Axel Rio terjebak bertahun-tahun dalam kesalahan masa lalunya. Ia terlibat dalam penghilangan nyawa sekeluarga. Fatal! Mau-maunya dia diajak bertindak kriminal atas iming-iming uang.
Karena merasa bersalah akhirnya ia membesarkan anak perempuan si korban, yang ia akui sebagai 'adiknya', bernama Hani. Tapi bayangan akan wajah si ibu Hani terus menghantuinya. Sampai beranjak dewasa ia menghindari wanita yang kira-kira mirip dengan ibu Hani. Semakin Hani dewasa, semakin mirip dengan ibunya, semakin besar rasa bersalah Axel.
Axel merasa sakit hati saat Hani dilamar oleh pria mapan yang lebih bertanggung jawab daripada dirinya. Tapi ia harus move on.
Namun sial sekali... Axel bertemu dengan seorang wanita, bernama Himawari. Hima bahkan lebih mirip dengan ibu Hani, yang mana ternyata adalah kakak perempuannya. Hima sengaja datang menemui Axel untuk menuntut balas kematian kakaknya. Di lain pihak, Axel malah merasakan gejolak berbeda saat melihat Hima.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Black Sheep
“Mengenai Orang Tua Hani, Bukan gue yang bunuh mereka, tapi gue yang rancang strateginya.” Kataku.
Artemis dan Baron secara berbarengan menarik nafas panjang.
Wajah mereka menyiratkan kata-kata : ‘apa gue bilang’ atau ‘udah gue duga’.
“Nggak mungkin gue ngurusin Hani kalau gue yang bunuh mereka. Hani gue bawa karena dia hampir dilecehin sama temen-teman gue.” Kataku.
“Lo udah bilang ke Devon?” tanya Artemis.
Aku mengangguk.
“Apa reaksinya?” tanya Baron.
“Dia nggak percaya.” Kataku.
“Iyalah, gue juga nggak.” Sahut Artemis.
Aku hanya bisa mencibir.
Aku kesal, tapi aku harus mempertahankan posisiku.
Jadi aku hanya tersenyum menanggapi mereka.
“Ngerti.” Desisku pelan.
Sesaat kemudian, sebuah tangan mendarat di pundakku dari arah belakangku.
Tangan besar.
Kurasa aku tahu tangan siapa.
“Oke. Jadi coba kasih tahu gue, apa gunanya lo bagi Prabasampurna?” suara itu berbisik di sebelah telingaku.
Devon Hazel.
Kenalkan, ini rival hidupku.
Kami sama-sama peduli pada Hani, dengan kondisi yang berbeda.
Dia mencintai Hani karena Hani perempuan, sementara aku menyayangi Hani karena Hani kuanggap adikku.
“Ngapain lo di sini?”gerutuku pelan.
“Nyusulin Tuan-tuan ini lah.” Kekeh Devon sambil memijat pundakku. “Lu sehat-sehat aja kan pret? Nggak seru kalo lu sakit gue nggak bisa maksimal nyiksa lo.”
Aku mengela nafas panjang, “Kurang nih ke tengah dikit.” Aku mengarahkan Devon bagian mana yang harus dipijat.
“Sekalian aja burung lo gue pijet,” bisik Devon sambil terkekeh.
Lalu dia menoyor kepalaku dan duduk di sebelah baron. Devon mengambil kaleng di depanku, lalu menegaknya sampai habis, ia meremas kalengnya dan melemparnya ke tong sampah.
Dasar sok asyik lu.
Aku kesal sekali melihat lagaknya.
Aku menatapnya.
Kuamati pria ini.
Tubuhnya lebih jangkung dan lebih besar dibanding kami. Ada sebuah sayatan di mata kirinya, dan kalau diperhatikan warna matanya berbeda. Yang terkena sayatan agak kebiruan, yang satunya hitam.
“Nggak usah segitunya ngeliatin gue, ntar lo cinta.” Devon terkekeh padaku.
Aku diejek habis-habisan.
Saatnya aku memperlihatkan kehebatanku.
Bagaimana pun aku butuh bantuan mereka.
