NovelToon NovelToon
Pengasuh CEO Cacat

Pengasuh CEO Cacat

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Era Pratiwi

Membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk pengobatan orang yang sangat ia sayangi, membuat seorang Fiorella harus merelakan sebagian kebebasan dalam kehidupannya.
"Pekerjaannya hanya menjadi pengasuh serta menyiapkan semua kebutuhan dari anaknya nyonya ditempat itu, kamu tenang saja. Gajinya sangat cukup untuk kehidupan kamu."
"Pengasuh? Apakah bisa, dengan pendidikan yang aku miliki ini dapat bekerja disana bi?."
"Mereka tidak mempermasalahkan latar belakang pendidikan Dio, yang mereka lihat adalah kenerja nyata kita."
Akhirnya, Fio menyetujui ajakan dari bibi nya bekerja. Awalnya, Dio mengira jika yang akan ia asuh adalah anak-anak usia balita ataupun pra sekolah. Namun ternyata, kenyataan pahit yang harus Fio terima.
Seorang pria dewasa, dalam keadaan lumpuh sebagian dari tubuhnya dan memiliki sikap yang begitu tempramental bahkan terkesan arogan. Membuat Fio harus mendapatkan berbagai hinaan serta serangan fisik dari orang yang ia asuh.
Akankah Fio bertahan dengan pekerjaannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Era Pratiwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PCC. 13.

"Huh, siapa yang menelepon? Banyak sekali?"

Pada hari berikutnya, ketika waktu Fio beristirahat sejenak dari tugasnya. Fio mengecek ponsel miliknya, disana terdapat banyak sekali panggilan tak terjawab. Ketika ia melihat siapa yang menghubunginya itu, dan disana tertera bahwa nama dosen pembimbing nya.

"Pak Ferdy? Ada apa ya?" Fio nampak berpikir untuk mencari jawaban.

Tak lama kemudian, masuklah pesan aplikasi chat dari Sovia dan Vivi. Mereka menanyakan mengenai hal Fio yang diminta untuk menemani dosen pembimbingnya, dan itu menjadi jawaban untuk Fio.

"Astaga! Iya pak Ferdy, hari ini ya. Tapi, aku tidak memberikan jawaban iya." Kening itu berkerut, berpikir dengan cukup keras.

Membalas pesan dari para sahabatnya, mereka pun saling bercerita satu sama lain mengenai berbagai hal.

"Fio, kamu lagi ngapain?" Sela muncul dan menghampiri temannya.

"Eh, Sela. Hanya membalas pesan, sambil mengumpulkan tenaga." Senyum Fio.

"Sini aku pijitin, kamu pasti lelah menghadapi tuan muda. Semangat ya, lagi pula. Sepertinya, tuan mulai terbiasa dengan kamu." Kedua tangan itu mulai memberikan pijatan pada kedua bahu kecil milik Fio.

"Kamu bisa saja, oh iya. Hari ini kan, tuan Elio ada jadwal terapi di rumah sakit. Setelah dari itu, apa aku boleh izin pulang lebih awal ya Sela? Aku mau menemani Arsen."

"Hhmm, coba kamu izin sama nyonya saja langsung. Lagi pula, biasanya tuan muda selesai terapi juga tidur." Sela seakan mengizinkan apa yang akan Fio lakukan.

"Akan aku coba, terima kasih pijatannya. Mantap." Fio memberikan dua jempol tangannya kepada Sela.

Saat akan menuju ke kamar Elio, Fio bertemu dengan Angelina.

"Fio, kamu mau ke atas ya?" Tanya wanita itu.

"Iya nyonya, tuan Elio ada jadwal untuk terapi di rumah sakit." Jawab Fio dengan sopan.

"Akhirnya, anak itu mau juga. Terima kasih sayang, saya sangat senang." Angelina memeluk tubuh Fio dengan erat, wanita itu meluapkan perasaannya.

"Itu semuanya, tidak terlepas dari doa-doa nyonya. Saya hanya membantu saja, nyonya." Pelukan itu terlepas, dan Angelina menatap Fio dengan tatapan begitu dalam.

"Kamu bisa saja, seandainya. Kamu itu adalah wanita yang..."

"Fio!"

Keduanya tersentak kaget, lalu Angelina segera menyuruh Fio untuk pergi. Namun setelah itu, Angelina tersenyum bahagia.

"Semoga saja, doaku kali ini terkabulkan."

Dan Fio, ketika ia sampai di kamar Elio. Ternyata, pria itu sudah menatapnya dengan sangat tajam, awalnya Fio merasa takut akan tatapan itu. Namun dengan seiring waktu, hal itu sudah menjadi biasa baginya.

"Kenapa berteriak, tuan? Tidak sakit tenggorokannya?"

"Kamu ini, semakin hari semakin berani menjawab. Ada jadwal terapi, cepat." Ketus dalam berbicara, itulah yang dilakukan Elio setiap hari pada Fio.

"Baik, tuan muda." Tidak ingin memperpanjang pembicaraan, Fio segera mempersiapkan semuanya dan mereka pun berangkat menuju rumah sakit.

Untuk berangkat ke rumah sakit, mereka dihantarkan oleh Max. Yang dimana, pria itu selalu saja menawarkan diri untuk membantu Elio diluar dari tugas kantor. Namun semuanya itu, tidak membuat Elio percaya begitu saja.

