NovelToon NovelToon
Belenggu Ratu Mafia

Belenggu Ratu Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Romansa Fantasi / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia / Fantasi Wanita / Dark Romance
Popularitas:296
Nilai: 5
Nama Author: Mr. Nanas

Isabella bersandar dengan anggun di kursinya, tatapannya kini tak lagi fokus pada steak di atas meja, melainkan sepenuhnya pada pria di hadapannya. Ia menguncinya dengan tatapannya, seolah sedang menguliti lapisan demi lapisan jiwanya.

"Marco," panggil Isabella, suaranya masih tenang namun kini mengandung nada finalitas absolut yang membuat bulu kuduk merinding.

"Ya, Bos?"

Isabella mengibaskan tangannya ke arah piring dengan gerakan meremehkan.

"Lupakan steaknya."

Ia berhenti sejenak, membiarkan perintah itu menggantung, memperpanjang siksaan di ruangan itu. Matanya yang gelap menelusuri wajah Leo, dari rambutnya yang sedikit berantakan hingga garis rahangnya yang tegas.

"Bawa kokinya padaku. Besok pagi."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr. Nanas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kontrak Darah

Deru sedan mewah yang membelah jalanan  terasa kontras dengan keheningan di dalam kabin. Di kursi depan, Marco mengemudi dengan efisien, matanya yang waspada memindai setiap persimpangan. Di sampingnya, Isabella duduk tegak lurus, wajahnya bagai topeng yang dingin. Amarahnya yang meledak-ledak di penthouse tadi telah membeku menjadi energi yang lebih dingin dan lebih mematikan. Ia seperti inti dari sebuah reaktor nuklir, diam di permukaan, namun menyimpan kekuatan penghancur yang tak terbayangkan.

Leo duduk di belakang, dunianya terasa terbalik. Beberapa jam yang lalu, kekhawatiran terbesarnya adalah konsistensi saus hollandaise. Sekarang, ia sedang meluncur menuju lokasi kejahatan, diculik secara halus oleh seorang ratu mafia yang baru saja menobatkannya sebagai ahli strategi perangnya. Aroma samar parfum lili milik Isabella masih melekat di seragam chef-nya, sebuah pengingat intim dari momen gila di depan jendela kamar tidurnya. Momen di mana ia nyaris kehilangan dirinya.

Pelabuhan Tanjung Priok di waktu fajar adalah dunia yang berbeda. Udara dipenuhi aroma asin laut, solar, dan ikan. Menara-menara derek raksasa berdiri seperti kerangka-kerangka monster prasejarah di tengah kabut pagi. Mobil berhenti di sebuah area terpencil di dekat dermaga C-7. Saat Leo melangkah keluar, pemandangan itu menghantamnya.

Sebuah kontainer pengiriman hangus menghitam, masih mengeluarkan asap tipis. Di sekelilingnya, pecahan botol-botol anggur yang tak terhitung jumlahnya berkilauan di atas aspal basah seperti permata yang hancur, genangan anggur merah mahal tampak seperti darah yang mengering. Bau asam dari anggur yang terbakar menusuk hidung. Belasan anak buah Isabella berdiri berkelompok dengan wajah muram dan marah, senjata terselip di balik jaket mereka. Ini adalah pasukan yang terluka, singa-singa yang egonya baru saja diinjak-injak.

Dan di tengah-tengah kehancuran itu, ada pusat dari penghinaan tersebut. Di atas tumpukan abu dan arang, sebuah peti kayu kecil yang tidak terbakar diletakkan dengan rapi. Di atasnya, berdiri sebotol Château Pétrus 2005 yang megah dan tak tersentuh. Di leher botolnya, terikat dengan pita sutra hitam, sebuah kartu nama dengan tulisan tangan yang elegan.

Isabella berjalan mendekat, gerakannya tenang namun sarat dengan kemarahan yang tertahan. Ia tidak menyentuh botol itu. Ia hanya membaca catatan itu, lalu menatap Leo. Mata gelapnya yang tadi pagi sempat menunjukkan kerapuhan, kini telah menjadi jurang tak berdasar yang dingin.

"Kau lihat ini, Alkemis?" desisnya. "Ini bukan sekadar kerugian finansial. Ini adalah teater. Viktor sedang memberitahu seluruh dunia bawah tanah bahwa aku tidak kompeten. Bahwa aku punya harta karun tapi terlalu bodoh untuk membukanya."

