "ucap lita yang masih kelas 1 SMP
" iya dek kuliahnya dikota sama mbak "ucap meli yang sudah menikah dan tinggal dikota bersama suaminya roni.

apakah persetujuan meli dan niat baiknya yang ingin bersama adiknya membawa sebuah akhir kebahagiaan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khozi Khozi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 13 kebersamaan

Esok harinya, Lita duduk gelisah di ruang tamu, menunggu pengumuman penting yang akan menentukan langkah hidupnya. Sudah setengah jam ia menunggu, ditemani ibunya yang setia berada di sisinya.

“Belum keluar juga hasilnya, Ta?” tanya Ibu Yana, matanya penuh rasa penasaran.

“Sebentar lagi, Buk…” jawab Lita lirih, sambil mondar-mandir dan tanpa sadar menggigit kuku. Jantungnya berdegup tak karuan.

Tiba-tiba suara notifikasi dari ponselnya memecah keheningan. Ia buru-buru meraih ponsel itu, membuka pesan yang baru saja masuk. Matanya langsung membesar, bibirnya perlahan membentuk senyum lebar.

“Buk… aku keterima, Buk!” seru Lita, suaranya bergetar menahan haru. Ia langsung memeluk ibunya erat.

“Alhamdulillah… Ibuk juga ikut senang, Ndok,” ucap Ibu Yana sambil membalas pelukan anaknya, matanya berkaca-kaca.

“Kita harus kasih kabar ke Mbak,” kata Lita dengan antusias. Ia segera menekan nomor Meli. Sambungan terhubung hanya dalam hitungan detik.

“Mbak! Aku keterima!” serunya begitu telepon diangkat, suaranya penuh kegembiraan.

“Yang bener, Dek? Syukur… Mbak ikut seneng banget!” sahut Meli dari seberang, terdengar sama bahagianya.

“Iya, Mbak,” jawab Lita, senyumnya tak kunjung pudar.

“Lusa nanti Mbak jemput kamu, kebetulan Mas juga libur,” ujar Meli.

“Yaudah, aku ikut Mbak aja,” kata Lita cepat.

“Nanti Mbak kabarin Mas dulu,” ucap Meli sebelum menutup telepon.

“Mbakmu bilang apa?” tanya Ibu Yana.

“Lusa mau jemput aku, Buk,” jawab Lita, senyum masih mengembang.

“Ya sudah… Ibuk bahagia sekali punya anak seperti kalian berdua, saling menyayangi,” ucap Ibu Yana dengan penuh rasa bangga.

“Aku juga berterima kasih sama Ibuk dan Mbak… yang selalu ada buat aku,” ucap Lita sambil memeluk ibunya sekali lagi.

“Oiya, Buk… nanti malam Lita mau nginep di rumahnya Arya. Ada temen-temen juga, sekalian ngerayain perpisahan,” ucapnya, mencoba terdengar santai.

Ibu Yana menatapnya sebentar, seolah menimbang. “Iya, nggak apa-apa… tapi jangan aneh-aneh di sana, ya,” suaranya lembut, tapi ada nada mengingatkan.

“Enggak, Buk. Lita bisa jaga diri kok,” jawab Lita sambil tersenyum tipis. Meski begitu, hatinya sempat teringat pada momen-momen dirinya dan Arya yang sudah terlalu dekat.

Malam pun tiba. Di kamar, Lita berdiri di depan cermin, mematut diri. Ia memilih rok sederhana dipadukan dengan kaos polos—bukan busana mewah, tapi entah kenapa, saat menempel di tubuhnya, penampilannya terlihat menawan. Tak lupa, ia memasukkan beberapa make-up ke dalam tas kecilnya.

Saat keluar ke ruang tamu, Arya sudah menunggunya. Lelaki itu sedang bercakap ringan dengan Ibu Yana, suaranya terdengar akrab.

“Kita pamit berangkat sekarang, Buk,” ucap Arya sopan sambil meraih tangan Ibu Yana untuk dicium. Lita pun melakukan hal yang sama.

“Kalian hati-hati di jalan, ya,” pesan Ibu Yana, matanya penuh perhatian.

Mereka berdua lalu melangkah keluar, udara malam yang dingin menyambut, Arya menghidupkan motor, dan tak lama kemudian, keduanya melaju menembus jalanan menuju rumah arya

Sesampainya di rumah Arya, terlihat Rian dan Amel sudah duduk di teras, menunggu kedatangan mereka.

"Enak ya yang punya pacar dijemput," sindir Amel sambil tersenyum miring.

"Ya enak dong, bisa gandengan, pelukan," balas Lita sambil sengaja merangkul lengan Arya erat-erat.

Amel memandang keduanya dengan tatapan iri. Dalam hatinya, ia ingin sekali merasakan pelukan hangat seperti itu. Tapi ia cepat-cepat mengalihkan perasaan itu.

