NovelToon NovelToon
Bukan Sekedar Takdir

Bukan Sekedar Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:898
Nilai: 5
Nama Author: xzava

Aku tak pernah percaya pada cinta pandangan pertama, apalagi dari arah yang tidak kusadari.
Tapi ketika seseorang berjuang mendekatiku dengan cara yang tidak biasa, dunia mulai berubah.
Tatapan yang dulu tak kuingat, kini hadir dalam bentuk perjuangan yang nyaris mustahil untuk diabaikan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xzava, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9

Pagi-pagi buta, meski baru tidur sekitar dua jam, mereka semua sudah bersiap untuk jogging. Rasa kantuk belum sepenuhnya hilang, tapi semangat mereka justru makin menyala. Namun langit tampak sedikit mendung, seolah memberi isyarat hujan bisa turun kapan saja.

Dipimpin oleh Aldin, mereka melakukan pemanasan ringan di halaman depan rumah Yura. Gerakan stretching dan lompat-lompat kecil mereka lakukan sambil sesekali menguap.

“Let’s go!” seru Aldin sambil melangkah duluan, memimpin jalur jogging pagi itu.

Karena cuaca yang tak menentu, mereka sepakat jogging keliling kompleks saja daripada ke luar area perumahan. Udara pagi yang masih segar cukup membuat tubuh kembali bertenaga. Langkah demi langkah, ritme kaki mereka samakan agar tidak cepat lelah.

Ternyata, bukan hanya mereka yang sedang jogging. Beberapa warga lain pun tampak melakukan aktivitas yang sama, bahkan ada yang berjalan santai sambil membawa hewan peliharaan.

Aldin dan Rizki sesekali menyapa warga yang mereka lewati. Yura hanya tersenyum sopan, sementara Febi dan Hana lebih sibuk berbicara satu sama lain.

Begitu sampai di taman kecil di ujung kompleks, mereka memutuskan untuk istirahat sejenak. Di sana, suasana cukup ramai anak-anak bermain di ayunan dan beberapa orang tua duduk di bangku taman sambil berbincang.

“Yur, itu tetangga lo,” bisik Hana sambil menunjuk ke arah pojok taman.

Yura langsung menoleh dan melihat sosok yang dimaksud.

“Oh, Kak Ardhan,” ucapnya pelan. Tanpa sadar senyumnya mengembang begitu saja.

“Pantesan nih anak berdua keganjenan dari kemarin. Emang ganteng juga ternyata,” celetuk Aldin sambil melirik ke arah Hana dan Febi.

“Tapi gue juga gak kalah ganteng,” sahut Rizki dengan percaya diri, membuat semua langsung tertawa.

“Ganteng? Lo? Mimpi kali,” goda Febi sambil mencubit pelan lengan Rizki.

Suasana taman jadi penuh gelak tawa. Meski mata masih sedikit berat, pagi itu terasa menyenangkan hangat oleh canda, segar oleh udara pagi, dan sedikit deg-degan karena keberadaan seorang tetangga tampan.

Setelah cukup istirahat di taman, mereka kembali melanjutkan jogging mengelilingi kompleks. Langkah mereka mulai lebih lambat dari sebelumnya, kelelahan mulai terasa.

Yura yang memang dari tadi berada di barisan paling belakang, berlari santai sambil menikmati udara pagi. Namun tiba-tiba, seseorang berlari sejajar di sampingnya, membuat Yura terkejut.

“Eh!?” Yura tersentak kecil, hampir menghentikan langkahnya, namun segera menyadari siapa yang datang.

“Kak Ardhan?” sapanya dengan nada setengah terkejut namun ramah.

“Hai,” balas Ardhan sambil tersenyum. “Mereka temanmu?”

“Iya kak,” jawab Yura sambil mengangguk.

Sementara itu, keempat temannya di depan sudah menyadari keberadaan Ardhan yang kini berlari di samping Yura. Namun bukannya menghampiri atau menggoda, mereka justru pura-pura tidak tahu dan membiarkan saja memberi ruang bagi Yura.

“Saya gabung ya?” tanya Ardhan sopan.

“Gabung aja kak. Gak masalah kok,” jawab Yura sedikit gugup, tapi tetap tersenyum.

Obrolan mereka ringan saja sepanjang sisa jogging. Saat sudah mendekati rumah, mereka melambatkan langkah dan memilih berjalan santai sambil mengatur napas.

“Kalian kuliah di mana?” tanya Ardhan sambil melirik ke arah Yura.

“Di Universitas Jaya kak,” jawab Yura.