Ia memberi isyarat pada Leo. "Kau adalah ahli strategiku sekarang. Kau lihat panggungnya. Kau lihat para aktornya yang terluka. Apa langkah kita selanjutnya? Beri aku perintah perang."

Seluruh mata kini tertuju pada Leo. Para preman bertato yang tadinya menatapnya dengan curiga, kini menatapnya dengan secercah harapan dan tuntutan. Mereka mengharapkan rencana, darah, pembalasan.

Dan di momen itulah, Leo membuat keputusannya.

Ia menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak," katanya, suaranya terdengar jelas di tengah desiran angin laut.

Isabella membeku. "Apa katamu?"

"Ini bukan duniaku, Isabella," ulang Leo, menatap langsung ke matanya, mengabaikan geraman tertahan dari Marco. "Lihatlah sekelilingmu. Api, kehancuran, kebencian. Duniaku adalah tentang menciptakan sesuatu dari nol. Tentang harmoni rasa. Tentang membuat orang tersenyum dengan sesuap makanan. Aku seorang chef. Aku membuat sesuatu, bukan menghancurkan."

Kemarahan Isabella yang tadinya dingin kini kembali menyala. "Kau pikir ini pilihan?!" bentaknya, suaranya naik satu oktaf, membuat beberapa anak buahnya tersentak. "Kau pikir setelah apa yang terjadi, kau bisa kembali memotong bawang di dapur kecilmu yang nyaman dan semua ini akan hilang? Viktor sudah melihatmu. Dia sudah menandaimu sebagai milikku! Kembali ke restoranmu hanya akan menjadikan tempat itu target berikutnya!"

"Itu risiko yang akan kuambil," balas Leo, nadanya tetap tenang namun kokoh. "Aku tidak memintamu masuk ke dalam hidupku. Aku tidak mau menjadi bagian dari permainan gilamu ini."

"Permainan gila?" Isabella tertawa, suara tawanya terdengar getir dan berbahaya. Ia melangkah maju hingga ujung sepatunya nyaris menyentuh sepatu Leo. "Ini bukan permainan, Chef. Ini adalah kerajaan. Dan kau, dengan pikiranmu itu, adalah senjata terbaruku. Senjata tidak bisa memilih kapan ia ingin bertarung."

"Aku bukan senjatamu. Aku bukan milikmu," tegas Leo. "Aku akan kembali ke restoranku."

"Coba saja," tantang Isabella, wajahnya hanya beberapa inci dari wajah Leo. "Kau pikir aku akan membiarkan aset sepertimu pergi begitu saja? Setelah kau melihat pusat komandoku? Setelah kau tahu rahasiaku?"

"Bunuh saja aku kalau begitu," balas Leo, nadanya pasrah namun menantang. "Itu lebih baik daripada harus hidup dalam duniamu."

Situasi mencapai titik puncaknya. Marco melangkah maju, tangannya siap untuk 'menyadarkan' Leo. Tapi Isabella mengangkat tangannya, menghentikannya. Ia menatap Leo lama, mencari-cari keraguan, mencari celah dalam pertahanan pria itu. Tapi ia tidak menemukan apa pun. Yang ia temukan hanyalah keyakinan yang sama kerasnya dengan yang ia miliki, keyakinan pada dunianya sendiri.

Dan ia menyadari, memaksa pria ini hanya akan menghancurkan esensi yang membuatnya begitu menarik. Kekerasan tidak akan berhasil. Ia harus bernegosiasi.

"Marco, suruh anak-anak membersihkan kekacauan ini. Bawa botol Pétrus itu. Itu akan menjadi piala pertama kita," perintahnya, suaranya kembali dingin dan terkontrol. Ia berbalik. "Chef ikut aku. Kita belum selesai."

Perjalanan kembali ke penthouse terasa lebih berat. Mereka tidak berbicara, tetapi peperangan di antara mereka terus berlanjut dalam keheningan. Sesampainya di apartemen yang dingin itu, Isabella langsung menuju bar dan menuang dua gelas wiski. Ia menyodorkan satu pada Leo.

"Aku tidak minum alkohol saat bekerja," tolak Leo secara otomatis.

"Kau tidak sedang bekerja," balas Isabella tajam. "Kau sedang dinegoisasi ulang."

