NovelToon NovelToon
Lahir Kembali Di Medan Perang

Lahir Kembali Di Medan Perang

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Balas Dendam / Time Travel / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Penyelamat
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: zhar

Seorang pria modern yang gugur dalam kecelakaan misterius terbangun kembali di tubuh seorang prajurit muda pada zaman perang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

Surya tidak punya pilihan selain mengarahkan pandangannya ke tank lapis baja Belanda yang mendekat, meskipun ia sangat enggan.

  Tank itulah yang paling berbahaya. Inilah keunggulan terbesar pasukan Belanda. Selama tank itu belum dilumpuhkan, pasukan pejuang republik akan sulit bertahan.

  Tapi bagaimana cara mengatasinya? Itu tank, bukan kereta pedati biasa. Di saat yang sama, pejuang republik kekurangan senjata anti-tank. Apakah Surya harus melakukan serangan nekat seperti “regu penghancur” yang membawa bahan peledak di dada?

  Bukan berarti Surya tidak berani. Kalaupun ia nekat, sanggupkah ia menembus hujan peluru infanteri Belanda dan mendekati tank? Lagi pula, granat atau bahan peledak tidak akan menempel pada baja tebalnya. Ledakan hanya akan efektif jika ditempatkan tepat di bawah roda rantai atau lambungnya. Itu berarti Surya sendiri kemungkinan besar ikut tewas.

  Tiba-tiba, bayangan sebuah adegan melintas di benak Surya adegan dari sebuah cerita pejuang yang pernah ia dengar. Tentara republik yang tak memiliki senjata anti-tank melemparkan botol berisi bensin yang menyala ke arah tank Belanda. Secara ajaib, mesin baja itu terbakar dan lumpuh di medan perang.

  Ya… bom molotov!

  Orang-orang sering menyebutnya “molotov”.

  Surya tersadar, itulah satu-satunya harapan. Meski ia belum pernah benar-benar melihatnya, apalagi mencobanya.

  “Botol kaca!” Surya tiba-tiba berhenti ragu, ia menoleh ke Okta yang sedang panik menembaki pasukan Belanda. “Mana arakmu?!”

  “Apa?!” Okta menembakkan peluru terakhir senapannya lalu bersembunyi di balik parit, wajahnya masam. “Kau gila, Surya? Di tengah begini kau masih mikirin arak?”

  “Cepat berikan padaku!” Surya meraih kerahnya.

  “Dasar edan!” Okta menggerutu sambil meraih tas kainnya, lalu melemparkan beberapa botol kaca ke arah Surya. “Ambil! Tapi sisakan buatku! Aku masih mau meneguknya sebelum mati!”

  Okta lalu kembali mengokang senapannya dan menembak ke arah serdadu Belanda yang terus maju.

  Surya tak peduli. Ia segera mengambil salah satu botol itu, membuka tutupnya, lalu berlari menuju drum bensin yang sempat ditinggalkan di dekat gudang tua.

  “Hey! Bajingan!” teriak Okta, lupa sejenak pada peluru musuh. “Itu arakku, Surya! Jangan kau buat mainan begitu!”

  Surya mengabaikannya. Dengan napas terengah, ia sampai di dekat drum bensin. Untungnya drum itu masih utuh, belum terbakar. Ia buru-buru membuka katup dan menuangkan bensin ke dalam botol kaca. Bau menyengat menusuk hidung, membuat mata perih.

  Setelah botol terisi setengah, Surya berhenti. Lebih dari itu terlalu berat dan berbahaya.

  Kini ia hanya butuh sepotong kain untuk dijadikan sumbu.

  Ia meraba tas lusuhnya tak ada perban, tak ada kain lebih. Dengan terpaksa, Surya menyayat seragamnya sendiri menggunakan bayonet. Sayatan itu melukai kulit perutnya sedikit, membuat darah merembes. Ia meringis. Nanti saat merangkak di tanah, luka itu pasti akan makin perih.

  Namun, tak ada waktu menyesali. Potongan kain ia gulung, lalu dicelupkan sebagian ke dalam botol berisi bensin. Ujungnya dibiarkan menjuntai di luar mulut botol. Sederhana, tapi cukup botol bensin itu kini menjadi senjata mematikan.

