NovelToon NovelToon
Nikah Paksa Amrita Blanco

Nikah Paksa Amrita Blanco

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Paksa
Popularitas:40.4k
Nilai: 5
Nama Author: Reny Rizky Aryati, SE.

Amrita Blanco merupakan gadis bangsawan dari tanah perkebunan Lunah milik keluarganya yang sedang bermasalah sebab ayahnya Blanco Frederick akan menjualnya kepada orang lain.

Blanco berniat menjual aset perkebunan Lunah kepada seorang pengusaha estate karena dia sedang mengalami masalah ekonomi yang sulit sehingga dia akan menjual tanah perkebunannya.

Hanya saja pengusaha itu lebih tertarik pada Amrita Blanco dan menginginkan adanya pernikahan dengan syarat dia akan membantu tanah perkebunan Lunah dan membelinya jika pernikahannya berjalan tiga bulan dengan Amrita Blanco.

Blanco terpaksa menyetujuinya dan memenuhi permintaan sang pengusaha kaya raya itu dengan menikahkan Amrita Blanco dan pengusaha itu.

Namun pengusaha estate itu terkenal dingin dan berhati kejam bahkan dia sangat misterius. Mampukah Amrita Blanco menjalani pernikahan paksa ini dengan pengusaha itu dan menyelamatkan tanah perkebunannya dari kebangkrutan.

Mari simak kisah ceritanya di setiap babnya, ya ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20 Bungalow Di Perkebunan

Bungalow di tanah perkebunan Luhan.

Amrita telah duduk di kursi malas yang ada di dalam ruangan bungalow.

Terlihat Denzzel Lambert berbicara pada mandor Tobin disisi lain ruangan bungalow, sepertinya mereka masih membahas tentang masalah panen buah serta pemesanan.

Amrita menyandarkan punggungnya ke kursi malas sedangkan kedua kakinya lurus ke atas kursi lainnya dengan bantalan dibawahnya.

Rasa lelah telah teratasi saat Amrita sampai di bungalow milik keluarganya.

"Amrita apa ada yang kau inginkan ?" tanya Denzzel.

"Tidak...", sahut Amrita sembari menoleh ke arah Denzzel Lambert.

"Makanan mungkin, biar mandor Tobin membelikan kita makanan disini sebab kita akan lama disini", ucap Denzzel.

"Oh, baiklah, kita pesan makanan sebab aku juga tidak tahu apa ada persediaan makanan di bungalow ini", kata Amrita.

"Aku akan membeli makanan untuk kalian", sambung mandor Tobin.

"Baiklah, dan sekalian kamu membeli makanan buatmu", kata Denzzel.

"Tidak usah buatku, rumahku dekat dari sini", sahut mandor Tobin.

"Oh, iya, berarti kau orang sini", kata Denzzel.

"Yah, begitulah", sahut mandor Tobin sembari tersenyum.

"Apa semua pekerja disini berasal dari sini ?" tanya Denzzel.

"Ya, rata-rata begitu", sahut mandor Tobin.

"Baguslah, akan lebih menghemat biaya ongkos transportasi bagi pekerja di perkebunan ini", ucap Denzzel.

"Mereka rata-rata pejalan kaki, ada juga yang naik kendaraan pribadi seperti sepeda atau motor", sahut mandor Tobin.

"Lokasi disini sangat sulit bagi kendaraan pribadi seperti mobil milikku, masalah ini bisa dialokasikan segera, mungkin aku dapat mencarikan proyek jalan khusus di perkebunan Luhan agar moda transportasi mudah dicapai", kata Denzzel.

"Kabar bagus itu buat kemajuan perkebunan Luhan sebab disini memang membutuhkan trayek jalan atau jalan khusus agar pengiriman buah dapat segera dilaksanakan cepat", sahut mandor Tobin.

"Aku akan memikirkan tentang ini, mungkin saja ada relasi bisnisku tertarik akan proyek moda transportasi", kata Denzzel.

"Benar-benar suatu kabar bagus sekali buat perkebunan Luhan", sahut mandor Tobin.

"Mudah-mudahan saja", kata Denzzel seraya tersenyum.