Leo menerima gelas itu. Mereka berdiri di depan jendela raksasa, menatap kota yang terbentang di bawah mereka.

"Kau benar," kata Isabella, memecah keheningan. "Aku tidak bisa memaksamu. Memaksamu akan sama seperti memasak steak well-done. Akan menghancurkan kualitas terbaikmu." Ia menyesap wiskinya. "Tapi aku juga benar. Kau tidak lagi aman di duniamu. Viktor akan datang untukmu, untuk menggangguku. Cepat atau lambat, ia akan mengubah restoranmu menjadi abu, sama seperti kontainer itu."

Leo diam. Ia tahu wanita itu benar. Bayangan restorannya yang terbakar membuatnya mual.

"Kau ingin duniamu," lanjut Isabella, melihat keraguan di mata Leo. "Kau ingin dapurmu, pisaumu, apimu. Aku mengerti. Aku juga ingin duniaku, kerajaanku. Jadi, aku akan memberimu sebuah penawaran. Bukan sebagai atasan pada bawahan, tapi sebagai dua penguasa dari dunia yang berbeda."

Ia meletakkan gelasnya dan berjalan mendekati Leo, kali ini dengan aura seorang CEO yang akan menutup kesepakatan, bukan seorang ratu yang memberi perintah.

"Milikilah duniamu di siang hari," katanya, suaranya rendah dan persuasif. "Jadilah dewa di dapurmu. The Alchemist's Table tetap buka. Ciptakan senimu, buat orang-orang tersenyum, hiduplah dalam kedamaian yang sangat kau dambakan itu."

Ia berhenti sejenak, membiarkan tawaran itu meresap. "Tapi..."

Ia mengangkat tangannya dan dengan lembut menyentuh dada Leo, tepat di atas jantungnya. "Saat matahari terbenam, saat layanan makan malam terakhirmu selesai... saat kota ini menunjukkan wajah aslinya yang penuh bayangan... duniamu dan dirimu menjadi milikku. Pikiranmu, strategimu, instingmu. Semuanya menjadi milikku sampai fajar menyingsing."

Leo menatapnya, terperangah oleh proposal gila itu. Hidup dalam dua dunia. Siang hari sebagai chef, malam hari sebagai ahli strategi mafia. Itu adalah sebuah kegilaan. Tapi itu juga satu-satunya jalan.

Ia memikirkan restorannya, tentang Tio, Rina, dan Dani. Ia memikirkan kedamaian yang ia perjuangkan. Dan ia memikirkan wanita di hadapannya, bahaya dan daya tariknya yang memabukkan.

"Jadi..." gumam Leo, mencoba memahami konsep itu dalam bahasanya sendiri. "Seperti... restoran kedua. Sebuah usaha sampingan... yang hanya buka saat tengah malam."

Mata Isabella berbinar mendengar metafora itu. Sebuah senyum tulus, senyum pertama yang dilihat Leo, tersungging di bibirnya. Senyum itu mengubah seluruh wajahnya, membuatnya tampak sangat cantik dan sedikit kurang berbahaya.

"Restoran Tengah Malam," ulang Isabella, seolah sedang mencicipi sebuah kata baru yang lezat. "Aku suka itu. Sangat puitis." Senyumnya memudar, kembali menjadi seringai predator yang khas. "Ya. Anggap saja begitu. Restoranmu yang kedua. Di sana, kau tidak menyajikan makanan. Kau menyajikan strategi. Kau meracik rencana. Kau memasak kekalahan untuk musuh-musuhku."

Ia melangkah lebih dekat lagi, tubuhnya menekan lembut tubuh Leo. "Dan di 'Restoran Tengah Malam' itu," bisiknya, napasnya yang beraroma wiski terasa hangat, "hanya akan ada satu pelanggan. Aku."

Kontrak itu disegel tanpa tanda tangan, hanya dengan tatapan mata yang saling mengunci dan pemahaman yang berbahaya. Leo telah menjual malam-malamnya kepada iblis, demi menyelamatkan siang harinya.

"Baiklah," kata Leo akhirnya, suaranya serak. "Aku setuju."

"Bagus," balas Isabella, senyum puas terpasang di wajahnya. Ia langsung beralih ke mode bisnis. Momen keintiman itu lenyap secepat datangnya. "Karena layanan pertamamu akan segera dimulai."

