Lady Seraphine Valmont adalah gadis paling mempesona di Kekaisaran, tapi di kehidupan pertamanya, kecantikannya justru menjadi kutukan. Ia dijodohkan dengan Pangeran Pertama, hanya untuk dikhianati oleh orang terdekatnya, dituduh berkhianat pada Kekaisaran, keluarganya dihancurkan sampai ke akar, dan ia dieksekusi di hadapan seluruh rakyat.
Namun, ketika membuka mata, ia terbangun ke 5 tahun sebelum kematiannya, tepat sehari sebelum pesta debutnya sebagai bangsawan akan digelar. Saat dirinya diberikan kesempatan hidup kembali oleh Tuhan, mampukah Seraphine mengubah masa depannya yang kelam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Celestyola, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertambah Sekutu Baru
...**✿❀♛❀✿**...
Tubuh itu tampak lemas, mungkin karena terhimpit bebatuan dan longsoran tanah dari dinding tambang. Bajunya yang semula memang kumal kini tambah tak berbentuk rupanya.
“Bawa mereka semua ke tempat yang lebih lapang,” ucap Seraphine pelan namun tegas. Suaranya membuat para pekerja yang panik sejenak terhenti, lalu segera mengangguk dan memindahkan para korban ke bawah tenda darurat.
Louis ikut membantu menenangkan mereka, sementara Tuan Marqel masih mengatur anak buahnya. Seraphine melangkah maju, lalu berkata dengan lantang, “Segera panggil tabib! Para pekerja ini membutuhkan perawatan secepatnya.”
Beberapa orang segera buru-buru berlari ke arah kuda untuk menjemput tabib desa. Sementara itu, Seraphine berlutut, merapikan kain basah yang disodorkan oleh seorang pekerja perempuan yang biasanya memiliki tugas untuk memasak makanan para pekerja tambang.
Lalu ia menempelkan kain basah itu di dahi salah seorang pekerja yang pingsan. Gerakannya lembut dan telaten membuat para pekerja lain menatapnya dengan tatapan kagum bercampur terharu.
Beberapa saat kemudian, Tabib akhirnya datang dengan membawa ramuan herbal dan peralatan medis sederhana. Satu per satu pekerja diperiksa, termasuk salah satu pria yang lukanya paling parah akibat tertimpa reruntuhan. Setelah beberapa tegukan ramuan dan luka-lukanya dibersihkan, perlahan ia pun membuka mata.
Seraphine yang duduk tak jauh darinya, langsung menyadari perubahan itu. “Syukurlah kau selamat,” ucapnya lembut. Namun matanya menatap dalam dan penuh arti.
Pria itu berusaha bangkit, tapi tubuhnya terasa lemah. Ia menunduk dalam, suaranya serak. “Saya berhutang nyawa pada Anda, Nona. Jika bukan karena perintah Anda untuk memanggil tabib, mungkin Saya sudah mati di sana.”
Seraphine tersenyum tipis. Ia menunggu hingga tabib mundur beberapa langkah, lalu condong sedikit ke arahnya. “Kalau begitu, hutang itu bisa kau bayar dengan cara yang lebih bermanfaat,” katanya pelan.
Pria itu mengangkat wajah, kebingungan melandanya dan seketika ia menjadi waspada. Ternyata Nona ini tidak menyelamatkannya dengan suka rela? Apa yang dia inginkan?
“Aku tahu kemampuanmu lebih dari sekadar memecah batu tambang,” lanjut Seraphine sedikit berbisik, nada suaranya terdengar tenang dan penuh keyakinan.
Tubuh Pria itu kaku, seolah Seraphine telah menyentuh sesuatu yang ia rahasiakan susah payah. Apakah Nona ini tahu bahwa ia pernah menjadi salah satu tentara bayaran?
"Aku ingin menawarkan sebuah kesepakatan," celetuk Seraphine lagi.
Pria itu menoleh ke arah Seraphine yang kini menegakkan kepala. Suasana sekitar tampak hening karena para pekerja yang terluka tengah beristirahat setelah diberikan ramuan oleh tabib.
Para pekerja yang lain pun telah beranjak menuju tambang untuk membersihkan sisa-sisa reruntuhan, diarahkan langsung oleh Louis dan Tuan Marqel.
“Jika kau bersedia ikut denganku, aku akan menggajimu berkali-kali lipat dari apa yang kau terima di sini. Kau akan bekerja di bawahku langsung, dengan jaminan hidup yang lebih layak,” Ucap Seraphine lagi sembari memberikan penawaran.
Zephren menunduk dalam-dalam setelah mendengar tawaran Seraphine. Tangannya yang masih berlumur tanah mengepal erat, sorot matanya bergetar antara keinginan dan keraguan. Ia menarik napas panjang sebelum akhirnya berkata, suaranya terdengar berat dan nyaris berbisik.