"Mmm, kalau begitu, aku pamit pergi dulu", sahut mandor Tobin.

"Ya, silahkan", kata Denzzel.

"Permisi...", ucap mandor Tobin seraya menarik ujung topi koboinya.

Mandor Tobin melangkah pergi dari bungalow, berpamitan membeli makanan untuk Amrita dan Denzzel selama mereka singgah di tanah perkebunan Luhan.

"Kau baik-baik saja, Amrita", kata Denzzel.

"Ya, aku baik-baik saja", sahut Amrita.

"Bagaimana kondisi kakimu ?" tanya Denzzel seraya duduk di kursi lainnya.

"Agak mendingan meski masih terasa sakit", sahut Amrita.

"Untung saja, ada petugas kesehatan disini, kakimu yang terkilir itu bisa teratasi", kata Denzzel.

"Yah, syukurlah", sahut Amrita sembari menghela nafas pelan.

Denzzel mengedarkan pandangannya ke ruangan bungalow yang luas.

Bungalow milik keluarga Blanco sangat lebar bahkan bisa dibilang tempat ini termasuk mewah untuk ukuran sebuah rumah singgah.

Denzzel terkesan dengan ruangan bungalow yang dilengkapi oleh ornamen satwa yang telah diawetkan.

Ruangan bungalow disini terlihat artistik sekali bahkan sangat nyaman untuk ditinggali dan Denzzel menyukainya.

"Apa ayahmu yang membangun bungalow ini ?" tanya Denzzel lalu menoleh ke arah Amrita.

"Ya, ayah biasanya menginap disini jika dia datang ke tanah perkebunan Luhan bersama Pamela", sahut Amrita.

"Kau tidak ikut kesini", kata Denzzel.

"Kadang-kadang saja aku ikut kemari bersama mereka sebab aku juga bekerja disini", ucap Amrita.

"Bekerja disini ?" tanya Denzzel.

"Ya, benar, aku memegang kendali pada pengawasan perkebunan Luhan setingkat lebih tinggi dari mandor Tobin posisiku disini", sahut Amrita.

"Oh, iya, luar biasa kalau demikian", kata Denzzel.

"Kenapa, kau heran ?" tanya Amrita.

"Ya, agak heran saja sebab kau adalah putri pemilik perkebunan Luhan, biasanya jarang bagi anak pemilik tanah bekerja keras", sahut Denzzel.

"Tidak buatku", ucap Amrita.

"Sepertinya kau agak keberatan", kata Denzzel sembari tertawa pelan.

"Aku dua bersaudara perempuan dan Audery adalah saudari tiriku tapi dia mendapatkan perhatian lain dari kedua orangtuaku meski dia adik tiriku", kata Amrita.

"Ayahmu menikah lagi dan kau kurang suka itu", ucap Denzzel.

"Bukannya tidak suka, tapi Audery lebih layak mendapatkan semua keinginannya daripada aku yang hanya bekerja disini sedang dia bersekolah di luar negeri", kata Amrita.

"Kenapa kau tidak memintanya sama dengan saudari tirimu, bukankah kau anak pertama ?" sahut Denzzel.

"Karena aku anak pertama ayah justru aku diserahin tanggung jawab lebih untuk mengurus tanah perkebunan Luhan", kata Amrita.

"Dan Audery tidak", ucap Denzzel.

"Yah, itulah letak ketidakadilannya yang kuterima dari ayah", kata Amrita.

"Kenapa kau tidak melawannya seperti terhadapku, biasanya kau suka sekali memberontak, Amrita", ucap Denzzel.

"Lain urusannya", sahut Amrita.

"Mintalah pada ayahmu seperti halnya Audery, tapi sekarang kau sudah menikah denganku, jadinya semua harus terkubur dalam-dalam semua harapan itu", kata Denzzel.

"Ya, benar", ucap Amrita seraya tersenyum pahit.

"Sebentar lagi tanah perkebunan ini akan menjadi milikmu setelah tiga bulan pernikahan kita berjalan, Amrita", kata Denzzel.

"Kau masih membicarakan hal itu, kukira kau tidak serius mengatakan hal itu padaku", sahut Amrita.