Ia menarik tangan Leo dan menuntunnya kembali ke ruang perang. Peta holografik kota masih menyala. Di salah satu layar, Bianca 'Ghost' sedang melakukan panggilan video, wajahnya tampak serius.

"Lapor, Bos," kata Bianca. "Intel kami mengkonfirmasi. Viktor sedang menjadi tuan rumah permainan poker taruhan super tinggi malam ini. Di griya tawang Hotel Caspian. Semua kepala geng saingan ada di sana. Ini adalah pameran kekuatannya setelah mempermalukan kita pagi ini. Keamanan di sana seperti benteng."

"Serangan langsung adalah bunuh diri dan itulah yang ia harapkan," kata Isabella, menatap Leo. "Pelanggan pertamamu sudah tidak sabar, Chef. Apa hidangan pembuka yang akan kau sajikan untukku?"

Leo menatap layar-layar itu. Pikirannya mulai bekerja, bukan lagi memikirkan perpaduan rasa, melainkan perpaduan strategi. Ia melihat foto Hotel Caspian, melihat data tentang para tamu yang hadir, melihat jadwal keamanan. Ia melihat kelemahan yang sama seperti yang ia lihat di foto Viktor, kesombongan.

"Kita tidak akan menyerangnya," kata Leo setelah hening beberapa saat. "Kita tidak akan menumpahkan setetes darah pun."

Isabella dan Bianca menatapnya dengan bingung.

"Pagi ini, dia mempermalukanmu dengan mengambil sesuatu yang esensial, pembuka botol," jelas Leo. "Dia menunjukkan bahwa kau punya kemewahan tapi tidak bisa menikmatinya. Kita akan melakukan hal yang sama, tapi kita akan mempermalukannya di depan semua orang yang ingin ia buat terkesan."

"Bagaimana?" tanya Isabella, benar-benar tertarik.

Leo tersenyum tipis, senyum seorang chef yang baru saja menemukan resep rahasia. "Permainan poker butuh apa, selain uang dan keberanian?" tanyanya retoris. "Mereka butuh kartu. Dan mereka butuh cip."

Rencana itu mulai terbentuk di kepalanya, sebuah hidangan yang disajikan dingin, elegan, dan sangat menghina.

"Bianca," kata Leo, untuk pertama kalinya memberi perintah di ruangan itu, membuat gadis peretas itu sedikit terkejut. "Aku butuh denah sistem ventilasi dan jalur layanan staf di Hotel Caspian. Aku juga butuh kau meretas sistem keamanan mereka, tapi bukan untuk mematikannya. Aku ingin kau menciptakan sebuah loop rekaman selama lima menit pada semua kamera di koridor servis menuju ruang VVIP."

"Bisa dilakukan," jawab Bianca, matanya menyala penuh tantangan.

Leo kemudian menoleh pada Isabella. "Dan aku butuh dua orang terbaikmu. Bukan yang paling kuat, tapi yang paling cepat, paling sunyi, dan punya tangan yang stabil."

"Untuk apa?" tanya Isabella.

Leo tidak menjawab secara langsung. Ia hanya menatap bos barunya, pelanggan satu-satunya di restoran barunya.

"Viktor ingin bermain teater," kata Leo. "Baiklah. Kita akan memberinya pertunjukan penutup yang tidak akan pernah ia lupakan."

Isabella menatap Leo, lalu ke layar yang menampilkan wajah sombong Viktor, lalu kembali ke Leo. Ia melihat percikan kejeniusan gila di mata chefnya itu. Ia tidak tahu detail rencananya, tapi ia menyukai premisnya. Ini bukan lagi sekadar balas dendam. Ini adalah seni.

Ia menyeringai, sebuah senyum yang akan membuat para pengikutnya gemetar.

"Baiklah, Alkemis," katanya, suaranya penuh antisipasi yang berbahaya. "Mari kita lihat apakah hidangan pembukamu di 'Restoran Tengah Malam' ini seenak sarapan pagimu."

Ia menoleh ke layar tempat Bianca menunggu.

"Bianca, siapkan tim. Kita akan mengirimkan 'hadiah' untuk Tuan Rostova."

1
Letitia
Jangan berhenti menulis, ceritamu bagus banget!
thalexy
Dialognya seperti bicara dengan teman sejati.
Alphonse Elric
Mesti dibaca ulang!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!