  Surya menyalakan ujung kain dengan korek batu api kecil miliknya. Api berkobar pelan, seperti sumbu lampu minyak.

  Ia mengintip hati-hati dari balik parit. Sebuah tank Belanda kebetulan lewat di dekatnya, bergerak pelan sambil menembakkan senapan mesin ke arah para pejuang republik yang berusaha menyerbu. Perhatian tentara Belanda sepenuhnya tertuju pada serangan frontal itu.

  Kesempatan emas bagi Surya telah tiba.

  Masalahnya, jarak tank itu masih agak jauh.

  Setelah berpikir singkat, Surya menggertakkan giginya, menaruh senapannya di tanah, lalu merangkak keluar dari parit dengan tubuh serendah mungkin…

  “Apa yang sedang kau lakukan?!” suara tegas terdengar. Mayor Wiratmaja kebetulan lewat dan melihat aksi Surya.

  “Kembali ke posmu!” perintahnya keras. Awalnya sang mayor mengira Surya hendak menyerah pada Belanda wajar saja, karena ia tidak lagi membawa senjata di tangan.

  Namun begitu Surya menoleh sambil mengangkat botol molotov yang sudah menyala di tangannya, barulah Mayor Wiratmaja mengerti.

  Wajah sang mayor berubah. Ia tahu betul benda itu. Dalam Perang Dunia sebelumnya, pasukan Finlandia pernah menggunakannya untuk membakar tank Soviet. Ironis sekali, pikirnya sekelebat kini pejuang republik di tanah jajahan justru memakai cara yang sama melawan tank Belanda.

  Tapi ia tak sempat larut dalam pikiran. Situasi perang tak memberi ruang merenung. Mayor Wiratmaja mengangguk cepat pada Surya. “Pergilah, Nak. Aku akan lindungi kau!”

  Benar saja. Sang mayor segera mengerahkan dua regu senapan mesin untuk menekan pasukan infanteri Belanda yang bergerak di belakang tank. Dentuman senapan beruntun menggema, memaksa serdadu Belanda berlindung. Tembakan dari sayap ini membuat laju tank melambat, sebab tank tak bisa maju jauh tanpa perlindungan infanteri.

  Bantuan itu memberi Surya kesempatan mendekat sedikit demi sedikit. Namun jantungnya berdegup kencang setiap kali ia merayap, ia bisa mendengar deru mesin tank bagaikan auman binatang buas. Itu adalah monster besi, mesin pembunuh. Jika saja awak tank melihatnya, satu rentetan peluru senapan mesin akan mencabik tubuhnya menjadi serpihan.

  Seketika terlintas di benaknya untuk menyerah, untuk berhenti. Tapi ia tahu, mundur berarti mati, dan temannya yang lain akan jadi korban. Satu-satunya jalan adalah maju.

  Dengan sisa keberanian, Surya terus merangkak. Debu dan batu kerikil melukai perutnya yang sudah tersayat. Darah bercampur tanah, tapi ia menahan perih itu.

  Akhirnya, ia berhasil mencapai sisi tank. Jaraknya kini hanya beberapa meter. Ia bisa mendengar jelas bunyi “klak… klak…” ketika turret tank berputar, seolah-olah moncongnya mencari mangsa tepat di atas kepalanya. Suara itu membuat tubuh Surya seakan kehilangan tenaga, tulangnya lemas, tapi ia tahu ini saatnya.

1
Nani Kurniasih
👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻lanjut Thor yg banyak
Nani Kurniasih
berasa ikutan perang
RUD
terima kasih kak sudah membaca, Jiwanya Bima raganya surya...
Bagaskara Manjer Kawuryan
jadi bingung karena kadang bima kadang surya
Nani Kurniasih
ngopi dulu Thor biar crazy up.
Nani Kurniasih
mudah mudahan crazy up ya
Nani Kurniasih
ya iya atuh, Surya adalah bima dari masa depan gitu loh
Nani Kurniasih
bacanya sampe deg degan
ITADORI YUJI
oii thor up nya jgm.cumam.1 doang ya thor 3 bab kekkk biar bacamya tmbah seru gt thor ok gasssss
RUD: terima kasih kak sudah membaca....kontrak belum turun /Sob/
total 1 replies
Cha Sumuk
bagus ceritanya...
ADYER 07
uppppp thorr 🔥☕
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!