NovelToon NovelToon
Satu Satunya Yang Tak Terpilih

Satu Satunya Yang Tak Terpilih

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Light Novel
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: nazeiknow

Oiko Mahakara bukan siapa-siapa.
Di sekolah, dia hanya bayangan yang selalu diinjak.
Tertawa orang lain adalah derita baginya.
Tapi ketika cahaya menelan dunia lamanya, semuanya berubah.

Dipanggil ke dunia lain bersama murid-murid lainnya, takdir mereka tampak seperti cerita klasik: menjadi pahlawan, menyelamatkan dunia.

Namun, tidak semua yang datang disambut.
Dan tidak semua kekuatan... bersinar terang.

Ketika harapan direnggut dan dunia membuangnya, dari kehampaan… sesuatu terbangun.

Kegelapan tidak meminta izin. Ia hanya mengambil.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nazeiknow, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 21: di lembah kematian

Mereka melanjutkan perjalanan

Langkah Langkah...

Langkah-langkah mereka terus terdengar di antara daun-daun gugur yang menghampar. Pepohonan menjulang tinggi, sinar matahari hanya mampu menyusup tipis di sela dedaunan. Udara hutan terasa lembap, namun tak terlalu pengap. Hari sudah memasuki siang menjelang sore.

Oiko berada di tengah barisan. Mikami di depan, dengan langkah santai dan sedikit melenggak. Sizu di sebelahnya, tetap dingin dan waspada. Di sisi lain, Rinya berjalan di samping Oiko sambil mengayun-ayunkan tangannya kecil dengan ceria.

Tanpa disadari, mata Oiko melirik ke dada Mikami dari belakang.

Melihat siluet tubuh Mikami yang tidak mengenakan pelindung dada terlalu ketat, Oiko mendadak diam.

Lalu..

Mikami menoleh cepat.

“Hei! Jangan ngelihatin dada orang dong!!”

Sontak Mikami menutupi dadanya dengan dua tangan.

“Aku cuma... lihat ke depan aja,” jawab Oiko setengah bohong.

Sizu melirik Oiko datar.

“Kalau aku?” tanyanya.

Oiko menoleh ke Sizu, melihat dada Sizu... yang flat.

Ia menyipitkan mata.

“Datar.”

Sizu berhenti melangkah. Menoleh ke Oiko.

“Apa yang datar?”

Oiko mengangkat tangan menunjuk ke tanah.

“Itu... jalannya datar.”

Sizu masih menatap, diam.

Tiba-tiba...

“PUMP!”

Rinya meremas dada Mikami dari samping.

Mikami terlonjak, wajahnya memerah.

“Rinyaaaa!! Itu gak sopan!!” teriak Mikami sambil menunduk panik.

“Kenapa kau ngelakuin itu?!”

Rinya menatap polos.

“Aku penasaran... Oiko tadi lihat ke sana, berarti ada yang menarik, kan?”

Oiko pura-pura menatap ke langit, menahan tawa.

“Langit cerah hari ini, ya…”

Sizu mendengus kecil sambil lanjut berjalan.

Setelah beberapa saat perjalanan melewati pepohonan lebat, mereka menemukan sebuah pohon besar yang unik.

Pohon itu tinggi menjulang, dengan batang seperti membentuk spiral dan daun berkilau seperti kaca.

Yang paling mencolok adalah buah-buah berwarna ungu kebiruan yang menggantung lebat di cabangnya.

Oiko langsung melirik ke depan.

“Itu… buah apa ya?”

Buah itu bulat seperti apel, tetapi memiliki permukaan sedikit berkilau. Bentuknya terlalu aneh untuk buah biasa.

Sizu dan Mikami mendekat.

Mikami mengangguk sambil memperhatikan.

“Kelihatannya matang. Tapi... ini hutan Lembah Kematian, loh. Bisa aja buah beracun.”

Oiko menyipitkan mata ke arah pohon.