"Eh, kamu Fio. Aku Max, aku asisten tuan Elio di kantor. Salam kenal ya." Dengan begitu percaya dirinya, Max berbicara.

"Ah, iya tuan." Fio yang kaget, menjawab seadanya.

Dari kursi belakang, dimana Max dan Fio duduk dibagian depan. Elio merasa geram akan sikap Max, namun ia masih tidak menanggapi hal tersebut.

"Kamu, sudah punya pacar belum? Kalau belum, aku boleh daftar?" Sungguh menggombal.

"Hah? Lebih baik, anda fokus menyetir saja tuan." Fio merasa risih akan perkataan Max padanya.

"Max!!"

"Iya, siap salah tuan." Max langsung membungkam mulutnya yang terlalu bebas berbicara.

Atas hal tersebut, suasana menjadi hening hingga mereka tiba dirumah sakit. Mereka berjalan menuju ruangan dimana dokter yang akan menangani keadaan Elio berada, sebelum dilakukan tindakan terapi. Dokter tersebut melakukan pemeriksaan awal, yang kemudian dilanjutkan proses terapi.

Disaat proses itu dimulai, baik Fio maupun Max ikut menyaksikannya. Mulai dari teriakan, umpatan bahkan tangisan dari tuannya mereka menjadi saksi.

Memberikan pakaian ganti untuk Elio dan membantunya, lalu Max pun mengiringi langkah mereka untuk segera pulang.

"Halo." Dalam perjalan pulang, ponsel Fio mendapatkan panggilan.

"..."

"Saya tidak bisa, pak." Dengan nada pasrah, Fio tidak ingin berdebat atas permasalahan itu

"Skripsimu saya tolak/terima ajakan saya?"

Hening, Fio terdiam untuk mengambil keputusan itu. Sangat berat, namun ia harus menentukannya. Pandangan yang terlempar jauh ke depan, namun isi pikiran bergejolak penuh keraguan.

Jika ia tidak mengiyakan permintaan dari sang dosen, maka usahanya untuk menyelesaikan tugas akhirnya sampai saat ini akan menjadi sia-sia. Akan tetapi, jika ia menerimanya, betapa hinanya dirinya.

"Ada apa? Tumben sekali, orang bawel ini diam." Ucap Elio yang memperhatikan sikap Fio.

"Ah, tidak ada apa-apa tuan." Kaget bercampur malu atas teguran itu.

"Ya sudah, apa peduliku." Ketus Elio.

Untuk Max, ia memilih diam dan tidak ikut berkomentar. Walaupun mulutnya sudah begitu gatal untuk berceloteh, namun ancaman Elio lebih sangat menyeramkan untuk dirinya.

Mobil itu kini berhenti, mereka sudah sampai di mansion keluarga Malik. Seperti biasa, Fio dibantu oleh Max menurunkan tuannya. Lalu Fio melanjutkan membawa Elio menuju kamarnya, setelah semuanya selesai. Fio bermaksud untuk segera pulang, dan terlebih dahulu ia ingin mengunjungi adiknya yang masih belum sadar dari komanya.

"Fio! Sudah mau pulang?" Sapa Max.

"Iya tuan." Jawab Fio dengan seadanya, karena dirinya ingin segera pergi.

"Kenapa? Kamu, dari tadi seperti gelisah. Memangnya ada apa?" Jiwa Ingin tahu Max yang sangat meronta-ronta.

"Tidak ada, tuan. Permisi." Fio segera pergi, setelah ia berpamitan.

Melihat bayangan Fio semakin menghilang, membuat kening Max berkerut. Dirinya dapat menilai, jika wanita yang ia lihat itu sedang tidak baik-baik saja.

"Ada apa dengan dia? Tiba-tiba saja menjadi diam setelah menerima telepon tadi, tuh kan jadinya kepo gue. Astaga, hari ini. Tuan ada undangan!" Max segera mencari keberadaan Elio dan menyampaikan informasi tersebut.

Langkah kaki jenjang itu dengan cepat melesat menuju kamar Elio, tanpa basa-basi. Max membuka pintu kamar tersebut dan langsung mengomel bagaikan rel kereta api yang sedang melaju pada lintasannya.

"Tuan, tuan. Hari ini, anda ada undangan tuan. Tuan Elio, tuan."

"Diam! Kamu berisik sekali." Balas Elio yang tidak sanggup mendengar teriakan itu.

"Tapi tuan, anda harus datang. Jika anda tidak datang, maka orang lain akan dengan mudahnya menjatuhkan anda. Apalagi sepupu anda itu, bisa-bisanya nanti dia menjadi semena-mena." Jelas Max.

"Lagian tuan, apa anda tidak ingin mempertahankan posisi anda saat ini? Jangan biarkan mereka semuanya menjadi vampir penghisap money, lebih baik anda saja yang melakukannya." Celoteh Max yang terus mencerca Elio dengan kalimat-kalimat sindiran miliknya.

"Mana ada, vampir penghisap money atau uang. Mulutmu asal dan tidak ada manfaatnya." Ketus Elio.

"Ya elah, tuan. Kan itu hanya kalimat kiasan saja, payah ah tuan. Nggak bisa di ajak bercanda, huh." Mulut itu mengkerucut.

"Dasar asisten tidak waras!"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!