Tak ingin lagi diremehkan oleh teman-temannya, seorang bocah berusia enam tahun nekad mencari 'Ayah Darurat' sempurna; tampan, cerdas, dan penyayang.
Ia menargetkan pria dewasa yang memenuhi kriteria untuk menjadi ayah daruratnya. Menggunakan kecerdasan serta keluguannya untuk memanipulisi sang pria.
Misi pun berjalan lancar. Sang bocah merasa bangga, tetapi ia ternyata tidak siap dengan perasaan yang tumbuh di hatinya. Terlebih setelah tabir di masa lalu yang terbuka dan membawa luka. Keduanya harus menghadapi kenyataan pahit.
Bagaimana kisah mereka? Akankah kebahagiaan dan cinta bisa datang dari tempat yang tidak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Emergency Daddy 13.
Setelah tubuh putranya menghilang masuk ke dalam bangunan sekolah. Anggita juga beranjak pergi dari sana, ia harus segera pergi ke galerinya, tapi, langkah wanita itu langsung ditahan oleh Nathan.
Nathan menutup pintu mobil Anggita secara tiba-tiba, tak membiarkan wanita itu bisa masuk dan pergi meninggalkannya.
Perbuatan Nathan itu sontak saja membuat Anggita mendelik tajam.
"Kita harus bicara," ucap Nathan. Ia bisa melihat Anggita yang mendengus, tampak jelas jika wanita itu tidak menyukai kehadirannya.
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan!" Anggita menyingkirkan tubuh Nathan dari posisi pria itu yang menghalangi ia untuk bisa masuk ke dalam mobil. "Dan ingat! Jauhi putraku, jangan pernah mendekatinya!" tekan Anggita tajam dan segera masuk ke dalam mobil.
Anggita cukup kesal, terlebih atas sikap Nathan yang pagi ini seakan meng-iyakan jika Elvano adalah putranya. Bukankah pria itu sebelumnya tidak menyukai perbuatan Elvano. Bahkan Nathan sampai menyebut putranya adalah anak yang nakal. Anggita masih sakit hati, karena perkataan pria itu.
"Hei!! Apa yang kau lakukan, hah?! Keluar dari mobilku!!" Anggita terkejut saat Nathan yang langsung masuk ke dalam mobil mengikuti dirinya dan duduk di kursi penumpang bagian depan.
"Aku bilang kita harus bicara!" kekeh Nathan.
Anggita tidak semudah itu menurut, wanita yang masa mudanya selalu membangkang itu tetap keras meminta Nathan untuk keluar dari dalam mobil. Tangan wanita itu bahkan tak segan mendorong kasar tubuh Nathan, merasa kekuatannya tidak cukup, Anggita hampir menggunakan bantuan kakinya untuk menyingkirkan Nathan keluar dari dalam mobilnya.
Akan tetapi, Nathan lebih dulu bergerak cepat. Seakan sudah bisa membaca serangan wanita itu, Nathan lagi-lagi mengunci tangan Anggita. Kali ini pria itu menguncinya di belakang tubuh Anggita. Ia juga melepaskan dasi demi bisa mengikat tangan wanita itu.
"Hei! Lepas! Dasar pria brandal!! Apa yang kau lakukan padaku, hah?! Lepaskan!!"
Nathan terkekeh. Ia mendekatkan bibirnya pada telinga Anggita yang membelakanginya seraya ia mengikat tangan wanita itu, Nathan pun berbisik, "aku sedang menculik Mommy dari putraku."
Setelahnya, Nathan dengan lancang melingkarkan satu tangannya pada perut ramping wanita itu, menariknya perlahan, Nathan memindahkan Anggita duduk di kursi penumpang yang sebelumnya ia tempati, dan barulah pria itu bergegas pindah ke kursi kemudi.
Nathan menyalakan mobil Anggita dan langsung mengemudikannya meninggalkan sekolah Elvano. Pria itu melirik Anggita yang berontak serta mengumpat di sampingnya karena telah ia ikat. Nathan lagi-lagi terkekeh, jika putra Anggita bisa mengerjainya, maka Nathan bisa membalasnya langsung pada ibu bocah itu. Rasanya sungguh luar biasa.
"Di mana tempat kerjamu?" tanya Nathan seraya terus mengemudi.
Nathan menoleh pada Anggita yang membuang muka, wanita itu malas menjawab pertanyaan Nathan yang menurutnya tidaklah penting.
Nathan mendesah. "Kau tidak ingin mengatakan di mana tempat kerjamu? Atau kau ingin kita bicara di restoran dengan tanganmu yang terikat itu?"
Anggita masih tak menggubris Nathan. Ia bahkan sudah mengubah posisi duduknya membelakangi pria itu. Yang malah semakin membuat Nathan terkekeh dan Anggita kesal mendengar suara cekikikan pria itu. Rasanya ia ingin sekali menendang Nathan. Tunggu saja nanti. Ia pasti akan membalas perbuatan Nathan karena telah berani mengikatnya.