"Kenapa aku tidak serius ?" tanya Denzzel.

"Sebab kukira kau tidak mungkin memberikan tanah perkebunan Luhan secara cuma-cuma padaku", sahut Amrita.

"Aku sudah berjanji padamu tentang masalah ini sebelumnya", kata Denzzel.

"Dan kau berkata serius mengenai ini", ucap Amrita.

"Yah, begitulah sesuai yang aku ucapkan kepadamu", kata Denzzel.

"Kenapa kau ingin aku memiliki tanah perkebunan Luhan ini, bukannya kau sangat memburunya lantaran tempat ini memiliki aset tinggi nilainya", ucap Amrita.

Amrita memandang serius ke arah Denzzel Lambert yang duduk disebelahnya.

"Ya, benar, awalnya aku tertarik dengan isi dari tawaran ayahmu tapi alasanku sebenarnya karena kamu, Amrita", sahut Denzzel.

"Aku ?!" ucap Amrita tak mengerti.

"Ya...", sahut Denzzel lalu menatap ke arah Amrita dari balik topeng kainnya.

"Wow...", seru Amrita tak percaya.

Denzzel hanya memandangi Amrita didekatnya dengan sorot mata penuh arti yang begitu mendalam dan mungkin saja arti dari tatapan milik pengusaha itu hanya dia yang memahaminya.

"Aku jatuh cinta kepadamu, Amrita", kata Denzzel.

Amrita tertegun diam, sulit berkata-kata bahkan tubuhnya mendadak tegang seusai mendengar pengakuan Denzzel Lambert.

Cepat-cepat Amrita mengalihkan pandangannya ke arah lain dengan hati berdebar-debar tak menentu bahkan dia tak mampu membalas ucapan Denzzel akan pengakuan perasaan suaminya itu terhadap dirinya.

"Oh, iya... ?!" ucapnya kikuk.

"Aku jatuh cinta saat melihatmu pertama kalinya", kata Denzzel yang masih memandangi Amrita.

Amrita tertawa pelan serta terlihat canggung sekali dengan ucapan Denzzel kepada dirinya lalu menoleh seraya membalas tatapan suaminya.

"Apakah karena itu kamu menerima tawaran ayah untuk membeli tanah perkebunan Luhan ini ?" tanyanya sangat berhati-hati.

"Demi dirimu, aku menerimanya, terus terang buatku tanah perkebunan Luhan tidak begitu ada artinya untukku", sahut Denzzel.

Amrita terdiam, hanya memandang Denzzel tanpa membalas ungkapan cinta suaminya karena memang dia tidak tahu harus berbuat apa untuk itu.

"Kenapa kau masih menerimanya jika tidak berarti bagimu ?" tanya Amrita.

"Sudah kukatakan padamu bahwa aku tertarik padamu dan demi dirimu, aku memutuskan menerima tawaran dari ayahmu", sahut Denzzel.

"Itu bukan suatu bayaran yang menguntungkan bagimu bahkan seharusnya kamu memikirkan keuntungan buatmu", ucap Amrita.

"Seharusnya...", sahut Denzzel.

"Ternyata kau tidak sepintar yang kupikirkan, Lambert", kata Amrita.

"Mungkin saja", sahut Denzzel lalu tertawa pelan.

1
Skyweer Skyweer
up
Anonymous
ketertarikan /Kiss/
Anonymous
fine
Anonymous
up....
Andina Spencer
damn i love you...
Andina Spencer
romantic always...
Andina Spencer
not bad...
Andina Spencer
up...
Bianca Nadia
dia juga bisa dansa
Bianca Nadia
jadi keinget sama film runway bride
Bianca Nadia
semangat amrita
Bianca Nadia
lanjut....
Bianca Nadia
misteri dibalik topeng
Bianca Nadia
semangat pagi thor
Bianca Nadia
pergi ke ibukota mencari harapan
Bianca Nadia
seru nih bakalan ceritanya 🍒
Tamara Black
lanjut...
Andina Spencer
goes 💪
Andina Spencer
something stupid that i love you /Rose/
Andina Spencer
romantic
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!