WANITA MAUT

WANITA MAUT

Part 1

Pagi itu, sinar matahari masuk melalui tirai-tirai sutra yang menjuntai di kamar tidur Citra. Kamarnya yang luas dengan perabotan mewah dan hiasan-hiasan artistik tampak berkilauan. Di sisi tempat tidurnya, meja kecil penuh dengan kosmetik dan parfum mahal. Citra terbangun dari tidurnya dengan malas, meraih ponselnya, dan mulai memeriksa pesan-pesan yang masuk.

"Selamat pagi, Nona Citra," sapa Maria, pelayan pribadi Citra, sambil membawa nampan berisi sarapan lengkap dengan jus jeruk segar.

"Selamat pagi, Maria," jawab Citra singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. "Apa agenda hari ini?"

Maria meletakkan nampan di meja samping tempat tidur dan membuka buku catatannya. "Hari ini, Nona punya jadwal spa pukul 10.00, pertemuan di kampus dengan dosen pembimbing pukul 14.00, dan makan malam dengan keluarga di restoran La Grande pukul 19.00."

Citra mengangguk. "Baiklah. Pastikan mobil siap sebelum pukul 9.30. Aku tidak mau terlambat ke spa."

"Siap, Nona Citra," jawab Maria dengan hormat, lalu meninggalkan kamar.

Setelah sarapan, Citra berjalan menuju lemari pakaiannya yang besar. Deretan pakaian desainer dan aksesori mahal tersusun rapi di dalamnya. Ia memilih gaun kasual namun elegan dan memadukannya dengan sepatu hak tinggi. Sebelum keluar, ia melihat dirinya di cermin besar di sudut kamar, memastikan penampilannya sempurna.

Di lantai bawah, ayah dan ibu Citra sedang menikmati sarapan di ruang makan yang luas. Ayahnya, Pak Gunawan, adalah seorang pengusaha sukses dengan kerajaan bisnis yang luas. Ibunya, Bu Ratna, adalah seorang sosialita terkenal yang sering muncul di majalah-majalah mode.

"Selamat pagi, Ayah, Ibu," sapa Citra sambil duduk di kursinya.

"Selamat pagi, sayang," jawab Bu Ratna dengan senyum. "Bagaimana tidurmu?"

"Seperti biasa, Ibu. Aku hanya sedikit lelah dengan jadwal yang padat," kata Citra sambil mengaduk-aduk secangkir kopi.

Pak Gunawan menurunkan korannya dan melihat ke arah Citra. "Ingat, nak, kerja keras dan disiplin adalah kunci sukses. Ayah bangga melihatmu mengikuti jejak kami."

Citra tersenyum tipis. "Tentu, Ayah. Aku akan melakukan yang terbaik."

Setelah sarapan, Citra menuju garasi di mana mobil sport merahnya sudah menunggu. Supir pribadinya, Pak Arif, membuka pintu mobil dan menunggu Citra masuk.

"Ke spa, Pak Arif," perintah Citra.

"Baik, Nona," jawab Pak Arif sambil menyalakan mesin dan mengarahkan mobil keluar dari halaman rumah.

Di perjalanan, Citra memandangi pemandangan kota dari balik jendela mobil. Gedung-gedung tinggi, toko-toko mewah, dan keramaian jalanan semuanya terasa seperti bagian dari dunianya yang sempurna. Sesampainya di spa, Citra disambut oleh staf yang sudah mengenalnya dengan baik.

"Selamat datang, Nona Citra. Kami sudah menyiapkan semua perawatan untuk Anda," kata salah satu staf dengan senyum ramah.

"Terima kasih," jawab Citra sambil melepas kacamata hitamnya dan menyerahkannya pada staf. "Aku ingin relaksasi total hari ini."

Perawatan di spa berlangsung selama beberapa jam, membuat Citra merasa segar dan siap menghadapi hari. Setelah selesai, ia kembali ke mobil dan menuju kampus. Sesampainya di kampus, Citra berjalan dengan percaya diri menuju gedung fakultas, menarik perhatian banyak mahasiswa yang mengenalnya.

Di ruang dosen, ia bertemu dengan Pak Hendra, dosen pembimbingnya.

"Selamat siang, Pak Hendra," sapa Citra sambil duduk di kursi di depan meja dosen.

"Selamat siang, Citra. Bagaimana progres penelitianmu?" tanya Pak Hendra.

"Semua berjalan lancar, Pak. Saya sudah mengumpulkan data yang diperlukan dan sedang dalam tahap analisis," jawab Citra dengan percaya diri.

"Bagus. Pastikan kamu menyelesaikannya tepat waktu. Ini adalah proyek penting," kata Pak Hendra dengan nada serius.

"Tentu, Pak. Saya akan bekerja keras untuk itu," jawab Citra.

Citra tidak hanya menunjukkan sikap angkuh dan sombong melalui perkataan, tetapi juga melalui tindakannya sehari-hari. Ia sering kali berbicara dengan nada merendahkan kepada orang-orang yang bekerja untuknya, seperti Maria dan Pak Arif. Ketika sesuatu tidak berjalan sesuai keinginannya, ia tak segan-segan untuk menyalahkan mereka tanpa alasan jelas.