“Tujuan gue mau masuk ke dalam Praba Grup, agar mendapatkan perlindungan dari kasus lama yang membuat gue harus selalu lari.” Kataku.
Semua mendengarkanku, kali ini mereka serius.
Mereka tidak menjedaku.
“Gue... capek lari. Gue pingin hidup nyaman, pingin nikah tenang, pingin punya anak kandung dan seneng-seneng di taman bermain. Tanpa harus ketakutan setiap saat.” Sahutku. Kurasa tujuan seperti ini mustahil kudapatkan, mereka bertiga juga memiliki masalahnya sendiri dan aku yakin menikah adalah cara terakhir yang terbentur perasaan. Dengan menikah, keluargamu terancam, karena pada dasarnya semua di Prabasampurna adalah pesakitan.
Maka kulanjutkan penawaranku.
“Gue akan beberkan semua nama orang yang terlibat ke dalam kasus narkoba dan pencetakan uang palsu, yang bokap gue jalani selama 10 tahun, semua pejabat negara yang terlibat, semua bukti penggelapan akan hasil tambang, semua bukti konkrit yang melibatkan kematian banyak tokoh pejuang HAM, juga bukti rekaman dan video pihak-pihak yang bertanggung jawab akan kematian istri Raden Arya.”
Aku merasakan tenggorokanku dicengkeram.
Oksigen di sekitarku menipis dengan cepat, dan aku tercekat tak bisa bernafas.
Baron sedang mencekikku sampai aku berdiri.
Cengkeramannya langsung membuat penglihatanku gelap.
Tapi
Aku sudah perkirakan hal ini.
Makanya, di novel sebelah aku tersenyum.
Karena aku akhirnya ingat nama ini.
Apalagi saat aku membuka laptop Lily dan mendapati nama asli para Algojo, aku sadar ini saatlah membuat diriku berharga.
Aku yang dianggap tak bernilai sampai-sampai ditinggalkan orang tuaku kabur ke Amrik,
Para orang-orang itu mengira mereka menitipkan barang berharga ke seorang anak SMP yang tak tahu apa-apa... well, mereka salah orang.
“Bini gue meninggal karena sakit.” Geram Baron.
“Sakit diracun, karena pergerakan lo di dunia politik lumayan ekstrim. Tanpa Damaskus Prabasampurna, lo pasti juga sudah mati sekarang.” Desisku sambil tercekat.
Tapi tetap kutatap matanya, walau pun dalam posisi hampir kehilangan kesadaran.
Baron butuh info dariku, dia tak mungkin membunuhku.
Aku yang tahu ini semua, memutuskan untuk tidak terlibat dan akhirnya bersembunyi. Namun hasilnya ternyata tidak berakhir baik. Kini sudah saatnya aku keluar dari jurang ini.
Dia yang mendendam... pasti sudah lama mengendus adanya konspirasi, tapi memilih untuk bungkam karena tak memiliki bukti.
Baron melepaskanku.
Aku menarik nafas sambil batuk-batuk. Sesak sekali rasanya. Kini aku tahu, darimana Artemis belajar menganiaya orang. Tampaknya Baron ini memiliki ilmu yang berbeda. Sejenis kanuragan, atau kekebalan tubuh yang dibantu hal-hal ghaib. Karena saat dia mencengkeram leher, sakitnya bisa sampai ke sekujur tubuh.
Ini juga sudah kupelajari.
Ranggasadono adalah keluarga berdarah biru dengan tradisi klenik yang khas. Mereka memiliki hubungan kerabat dengan Bagaswirya dari lereng merapi. Aliran mereka sama, bisnis dibantu dengan dimensi lain.
“Ho… gue rasa lo sengaja mendekati kami karena, lo mau jual info ke Bapak ya?” Devon menebak maksudku. “Bravo, Jackson…” dan ia bertepuk tangan.
Baron masih menatapku sambil memicingkan matanya, kini aku berada dalam pengamatannya, yang mana tujuanku tercapai. Aku memang ingin diperhatikan dan diamati. Paling tidak, kalau aku mati mendadak akan ada pihak yang tahu penyebabnya.
