Hasrat Sang Billionaire

...❤︎...

..."Elika jatuh cinta pada Julian. Tapi ia tak tahu, bahwa Kael sedang menjatuhkannya."...

...❤︎...

Seminggu telah berlalu. Dan selama seminggu itu juga Julian mengajarkan Elika dengan dingin sambil mengunci perasaannya agar tak keluar. Sesekali sifat asli Kael keluar dan sifat palsu Julian berusaha untuk membuat semuanya baik-baik saja.

"Nah sekarang, coba aku periksa—" Julian melihat buku catatan Elika. "—seperti apa—"

Julian diam saat melihat buku catatan Elika. Tak satupun tulisan yang ada di sana. Hanya ada coretan-coretan yang tak jelas yang gadis itu buat menggunakan tangannya.

Elika menoleh ke arah Julian yang terdiam. Mata coklatnya menatap Julian dengan sangat dalam. "Hari ini ... aku sedang malas belajar."

Sesaat mengatakan kalau dia sedang malas, Elika bangkit dari duduknya.

Julian menahan lengan Elika. "Mau ke mana?"

Elika menoleh ke samping, menatap Julian dengan tatapan datar. "Bukan urusanmu."

Gadis dengan celana jeans dan baju putih tanpa lengan itu beranjak pergi sesaat mengambil tas jinjing mininya di atas kasur. Kemudian ia pergi, meninggalkan Julian yang masih terdiam tanpa bisa berkata-kata.

Julian melepaskan kacamatanya. Kemudian ia memijat pelan pangkal hidungnya dengan sangat frustasi.

"Kael ... fokus pada tujuan awal!" batin Julian saat itu.

Usai ditinggal pergi oleh gadis yang berhasil merusak sebagian rencana awalnya, Julian pun pergi meninggalkan kediaman Pierce. Ia menitipkan pesan pada asisten rumah tangga Pierce, bahwa Elika meninggalkannya karena lelah belajar.

...❤︎...

Di kediaman Greyson, Kael terlihat sedang menatap layar ponselnya di ruang kerja. Ia melihat ke mana gadis itu pergi melalui pelacak yang ia tanam di liontin yang gadis itu kenakan.

Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Dan Elika masih di luar. Gadis itu belum pulang.

Kael mengerutkan keningnya saat titik koordinat gadis itu berada di lokasi yang tak asing.

"Apa yang kau lakukan di sana?" gumam Kael pelan.

Kael mengetuk-ngetuk jari telunjuknya ke meja. Seolah itu seperti hitungan detik sambil ia menunggu gerakan gadis itu berubah.

Beberapa detik kemudian, ada sebuah pesan masuk dari Elika.

^^^"Julian ... aku di depan apartemenmu."^^^

^^^"Apa kau di rumah sakit bersama adikmu?"^^^

^^^"Boleh aku ke sana?"^^^

^^^"Aku rindu."^^^

Kael menghela nafas berat. Jemarinya siap ingin membalas pesan Elika. "Aku sibuk."

Tak ada balasan dari Elika. Tapi ... titik kordinat gadis itu masih sama.

Satu detik. Dua detik. Hingga lima detik berlalu. Perasaan Kael berkecamuk. Ia menengadahkan kepalanya di atas sandaran kursi. Ia memejamkan matanya untuk menghilangkan sejenak kegundahan di hatinya.

Tapi sayang. Kegundahan itu tak kunjung pergi saat ia kembali menatap layar. Karena Elika, masih di titik kordinat yang sama.

"Sial!" umpat Kael penuh emosi. Ia kalah dalam melawan perasaannya sendiri.

Untuk malam ini, dendam itu biarlah tersimpan sejenak.

Kael yang saat itu mengenakan celana hitam dengan kemeja hitam di mana kancingnya setengah terbuka, ia tak lagi peduli. Yang jelas, ia bergegas turun ke lantai 1. Melewati Logan yang baru saja ingin menaiki tangga.

Pria itu berjalan setengah berlari. Bahkan saat pengawal menunduk memberi hormat padanya, tidak ia pedulikan. Alih-alih harus menaiki sedan tua, ia malah menaiki sedan BMW keluaran terbaru. Lalu bergegas melaju ke arah apartemen yang ia sewa hanya untuk berperan sebagai Julian.

Setibanya ia di apartemen, ia bergegas menaiki lift dan menuju lantai di mana Elika berada. Tak membutuhkan waktu yang lama, Kael berada tepat di depan pintu apartemennya dengan nafas yang tersengal-sengal. Ia melihat Elika sedang duduk bersandar di pintu apartemen dengan mata yang terpejam.

"Julian?" Elika tersenyum saat melihat sosok Julian sedang berdiri di depannya. Ia pun mencoba berdiri.

"Kau mabuk?" tanya Kael saat menopang tubuh Elika yang sempoyongan.

Elika mengangkat wajahnya, menoleh ke arah Kael. Kemudian ia tersenyum sambil memegang kedua pipi pria itu. "Aku tahu, kau akan datang untukku."

"Aku akan mengantarkanmu pulang." Kael memapah tubuh Elika.

Namun Elika memegang gagang pintu apartemennya. "Malam ini, aku ingin kita bersama."

"Elika—"

"Sssttt ...." Elika menempelkan telunjuknya ke bibir Kael. Kemudian ia mengusap lembut bibir pria itu menggunakan ibu jarinya. Matanya menatap bibir Kael dengan sangat dalam. "I miss your kiss."

Merasa tak nyaman karena tiba-tiba ada beberapa penghuni apartemen yang lain lalu lalang memperhatikan mereka berdua, Kael pun membawa gadis itu masuk ke dalam apartemennya. Ia menghidupkan lampu dan membawa gadis itu ke dalam kamar.

"Tidurlah. Besok aku akan mengantarkanmu pulang," ucap Kael sambil merebahkan gadis itu. Kemudian ia ingin beranjak pergi.

Elika menahan lengan Kael. Menatap pria itu yang sedang berdiri dengan kokoh di samping tempat ia terbaring.

"Kau berhasil membuatku kehilangan kendali, Mr Dreyson."

Kael diam. Tak berkata apa-apa, karena ia sadar, yang membuat gadis itu seperti ini adalah dirinya. Dan dia memang sudah merencanakan ini sejak lama. Langkah pertama berhasil. Lalu, kenapa ia masih tak langsung pada permainan inti?

"Kau datang padaku, memberikanku perhatian, memberikanku kehangatan. Lalu, memberikanku kalung ini—" papar Elika kecewa. "—lantas, setelah kau memberikanku semuanya, kau pergi."

"Kau jahat sekali," imbuhnya pilu.

Kael mengepalkan tangannya. Menahan perasaan berkecamuk yang tak tertahankan.

Elika bangkit dari tidurnya. Ia menapaki lantai dan berdiri menghadap Kael. Kemudian ia memeluk tubuh kekar pria itu dan menyandarkan kepalanya ke dada bidang Kael.

"Malam ini ... hanya malam ini saja." Elika memelas.

Kael mencapai batasnya. Ia menghela nafas kasar. Kemudian mendorong tubuh Elika dengan kasar. Tubuhnya condong ke depan sambil mensejajarkan tingginya dengan gadis itu.

Sesaat kemudian, ia mencengkeram kasar dagu gadis itu.

"Ju—Julian ... sakit ...." Elika meringis.

"Dengar," Kael menatap wajah Elika dengan tatapan tajam. "Sekalinya kau masuk ke dalam hidupku, tak ada jalan untuk keluar."

...❤︎❤︎❤︎...

...To be continued .......