Ardhan mengangguk pelan, senyum kecil tak lepas dari wajahnya. Sebenarnya, Yura ingin bertanya balik tentang tempat kerja atau di mana Ardhan mengajar tapi entah kenapa, ia merasa sungkan.

Begitu sampai di depan rumah Ardhan, pria itu berhenti dan memberi isyarat pamit.

“Terima kasih sudah mengizinkan saya gabung,” ucapnya sopan.

“Tidak masalah kak. Sama-sama,” balas Yura dengan senyum manis.

Setelah Ardhan masuk ke rumahnya, Yura bergabung kembali dengan teman-temannya dan seperti yang sudah bisa ditebak, mereka semua langsung melempar tatapan dan senyum menggoda.

“Cieeee…” goda Hana sambil menepuk ringan lengan Yura.

“Gue sih yes,” timpal Febi dengan gaya sok juri audisi.

“Kayaknya seru deh kalau judul skripsi lo nanti ‘Pacarku Tetanggaku’,” celetuk Hana lagi sambil tertawa.

Tawa pecah di antara mereka. Suasana pagi yang awalnya tenang berubah jadi penuh candaan dan godaan ringan.

“Gak usah lebay deh,” ucap Yura, berusaha tetap tenang meski pipinya mulai memerah. “Gue gak mau berharap lebih.”

“Tapi kalau emang jodoh, kenapa nggak? Di lihat-lihat sih kalian cocok,” ujar Rizki dengan nada sok serius.

“Bener banget,” Hana mengangguk cepat. “Kemarin waktu kita nganterin sate ke rumahnya, Kak Ardhan tuh gak ngelirik kami berdua sama sekali. Matanya cuma tertuju ke Yura.”

“Iya lagi,” sambung Febi cepat. “Padahal kita udah berdiri mepet ke Yura biar sekalian dilirik, eh tetap aja yang ditatap cuma dia.”

“Itu mah kalian aja yang keganjenan,” celetuk Aldin sambil tertawa terbahak.

“Yeeee…” Hana mendelik kesal, diikuti oleh gelak tawa semuanya.

Obrolan hangat seputar Ardhan terus mengisi ruangan. Candaan dan khayalan yang dilontarkan Hana dan Febi membuat suasana makin ramai dan penuh tawa.

“Udah, udah halunya. Mending mandi dulu sana,” ucap Yura, berusaha mengalihkan topik karena dirinya jadi sasaran utama candaan teman-temannya.

Tanpa menunggu respon, Yura langsung bangkit dari duduknya dan masuk ke kamar untuk bersih-bersih.

Meski sempat menepis, berkat semua godaan dan candaan tadi Yura tak bisa memungkiri bahwa ia mulai menaruh setitik harapan kecil pada Ardhan.

Setelah bersih-bersih diri, Yura langsung menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Sambil menunggu teman-temannya yang masih mandi, ia duduk di meja makan sambil membuka ponselnya, mencari referensi judul skripsi.

“Nyari apa?” tanya Aldin yang ternyata sudah lebih dulu selesai mandi.

“Referensi judul,” jawab Yura tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel.

“Sarapan dulu baru cari judul, jangan kebalik,” kata Aldin sambil menarik kursi.

“Sarapan bareng aja,” sahut Yura cepat. Ucapannya itu membuat Aldin yang tadinya mau makan duluan langsung mengurungkan niatnya.

Menyadari hal itu, Yura tertawa kecil. “Duluan aja Din. Santai, aku nyusul,” ujarnya cepat.

“Gak apa-apa. Entar aja sekalian,” jawab Aldin santai, lalu ikut-ikutan membuka ponsel, mencari ide judul skripsi sambil duduk di meja makan.

Beberapa saat kemudian, Rizki datang menghampiri mereka. “Wih, malah main HP di meja makan,” tegurnya dengan gaya sok tua. “Gak sopan.”

Yura dan Aldin refleks menurunkan ponselnya sambil tertawa kecil. “Sorry,” ujar mereka hampir bersamaan.

“Kenapa gak sarapan duluan?” tanya Rizki sambil duduk.

“Tadi kata Yura, sarapan bareng aja,” jawab Aldin sambil melirik ke arah Yura.

Tak lama, Hana dan Febi muncul dari kamar, rambut mereka masih sedikit basah.

“Wah makin laper,” ucap Hana saat mencium aroma makanan yang menggugah selera.

“Perut gue udah demo nih,” sahut Febi sambil memegang perut.

Setelah semuanya berkumpul, mereka pun sarapan bersama sambil membicarakan judul skripsi. Suasana hangat, sederhana, tapi penuh keakraban.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!