Tidak ada gunanya bagi siapa-siapa sih, karena aku sudah tak memiliki keluarga. Namun sekedar keadilan bisa membuat hati kita tenang.
“Info dari lo bisa menambah uang kas kami, akan banyak pihak yang kami peras. Khehehe.” desis Devon sambil menoleh ke arah Artemis. Artemis hanya mencibir sambil buang muka.
Kini aku tak tahu… Devon ini orang baik atau orang licik.
“Bocah, asal kamu tahu, terkadang keadilan akan tetap disembunyikan untuk keseimbangan alam. Justru kalau diusut akan ada pihak-pihak yang dirugikan, khususnya rakyat kecil.” Kata Devon padaku.
Aku langsung memiliki firasat buruk.
Devon tahu sesuatu.
Bahkan mungkin sebagian dari informasi yang kuajukan ini, dia tahu duduk perkaranya.
Bisa jadi…
Beberapa dari itu adalah hasil kejahatan mereka. Karena pekerjaan mereka ini adalah menyediakan sarana dan prasarana jasa ‘penyimpanan aset khusus’. Dan tidak dijelaskan asetnya dalam bentuk apa. Bisa jadi dalam bentuk manusia atau ‘setengah’ manusia.
Tentunya mereka juga bekerja sama dengan orang dari pemerintahan.
“Apapun itu, Pak Devon… saya hanya menjual. Terserah mau dipakai untuk apa. Dan setelah saya menjual, saya minta dibayar dengan jaminan keselamatan dan pemasukan tetap.” Kataku dengan bahasa resmi. Agar terkesan tegas.
Maksudku dari semua ini, adalah… aku minta direkrut jadi karyawan mereka.
“Bisa jadi kamu akan bekerja seumur hidup, tanpa batasan usia.” kata Devon mencoba menakut-nakutiku.
“Pak Devon juga harus hati-hati dengan keberadaan Hani. Sepertinya kita harus serah terima tanggung jawab ya. Karena anda ini orang yang berpengaruh, cepat atau lambat keluarga Sutjandra akan mengendus kalau pewaris sah belum meninggal. Dan mereka akan memburu kalian. Sementara saya akan leyeh-leyeh sebentar.” Aku mengejeknya.
Artemis menyeringai sambil menatap ke arah Devon. “Kena lo bro.” Ujarnya.
Devon duduk bersandar sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya.
“Kehehehehe,” terdengar kikikan menyebalkan darinya. Aku hafal suara ini.
Saat dia merayu seseorang, atau saat wanita-wanitanya membuatnya senang, dia akan mengeluarkan suara seperti ini. Kode kalau dia masih memegang jurus pamungkas lain.
“Jackson, Jackson, Jackson…” desisnya padaku. Ingin sekali kutonjok langsung mulutnya. Kuharap Hani baik-baik saja saat berada dalam pelukan buaya ini. Awas saja kalau cewek itu sampai kenapa-napa, ku penggal leher si Devon sialan ini.
“Kamu pikir yang tersiksa akan kematian Hana Sasaki hanya Hani seorang? Memangnya kamu lupa kalau Hana Sasaki juga memiliki keluarga yang berduka? Adik yang masih hidup?” kata Devon.
Aku mengernyit menatapnya.
Aku tidak ada hubungannya dengan keluarga Hana Sasaki.
Yang kupikirkan hanya keselamatan Hani.
Untuk apa kupikirkan?
“Kamu bisa saja dituntut salah satu dari mereka, kalau… bukti keterlibatanmu kami berikan. Karena tersangka utama belum kami temukan, ya ditunjuklah kambing hitamnya dulu.” Kata Devon sambil menunjukku.
Sialan orang ini…
Gimn kabar Hani thor?
Selamat hari rays idul fitri madaaammm 😍😍😍🙏🏼🙏🏼🙏🏼
kau kan liat Hana Sasaki pas ada luka g0r0k di lehernya... himawari keadaan baik baik saja...
jelas beda lah Jakson
mksih sdh rajin update teruuusss...
terima kasih up nya Thor séhat selalu 🙏🏻🙏🏻🥰