"Ayo, kita bakar-bakar! Udah laper banget nih," serunya, berusaha menghidupkan suasana.

"Rian, lo ambilin alat bakarnya sama sausnya," perintah Amel. Tanpa protes, Rian langsung beranjak, sementara Arya dan Lita mulai memotong sosis untuk barbeque. Mereka berdua tampak seperti pasangan yang tak terpisahkan—tertawa kecil sambil bekerja sama.

Semua sibuk dengan tugas masing-masing. Hingga tiba-tiba Amel menahan tawa, lalu berbisik pada Lita,

"Lit, liat deh muka Rian..."

Lita menoleh, dan langsung terbahak. Wajah Rian terlihat lusuh, penuh noda hitam dari arang.

"Lo abis cuci muka pake arang, ya?" goda Amel sambil tertawa terpingkal-pingkal.

"Ini juga gara-gara lo nyuruh-nyuruh!" balas Rian kesal, tapi tak berdaya.

"Muka lo udah mirip Valak," tambah Amel, membuat semua semakin tergelak.

Rian hanya menghela napas panjang, pasrah dibully teman-temannya.

"Sana, cuci muka dulu," kata Arya, setengah kasihan.

"Tapi... muka lo cocok sih begitu," seloroh Lita, membuat semua kembali tertawa.

"Udah, sayang, kasihan dia," ujar Arya sambil menepuk lembut bahu Rian.

Akhirnya, Arya kembali fokus membakar sosis, aroma gurihnya mulai memenuhi udara malam. Sementara itu, Lita dan Amel duduk berdampingan, menonton sambil bertukar cerita, sesekali melempar tawa yang hangat menutup dinginnya malam.

arya menaruh sosis yang sudah matang kepiring, dia menaruhnya kedepan lita dan amel menyuruh mereka makan terlebih dahulu .

Sosis di tangan Amel masih mengepul hangat.

"Enak banget sosisnya, Lit. Lo wajib cobain," ucapnya sambil menyodorkan tusukan ke arah Lita.

Pacarnya memang jago masak—dan Amel sudah membuktikan sendiri, tiga tusuk ludes di tangannya.

"Iya, enak banget," jawab Lita sambil mengunyah, mengiyakan dengan senyum tipis.

Dari arah panggangan, Rian muncul dengan wajah yang masih basah

"Udah mateng nih," katanya sambil mengambil tusukan.

"Kamu bantuin Arya dulu, baru makan," pinta Amel.

Rian mencicip satu tusuk sosis, lalu ikut membantu Arya memanggang sisa-sisa yang belum matang. Tak lama, aroma gurih memenuhi udara.

Begitu semua matang, Arya duduk di samping Lita.

Tanpa bicara panjang, dia menyodorkan tusukan sosis. "Suapin aku."

Amel memecah suasana, suaranya terdengar pelan tapi jelas.

"Lit, berarti lusa lo kuliah di sana, ya?" Nada bicaranya mengandung sedih yang berusaha disembunyikan.

"Iya... lusa Mbak Meli udah jemput aku." Lita tersenyum tipis, meski di hatinya ia sama sekali tidak ingin berpisah dengan teman-temannya—apalagi dengan Arya.

"nanti gue sama siapa" ucap amel sedih karna sahabat paling dekat dengan dirinya hanya lita yang perempuan.

"arya sama rian kan masih disini" jawab lita menenangkan

"tapi gak seru kalau gak ada lo,kalau arya masih mending tapi rian ngeselin"

adu amel

"janji deh aku sering² ngabarin kamu" ucap lita

" janji nanti lo disana gak boleh lupain gu " ucap amel menautkan jari keliling mereka

" gak mungkin aku lupain sahabat yang paling suka godain gue" ucap amel tertawa mengalihkan suasa yang sedih tadi

"Terus Arya nanti gimana? Kalian LDR?" tanya Amel, nada suaranya ragu.

Lita menatap Arya. Ada beban yang menggantung di hatinya; pembicaraan ini tak bisa ia hindari.

"Nanti aku bicara sama Lita," jawab Arya tenang. Tapi di balik ketenangannya, hatinya bergejolak. Ia tidak rela gadis itu pergi menjauh.

"Kalian harus saling percaya. Jangan sampai salah paham. LDR itu nggak gampang," ucap Rian, seolah bijak padahal ia sendiri belum pernah pacaran.

"Apa yang lo bilang bener. Aku juga takut," bisik Lita. Cintanya pada Arya terlalu besar, begitu pula sebaliknya.

"Kamu percaya sama aku?" tanya Arya lirih, matanya menatap dalam. "Gak lama... aku pasti nyusul kamu."

Setelah urusannya di sini selesai, ia akan mencari pekerjaan di kota itu. Tidak ada jarak yang bisa memisahkan mereka kalau ia sudah memutuskan untuk berjuang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!