“Maafkan saya, Nona. Saya tidak bisa menerima tawaran, Anda," Ucapnya sembari menunduk. Ia menatap pada tangannya yang dipenuhi tanah, pikirannya menerawang pada sosok kecil yang tak bisa ia tinggalkan begitu saja.
"Kenapa?" Tanya Seraphine datar.
"Apakah benefit yang kuberikan kurang?"
"Tidak, bukan begitu, Nona." Pria itu menggeleng kuat, ia tak ingin menyinggung sosok di hadapannya ini, meski dirinya menyimpan kewaspadaan padanya.
"Tawaran Anda sangat besar. Tapi saya tak bisa meninggalkan tempat ini." Ucapan Zhepren membuat dahi Seraphine kontan mengernyit.
"Kenapa? Kau bisa katakan alasannya padaku. Jika memang terlalu sulit, Aku tidak akan memaksamu. Aku juga menjamin akan menutup mulut mengenai alasanmu," jaminnya pada Zhepren.
Pria itu menunduk, ia akan mencoba untuk mempercayai Nona itu, karena bagaimanapun ia selamat berkat pertolongannya.
"Saya … saya punya seorang anak. Masih bayi. Saya satu-satunya keluarganya sekarang. Jika saya pergi, siapa yang akan merawatnya? Bagaimana nasibnya nanti?”
Kata-kata itu menggantung di udara, sejenak memberikan suasana hening di antara mereka.
Kemudian Seraphine tersenyum tipis, lalu berkata dengan mantap.
“Kalau begitu, bawa anakmu bersamamu. Kediaman Valmont cukup luas untuk menampung satu jiwa kecil lagi. Ia tidak hanya akan dibesarkan dengan baik, tapi juga akan diberi pendidikan yang pantas. Aku pastikan masa depannya terjamin.”
Zephren terperanjat, matanya melebar tak percaya. Bibirnya jadi bergetar, seolah ingin menolak lagi, tapi kata-katanya tak kunjung keluar. Dalam hati, ia tahu, tidak ada seorangpun di dunia ini yang pernah menjanjikan sesuatu seperti itu untuk putrinya.
Seraphine menatapnya dalam-dalam, dengan nada akhir yang tegas, “Pilihanku tetap sama. Aku ingin kau bekerja untukku. Tapi kini, aku juga menawarkan masa depan yang lebih baik untuk anakmu. Tidakkah itu cukup untuk menghapus semua keraguanmu?” ucapnya lagi berusaha meyakinkan sosok itu.
Zephren terdiam lama. Suara hiruk pikuk para pekerja di luar tenda terdengar sayup-sayup, namun pikirannya kini hanya dipenuhi dengan bayangan si kecil. Terbayang wajah mungil anaknya yang selalu menunggu dengan tangis lapar di gubuk reyot dekat kaki tambang.
Tangannya perlahan terangkat, menyentuh dada seakan mengingat detak kecil yang pernah ia peluk di dadanya.
“Anakmu bisa hidup layak,” suara Seraphine kembali terdengar, lembut dan berwibawa.
“Ia bisa bersekolah, tumbuh tanpa kelaparan dan tanpa harus mencium bau debu tambang setiap hari.”
Zephren menutup mata sejenak. Bayi itu, buah hati ia dan istrinya yang sudah tiada. Jika ia terus bertahan di tambang, apa yang bisa ia berikan pada anaknya selain sisa-sisa tenaga yang perlahan habis?
Perlahan, ia mengangkat wajahnya, menatap Seraphine. Mata yang semula penuh keraguan kini dipenuhi keteguhan baru, meski masih menyisakan sedikit rasa waspada. Dengan suara parau, ia akhirnya berkata,
“Jika benar Anda mengizinkan saya membawa anak saya. Jika Anda benar-benar berjanji bahwa ia akan diperlakukan dengan baik di kediaman Valmont, maka saya terima. Saya akan mengikuti Anda, Nona,” ucapnya penuh tekad.
Seraphine tersenyum tipis, bukan senyum seorang bangsawan yang merasa menang, melainkan senyum seseorang yang baru saja menaklukkan hati yang keras karena diterpa penderitaan. Ia pun mengangguk mantap.
“Bagus. Mulai hari ini, kau bukan lagi seorang pekerja tambang, Zephren. Kau adalah orangku!”
Zephren menunduk dalam-dalam, dadanya bergemuruh oleh rasa syukur dan juga rasa berhutang budi yang begitu besar. Di dalam hatinya, ia berjanji jika wanita itu benar-benar menepati semua perkataannya, maka apa pun yang terjadi, ia akan membalas kebaikan wanita itu, meski harus mengorbankan nyawanya sekalipun.
Ini janjinya, janji yang dibuat oleh seorang Ayah yang menginginkan kehidupan terbaik bagi putrinya, meski harus melawan dunia sekalipun.
...**✿❀♛❀✿**...
...TBC...