“Kalau kita makan, bisa keracunan nggak ya?” tanyanya sambil melangkah lebih dekat.

Rinya menatap buah itu.

“Coba aja dulu, Oiko,” ucapnya ringan.

Oiko menoleh cepat, matanya menyipit ke Rinya.

“Kalau aku keracunan?”

Rinya menjawab polos.

“Ya... nggak tau...”

Oiko hanya menatap Rinya tajam, lalu mendengus pelan.

Rinya tertawa kecil sambil agak menjauh takut.

Tiba-tiba Sizu melompat ke atas, ringan dan cepat seperti biasa. Dalam satu gerakan akrobatik, dia meraih satu buah dari pohon dan mendarat kembali ke tanah tanpa suara.

Tanpa ragu, ia langsung menggigit buah itu.

Mikami terkejut.

“Eh?! Ga dikupas dulu?!”

Sizu tetap tenang, mengunyah tanpa ekspresi.

“Rasanya… manis. Agak asam di belakang lidah. Tapi enak.”

Oiko jalan mendekat, meraih satu buah juga. Ia menatap buah itu di tangannya.

Permukaan buah terasa dingin. Teksturnya padat, seperti apel, tapi kulitnya agak lembut.

Di dalam pikiran Oiko...

“Ini aman gak ya... Kalau aku pingsan, siapa yang bawa Rinya? Tapi Sizu udah makan... harusnya aman. Tapi gimana kalau Sizu itu tahan racun?”

Oiko menghela napas dalam-dalam.

Lalu, dengan pelan, ia menggigit buah itu.

Rasanya langsung menyebar di lidah.

Manis, lalu berubah jadi asam segar, lalu ada sensasi seperti daun mint… tapi hangat. Aneh, tapi menyenangkan.

Oiko mengunyah perlahan.

“Hmmm… enak juga…”

Mikami akhirnya ikut-ikutan mengambil satu buah.

“Kalau kalian semua makan dan nggak pingsan… ya aku juga.”

Satu per satu mereka menikmati buah misterius itu.

Rinya paling terakhir menggigit.

“Manis~!”

Oiko menatap Rinya makan dengan riang.

Hatinya sedikit hangat. Perjalanan mereka masih jauh, tapi momen kecil seperti ini terasa seperti hadiah.

Mereka duduk di bawah pohon itu sejenak, bersandar di batang yang hangat oleh sinar matahari.

Angin sejuk berhembus lembut.

Buah-buah misterius itu bergoyang pelan di atas kepala mereka.

Untuk sesaat, Lembah Kematian tak terasa terlalu mematikan.

Hening....

Tidak lama...

“Ayo lanjutkan perjalanan. Masih sangat jauh.”

Suara Oiko terdengar mantap. Ia berdiri, menepuk-nepuk celananya yang berdebu dan menatap ke depan.

Rinya, Mikami, dan Sizu pun ikut berdiri, meninggalkan tempat pohon buah misterius itu.

Langkah demi langkah, mereka mulai masuk ke bagian hutan yang lebih sunyi dan gelap.

Angin mulai berhenti bertiup, seolah hutan menyimpan napasnya.

Pepohonan tak terlalu rapat, tapi akarnya menjalar seperti menjebak.

Perjalanan mereka berlanjut melewati semak-semak berduri dan batu-batu besar yang berserakan. Langkah mereka mengikis dedaunan kering, suara “krek krek” jadi satu-satunya yang terdengar selain napas mereka.

Tak lama kemudian, Sizu yang di depan berhenti mendadak.

“Hati-hati.”

Di hadapan mereka, sebuah lubang besar menganga di tanah.

Tak terlihat dasar lubang itu. Lubangnya seperti membentuk spiral menurun gelap ke bawah.

Oiko melangkah mendekat, menatap ke dalamnya.

“Apa ini... lubang alami?”

Ia mencondongkan tubuh sedikit ke depan, mencoba melihat lebih jelas.

BRAKK!

Sizu menendang punggung Oiko.

“Turun sana...”