Di kampus, Citra menunjukkan sikap yang sama. Ia sering menganggap remeh teman-temannya dan tidak mau bergaul dengan mereka yang dianggapnya tidak sepadan. Saat berbicara dengan Pak Hendra, dosennya, ia lebih fokus pada penampilannya dan bagaimana ia terlihat di mata orang lain, daripada benar-benar memperhatikan nasihat dan bimbingan yang diberikan.

Citra juga terkenal suka memamerkan kekayaannya. Saat berkumpul dengan teman-temannya, ia sering membicarakan barang-barang mewah yang dimilikinya, perjalanan-perjalanan eksotis yang pernah ia lakukan, dan pesta-pesta mewah yang ia hadiri. Hal ini membuat banyak orang di sekitarnya merasa tidak nyaman, namun Citra tidak peduli.

Dalam situasi sosial, Citra tidak sungkan untuk memotong pembicaraan orang lain dan memonopoli perhatian. Ia selalu ingin menjadi pusat perhatian dan tidak suka jika ada orang lain yang mendapatkan sorotan lebih darinya. Sikapnya yang egois ini membuatnya dijauhi oleh banyak orang, namun Citra tidak menyadarinya karena ia terlalu sibuk dengan dunianya sendiri.

.

.

Setelah pertemuan di kampus, Citra kembali ke rumah untuk bersiap-siap menghadiri makan malam keluarga di restoran mewah. Malam itu, mereka duduk di meja yang dikelilingi oleh suasana elegan dan mewah.

Malam itu, setelah makan malam bersama keluarganya di restoran mewah, Citra memutuskan untuk pergi ke klub malam favoritnya. Ia segera mengirim pesan ke teman-temannya untuk mengatur pertemuan di klub tersebut.

Di rumah, setelah selesai bersiap-siap, ia turun ke lantai bawah dengan gaun malam yang glamor. Pak Arif sudah menunggu di garasi dengan mobil sportnya.

"Ke klub malam Blue Lounge, Pak Arif," perintah Citra dengan nada bosan.

"Baik, Nona Citra," jawab Pak Arif sambil menyalakan mesin dan mengarahkan mobil keluar.

Saat tiba di klub malam, Citra langsung disambut oleh staf yang mengenalnya dengan baik. Ia berjalan dengan anggun menuju area VIP yang sudah dipesan sebelumnya. Di sana, teman-temannya sudah menunggu.

"Citra! Kamu selalu tampil memukau!" seru Rina, salah satu teman dekatnya, sambil memeluknya.

"Tentu saja, sayang. Apa gunanya hidup kalau tidak dinikmati?" jawab Citra sambil tertawa.

Malam itu, Citra dan teman-temannya menghabiskan waktu dengan menari, minum-minum, dan menghamburkan uang tanpa pikir panjang. Setiap kali pelayan datang dengan minuman baru, Citra dengan angkuh menyodorkan kartu kredit ayahnya tanpa melihat total tagihan.

"Pesan lagi, malam ini kita pesta sampai pagi!" seru Citra sambil mengangkat gelasnya.

"Tentu, Citra! Kamu memang yang terbaik!" sahut teman-temannya dengan penuh semangat.

Sambil menikmati musik yang berdentum keras dan lampu-lampu berwarna-warni, Citra merasakan kepuasan dari perhatian yang ia dapatkan. Namun, di balik senyum dan tawa, ada perasaan kosong yang mulai merayap di hatinya.

Pukul tiga pagi, saat klub mulai sepi, Citra dan teman-temannya memutuskan untuk pulang. Di luar, Pak Arif sudah menunggu dengan sabar.

"Ke rumah, Pak Arif," perintah Citra dengan nada sedikit mabuk.

"Baik, Nona Citra," jawab Pak Arif dengan nada prihatin.

Dalam perjalanan pulang, Citra memandangi pemandangan kota yang perlahan sepi. Ia teringat nasihat ayahnya tentang kerja keras dan disiplin, namun dengan cepat menepisnya dari pikiran. Baginya, hidup adalah tentang menikmati setiap momen, meski harus menghambur-hamburkan uang ayahnya.

Keesokan paginya, Citra terbangun dengan kepala yang berat akibat pesta semalam. Maria datang membawa sarapan seperti biasa.

"Selamat pagi, Nona Citra. Bagaimana malam Anda?" tanya Maria dengan sopan.

"Biasa saja, Maria. Seperti malam-malam sebelumnya. Aku butuh aspirin, kepalaku sakit sekali," jawab Citra sambil memijat pelipisnya.

"Tentu, Nona. Akan saya ambilkan," kata Maria sambil bergegas keluar.

Setelah Maria pergi, Citra duduk di tempat tidurnya dan menatap sekeliling kamarnya yang mewah. Sekilas, hidupnya tampak sempurna, namun ia mulai merasakan ada sesuatu yang hilang. Ia merasa semakin sulit menemukan kebahagiaan sejati di balik kemewahan dan pesta-pesta yang ia jalani.

Hari itu, Citra memutuskan untuk menghabiskan waktu di rumah, merenungkan hidupnya dan mencari jawaban atas perasaan kosong yang mulai menghantui hatinya. Tanpa disadari, hidupnya sedang menuju titik balik yang akan mengubah segalanya.

Terpopuler

Comments

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓

Hai ka
gabung cbm yu
untuk belajar dan main brg
caranya follow dl ya
nnti ak mskn gc thx

2024-08-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!