Kehadiran Damar, pria beranak satu yang jadi tetangga baru di rumah seberang membuat hidup Mirna mulai dipenuhi emosi.
Bagaimana Mirna tidak kesal, dengan statusnya yang belum resmi sebagai duda, Damar berani menunjukkan ketertarikannya pada Mirna. Pria itu bahkan berhasil membuat kedua orang tua Mirna memberikan restu padahal merek paling anti dengan poligami.
Tidak yakin dengan cerita sedih yang disampaikan Damar untuk meluluhkan hati banyk orang, Mirna memutuskan mencari tahu kisah yang sebenarnya termasuk masalah rumahtangga pria itu sebelum menerima perasaan cinta Damar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Foto yang Mengejutkan
Bukannya menuruti perintah Damar, Mirna malah semakin penasaran tetapi kali ini ia lebih hati-hati karena yakin kalau Damar mengawasinya setiap saat.
Semalam tidak sengaja Mirna mendengar perbincangan Rangga dengan Damar via telepon. Sepertinya kedua pria itu membuat janji bertemu dan Mirna bertekad untuk mengikuti kakaknya diam-diam.
Hafal dengan kebiasaan kakaknya yang tidak pernah memeriksa kursi penumpang belakang mobilnya, Mirna sengaja bersembunyi di situ begitu tahu Rangga akan pergi.
Mirna yakin kalau tujuan Rangga adalah bertemu Damar.
Tidak peduli kemana mobil kakaknya melaju, Mirna meringkuk di balik kursi pengemudi, berharap Rangga tidak melakukan pergerakan yang bisa membuat posisinya tidak nyaman hingga terpaksa harus keliar dari tempat persembunyiannya.
Tanpa sadar Mirna menghela nafas lega saat mobil bukan sekedar berhenti tapi Rangga juga mematikan mesin mobilnya.
Mirna benar-benar bersyukur karena Rangga tidak mengunci pintu mobilnya karena sibuk berbicara di telepon entah dengan siapa.
Dengan sangat hati-hati Mirna membuka pintu setelah memastikan suara Rangga tidak terdengar lagi. Dahinya berkerut saat melihat bangunan rumah tinggal di hadapannya.
Pandangan Mirna beredar, mencoba merekam suasana di sekelilingnya dan begitu matanya tertuju pada gerbang utama, Mirna terkejut karena sekarang ia berdiri di halaman rumah yang menjadi tujuan Chika dan Damar sejak pindah dari seberang rumah keluarga Mirna.
Sesaat Mirna bergeming, hatnya menimbang-nimbang antara masuk ke dalam atau menunggu Rangga keluar. Suasana di sekitarnya sepi, tidak terlihat pelayan atau penjaga kebun atau sopir yang biasa mengantar jemput Chika.
Terlanjur ada di tempat ini seharusnya Mirna masuk ke dalam untuk memastikan siapa pemilik rumah ini tapi bisikan lain membuat langkah kakinya berat.
Bagaimana kalau aku bertemu dengan istrinya Damar ? Kenapa hati ini rasanya tidak rela padahal kami tidak punya hubungan apa-apa ?
Mirna menghela nafas dan berniat kembali ke mobil Rangga tapi kakinya tidak bisa sejalan dengan keinginannya karena bukannya berbalik arah, Mirna malah melangkah menuju teras.
Pintu utama yang terbuka seakan menanti kedatangan Mirna. Suasana benar-benar tenang sampai rasanya Mirna bisa mendengar hembusan angin yag ada di sekelilingnya.
Kakinya terus bergerak maju melewati ruang tamu dengan perabotan minimalis dan hanya ada lukisan abstrak di sisi kirinya. Ukurannya juga tidak luas, sepertinya hanya untuk menerima tamu-tamu yang tidak terlalu dekat.
Tiba-tiba kepala Mirna mulai pusing hingga ia memijat-mijat pelipisnya. Wangi ruangan itu membuat kepalanya pening tapi kakiny tidak mau berhenti, terus melangkah semakin ke dalam rumah.
Saat tiba di ruangan yang lebih besar mata Mirna membola, dadanya terasa sesak dan kepalanya semakin pusing.
Foto pengantin yang tergantung di sisi kanannya membuat lutut Mirna langsung lemas, irama jantungnya semakin tidak karuan saat melihat wajah-wajah yang ada di foto berukuran besar itu.
Perutnya mendadak ikutan mual karena terlalu shok melihat foto-foto terpajang apik di atas bufet yang ada di bawah televisi berukuran besar.
Meski tubuhnya mulai sedikit bergetar, Mirna tidak berdiam diri. Ia berkeliling melihat setiap foto yang tergantung di dinding dan di atas lemari kecil yang ada di sisi kirinya.
Diraihnya salah satu pigura yang memperlihatkan Damar, Chika dan seorang wanita yang sangat-sangat dikenalnya.
Tapi bagaimana mungkin wanita itu…….
Mirna terus mengelilingi ruang tengah yang cukup besar. Herannya tidak ada seorang pelayan di dalam rumah besar itu, suara Chika juga tidak terdengar padahal sekarang sudah waktunya bocah itu pulang dari sekolah.
Langkah Mirna terhenti, tertegun di depan pintu kaca yang membatasi ruang dalam dan teras belakang.
Tiga orang pria sedang duduk sambil berbincang di kursi kayu yang ada di situ. Satu dalam posisi membelakangi pintu dan 2 lagi duduk menyamping, masing-masing di ujung meja yang berseberangan.
Mirna masih bergeming saat pria yang duduk membelakanginya berdiri dan berjalan ke arah pintu kaca.
“Mirna !”
Damar tertegun, terkejut melihat Mirna sedang berdiri kaku menghadap ke arahnya.
Dua pria yang tidak lain Rangga dan Ardi langsung menoleh saat mendengar Damar menyebut nama Mirna.
Keduanya juga terkejut seperti Damar bahkan Rangga langsung beranjak dari kursi dan berjalan ke arah pintu, melewati Damar yang masih terpaku.
“Bagaimana kamu bisa kemari ?” tanya Rangga sambil memegang lengan adiknya.
Mirna tidak menjawab, tatapannya tetap fokus menatap Damar yang perlahan mendekatinya.
Rangga pun menepi, membiarkan Damar berhadapan dengan Mirna yang kelihatan sedikit gemetar.
“Apa maksud semua ini ?” tanya Mirna dengan suara sedikit terbata.
Damar memegang kedua bahu Mirna yang semakin bergetar.
“Aku akan menjelaskan semuanya.”
Mirna tidak menolak saat Damar merangkul bahunya dan membimbing Mirna duduk di sofa yang ada di ruang tengah diikuti Rangga.
Tidak lama Ardi menyusul masuk dan ikut duduk di salah satu sofa yang kosong.
pergi ke akhirat mgkin
ah... lama2 jadi maminya sendiri