"Oh...come on, Mommy El. Kita benar-benar harus bicara. Terutama tentang tingkah putra kita."
Secepat kilat Anggita berbalik dan menatap tajam Nathan yang konyolnya malah tersenyum lebar.
"Elvano bukan putramu, Pria Brandal!!"
Nathan mengangguk santai menanggapi ucapan Anggita. "Tapi putramu sudah memberikan tawaran padaku untuk menjadi ayahnya. Bagaimana jika aku tertarik? Dan... menerima tawaran El?"
"Hei!! Jangan gila! Bukankah kau yang marah, jika putraku memanggil mu Daddy!!
"Yah...itu kemarin. Hari ini rasanya telingaku berbeda saat mendengar ia memanggilku dengan sebutan Daddy. Apalagi tadi dia memelukku dengan sangat erat, seperti seseorang yang telah lama tidak bertemu...atau justru tidak pernah bertemu."
Apa yang diucapkan Nathan itu benar. Selain merasa kaget atas gerakan tak terbaca Elvano yang langsung memeluknya, pria itu juga bisa merasakan kerinduan besar dan harunya Elvano saat memeluknya. Karena perasaan itu jua lah yang sempat membuat Nathan membeku, ia seperti kembali terlempar jauh ke masa lalu.
Masa di mana, hampanya hidup seorang bocah panti berusia tiga tahun yang tak memiliki orang tua, sebelum akhirnya Dad Jon dan Mom Anita meraih Nathan kecil dan memberikan padanya sebuah kehangatan keluarga.
Nathan menoleh pada Anggita, karena tak mendengar suara wanita itu. Ia bisa melihat Anggita yang menunduk dan menghela napas panjang.
Hingga akhirnya Anggita mau menyebutkan alamat galerinya. Nathan segera melajukan mobil itu. Ia juga membuka simpul dasi yang mengunci tangan Anggita setelah mereka sampai di sebuah bangunan bernuansa klasik.
Nathan mengikuti langkah Anggita. Pria itu memindai ruangan luas yang pertama kali menyapa kedatangan mereka. Ruangan yang berhiaskan beberapa lukisan indah tergantung rapi di dinding. Pencahayaan lembut, dengan nuansa dinding berwarna netral serta dihiasi dengan beberapa perabot minimalis. Sepertinya galeri ini baru, karena di beberapa sudut, Nathan masih bisa menemukan beberapa lukisan yang belum terpasang.
Bibir pria itu tersenyum kala kini netranya menatap sebuah lukisan berwarna hitam putih terpajang rapi di ujung koridor yang Nathan dan Anggita lalui saat menuju ruangan wanita itu. Siluet wajah Elvano, sangat indah dan artistik. Bagaimana jika wajah tampannya juga dilukis seperti itu?
"Duduklah. Kita akan bicara setelah aku menyelesaikan beberapa urusanku."
Nathan mengangguk, netranya mengitari ruangan kerja Anggita yang cukup luas. Terdapat banyak sekali alat lukis di dalam ruangan ini, juga berbagai lukisan wajah Elvano, mulai dari Elvano bayi hingga bocah itu berusia saat ini. Nathan menuju sofa yang ada di sana, ia duduk setelah kepergian Anggita.
Memang ada beberapa orang yang telah menunggu wanita itu di luar tadi, Nathan tidak tahu siapa, mungkin rekan bisnis Anggita atau klien yang ingin dilukis wajahnya oleh wanita itu.
Nathan meraih ponsel, pria itu memilih mengirim beberapa pesan pada sang asisten, mengingat ia yang sepertinya akan tertahan lama di galeri Anggita. Dengan alasan menyelesaikan kesalahpahaman yang ada, Nathan terlihat tidak masalah jika dirinya tidak masuk ke perusahaan hari ini.
"Apa dia masih memiliki suami?" gumam Nathan saat kembali melihat-lihat koleksi lukisan yang terdapat di ruang kerja Anggita. Netranya berusaha mencari lukisan wajah seseorang demi bisa menjawab rasa penasaran pria itu.
"Tidak ada lukisan wajah suaminya di sini. Atau dia seorang janda?" Nathan terkekeh sendiri. Ia berhenti dan berdiri tepat di depan sebuah lukisan wajah Elvano yang menjulurkan lidah dengan mata yang sengaja dijulingkan.
"Bukan masalah jika dia janda," ucap Nathan lagi. Ia tersenyum makin lebar dan tetap berdiri di depan lukisan itu dengan tangan yang terlipat di dada.
mau komen apa dari karya ini, entahlah. Tapi gregetnya itu lho...
kesel ia,, ngakak iya... lengakp amat sih buat karyanya..
sukses selalu untuk karya luar biasamu Kak Diana.. semoga karyamu semakin bersinar❤️❤️❤️🥰🥰🥰