Jodoh itu rahasia Tuhan. Siapa sangka dua manusia yang terkesan saling cuek dan tidak punya ketertarikan satu sama lain itu disatukan dalam ikatan pernikahan. Akan seperti apa rumah tangga keduanya, saling menerima atau malah kalah sebelum mencoba? Ikuti kisah mereka karena mungkin kita akan menjadi saksi cinta mereka bertumbuh atau sebaliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pipit fitriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meminta
"Wah ada tamu ternyata. " ucap sang ayah saat melihat putrinya sedang disuapi.
"Ayah nyebelin anak sendiri disamain sama tamu. Aku kan anak ayah selamanya anak ayah bukan tamu. " Alma terlihat seolah merajuk, hal itu memberikan hiburan bagi ayah dan ibunya setelah anaknya menikah.
"Eleuh-eleuh, gitu aja ngambek. Apakabar putri ayah yang cantik jelita? kirain nggak inget pulang ke sini."
Ayah pun ikut bergabung dengan anak istrinya, selain arini ternyata Imran pun menyadari perubahan anaknya yang terlihat lebih kurus, dan satu lagi Alma seperti menyimpan beban yang begitu besar. Namun Imran tidak ingin menyimpulkan sendiri sebelum ia benar-benar tahu kebenarannya.
"Ayah yang lupa sama Alma, harusnya kalian yang berkunjung ke tempat aku. Ini mentang-mentang aku udah dibuang yaudah kalian ga inget aku lagi."
"Sembarangan main buang-buang aja emang anak kucing. Ayah cuma mau kamu belajar mandiri dan belajar mengurus rumah tangga tanpa campur tangan kami. Lagi pula jarak kitamasih dekat, setiap saat ayah bisa datang menemui kamu. Untuk sekarang kamu belajar adaptasi dulu."
Respon Alma hanya tarikan napas yang entah keberapa kali dia lakukan, sebegitu beratkah kehidupan pernikahan yang dijalani.
"Yasudah kapan-kapan kalian yang ke rumah aku."
"Cie rumah aku. Semuanya baik-baik aja kan, Nak?" Sebelum bertanya ayah lebih dulu meledek putrinya, padahal sejujurnya ia takut kalau pernikahan anaknya tidak sesuai harapan.
" so par , so good ." Hanya itu jawaban yang diberikan pada sang ayah, dia tidak ingin dianggap lebay karena menceritakan rumah tangganya yang baru seumur jagung. Cukup pada Mamahnya saja.
"Serius?" Sejujurnya ayah Imran tidak puas dengan jawaban putrinya, dia mengenal putrinya dengan baik, dia pun tahu kalau Alma menutupi sesuatu.
"Dihh ayah maksa, aku baik-baik aja. Aku cuma kaget aja sama dunia pernikahan. Apalagi aku sama Bang irsan nggak ada proses pacaran, atau dekat lebih dulu. Kan ayah yang nikahin anaknya dadakan, kaya besok laki-laki di muka bumi punah aja."
Mendengar jawaban putrinya ia merasa bersalah, apa memang ia terlalu terburu-buru menikahkan Alma. Imran mengenal keluarga Irsan dengan baik, dia pun mengenal menantunya sejak kecil.
"Maafin ayah ya, Nak. Tapi ayah mau kamu belajar dari hubungan ini, tidak semua pernikahan itu selalu bahagia, mudah atau tanpa masalah. Jika diawal pernikahan menurut kamu sudah berat, berarti ada hal baik yang akan Allah kasih sama kamu. "
Alma adalah pendengar yang baik sebagai seorang anak, nasihat dari orangtuanya selalu ia terima. Alma pun tidak marah pada keduanya yang sudah memberikan keputusan penting dalam hidupnya yaitu pernikahan. Dia hanya terlalu berekspektasi tinggi, berharap cerita pernikahannya seperti drama romantis yang selalu ia tonton.
"Ayah nggak perlu minta maaf, doain aja aku biar pernikahan aku sakinah, Mawadah, Warahmah seperti harapan kita semua, sama biar aku dewasa dan jadi istri yang pengertian hehe Aamiin. "
"Ayah selalu doain anak-anak ayah setiap waktu. Semoga kalian selalu dalam lindungi Allah, selalu dalam cintanya Allah. dan terhindar dari apapun yang akan membuat anak-anak ayah bersedih. "
"Aamiin, terima kasih ayah atas doanya. Doa ayah pasti Allah kabulin, karena Ayah Alma kan orang sholeh. Kata pak Ustadz doa orang sholeh di jatah hehe."
"Aamiin, Mudah-mudahan ayah emang bener sholeh ya haha."
"Beneran dong, ayah terbaik yang pernah ada."
"Huh gombal,"
"Yehhh nggak percaya, tanya Mamah kekasih hati pujaan bangsa."
"Kalian apaan si, jadi pada ngaco. Ayah bebersih gih, makan siang udah siap."
"Yaudah kalau gitu Ayah bebersih dulu."
**
Saat ini Alma sedang istirahat di kamarnya, sedangkan Mamahnya menemani pak imran makan siang. Hal itu menjadi kesempatan untuk bertanya pada istrinya mengenai Alma, ia yakin kalau anaknya sudah sempat cerita pada Arini.
"Alma cerita sesuatu, Mah?" Tak menunggu lebih lama, saat nasih selesai dihidangkan Imran langsung bertanya ia tidak ingin penasaran lebih lama.
Arini istrinya menganguk "Irsan sibuk bekerja, Alma sering ditinggal sendirian."
Mendengar apa yang dikatakan istrinya, Imran tidak terlalu terkejut karena memang ia sendiri mengetahui kalau Irsan pekerja keras. Namun Irsan melupakan qodratnya sebagai kepala keluarga yang bukan hanya memberikan nafkah tetapi juga cinta dan perhatian pada istrinya, mungkin itu yang saat ini belum Alma dapatkan.
"Anak kita tidak pernah kekurangan perhatian, bukan setelah dia dewasa. Mendengar saat ini dia tidak diperhatikan atau suaminya lebih memilih sibuk dengan pekerjaan, Mamah memahami rasa kesepiannya apalagi hubungan mereka baru. Harusnya mereka saling mengenal sebagai pengantin baru, ini malah kaya orang musuhan."
Arini akhirnya mengeluarkan uneg-uneg yang sejak tadi ia tahan, sebagai seorang ibu dia harus bijak memberikan pendapat atau nasihat untuk anaknya, karena kalau Arini lebih dominan membela Alma takutnya Alma menjadi egois.
"Ayah paham, tapi kita sebagai orangtua tidak bisa selaku ikut campur. Biarkan mereka belajar menyelesaikan persoalan yang ada, dan mencari jalan keluar tanpa harus melibatkan keluarga atau orang lain."
"Mamah ngerti, Yah. Tapi melihat dia kurusan rasanya Mamah sedih banget, apa sebegitu ga bahagianya dia."
"Hussh, jangan menyimpulkan sesuatu terlalu cepat, hubungan mereka masih prematur. Kita doakan saja dan melihat dari kejauhan. Ayah percaya Irsan laki-laki yang bertanggung jawab, namun ayah juga tidak menampik kalau dia punya ambisi yang kuat untuk sukses, usianya masih muda, jadi kita maklumi saja."
"Ayah juga bicara lah sama pak Ihsan, minta di nasihati anaknya agar jangan terlalu sibuk bekerja. Anak kita juga butuh diperhatikan."
"Nanti ayah bicara sama Pak ihsan, tapi tidak sekarang-sekarang. Apa kata mereka kalau kita terlalu ikut campur, padahal pernikahan baru berjalan beberapa minggu, tapi anak kita sudah ngadu yang bukan bukan."
Arini hanya sepakat dengan keputusan suaminya, memang terlalu dini untuk ikut campur urusan rumah tangga mereka. Jangan sampai nantinya anak mereka yang disalahkan karena melibatkan orangtua padahal masih baru, kesannya Kekanak-kanakan.
**
Pukul 5 sore Irsan berada di rumah mertuanya, sebelumnya irsan menghubungi Alma. Istrinya ternyata belum pulang dari rumah imran, maka dari itu ia berinisiatif menjemput.
"Assalamualaikum, Yah. Mah."
"Waalaikumsallam. Jemput Alma. San?"
"Iya, Yah. Tadi aku udah hubungi dia, jadi aku pulang lebih awal buat jemput. "
"Hammhh gitu, duduk San, biar Alma Mamah yang panggil di kamarnya."
Irsan mengikuti perintah ayah mertuanya yang menyuruhnya duduk, sepertinya ada yang mau dibicarakan.
"Ayah boleh bicara?."
Kenapa harus izin, bukankah hal yang wajar kalau terjadi obrolan diantara keduanya.
"Silakan, Yah."
"Maaf ayah lancang, tapi ayah boleh minta satu hal sama kamu." Irsan mengangguk.
"Katakan, Yah."
"Tolong kasih sedikit waktu kamu untuk anak Ayah. Jangan biarkan dia merasa sendirian."
Mendengar permintaan ayahnya Irsan merasa malu dan tertampar. Apakah Alma benar-benar tertekan sampai harus menceritakan persoalan yang menurutnya sepele, apalagi kepada orangtuanya.