“Eeeh maaf ga sengaja...”

“UWAAA!!!”

Oiko jatuh ke dalam lubang. Tubuhnya melayang turun, lalu menghilang ditelan kegelapan.

“OIKOOOOO!!!”

Rinya dan Mikami berteriak bersamaan.

Mereka refleks bergerak maju, tapi lubangnya terlalu curam.

Sementara itu, Sizu hanya berdiri santai... lalu tanpa bicara, ikut lompat ke dalam.

“Wah—eh—jangan sendiri!!”

Rinya panik, lalu melihat ke belakang sebentar.

Kemudian dengan gigi gemetar, ia memberanikan diri melompat.

“AAAAAAAAAA!!!”

Tubuh kecil Rinya ikut menghilang ke kegelapan.

Tinggal Mikami sendirian. Ia menggertakkan gigi.

“Kenapa semuanya selalu begini...”

Dengan satu tarikan napas, ia pun melompat juga.

Di dasar lubang...

“DUGH!!”

Oiko terhempas duluan ke dasar keras.

“Uhhh... tulang... tulangkuaa...”

Belum sempat bangun, BRAAKK!!

Sizu mendarat di atas tubuh Oiko.

“UHHHHHHH!!!”

“BERAT—!!”

Sizu berdiri, mendorong tubuh Oiko ke samping seperti karung kentang.

“Maaf.”

Oiko masih meringis.

“Kau itu naga atau gorila?!”

Tak lama kemudian..

“UWAAAAAAAA—DUMM!!!”

Rinya jatuh tepat di atas kepala Oiko.

“UHHHHHHHHH!!! KEPALAAAKU!!”

Rinya bangun cepat-cepat.

“Oiko, kamu gak papa?!”

Oiko tidak menjawab.

Ia tergeletak, tangan ke samping, mata terbuka setengah.

Lalu...

“DUMMMM!!!”

Tubuh Mikami menghantam tubuh Oiko dari atas dengan efek keras seperti meteorit.

“AAAAAAAAAAAAAA!!!”

Oiko kejang sebentar.

Mikami panik langsung berdiri, mengguncang bahunya.

“Oiko! Bangun! Aku gak sengaja!! Aku terlalu berat ya?!”

Rinya juga panik, melihat wajah Oiko pucat.

“Oikooo… sadar… sadar dong...”

Oiko membuka satu matanya perlahan.

“Kenapa... aku selalu jadi... bantalan... hidup...”

Ia lalu menutup mata lagi dengan suara pelan.

“Aku ingin tidur 300 tahun...”

Sizu menatap datar.

“Kalau kamu tidur segitu lama, Rinya yang bawa kamu.”

“NGGAK MAU!!” jerit Rinya sambil cemberut.

Setelah beberapa menit, Oiko berhasil duduk sambil memegangi punggung dan kepala.

Mereka semua mulai melihat ke sekeliling.

Tempat ini seperti goa luas yang dalam.

Dindingnya basah dan penuh lumut, bentuknya melengkung seperti taring raksasa.

Udara di dalam sangat dingin dan lembap.

Langit-langitnya tinggi dan dipenuhi akar menjulur turun, seakan ingin menangkap mereka.

Suasana benar-benar mencekam.

Gelap, hanya cahaya samar dari atas lubang yang masuk.

Rinya menggenggam tangan Mikami.

“Serem…”

Mikami menoleh ke Oiko.

“Gimana, kita coba cari jalan keluar dari sini?”

Oiko berdiri perlahan, menepuk celana dan melirik ke lubang di atas.

“Kita terlalu dalam. Gak mungkin naik pakai tangan kosong. Kita harus cari jalan lain.”

Sizu berjalan ke depan, mengamati goa dengan seksama.

“Aku mencium bau... air. Sepertinya ada aliran sungai di dalam. Mungkin itu jalan keluar.”

Rinya merapat ke Oiko.

“Kalau ada air... berarti bisa ada monster juga...”

Oiko mengangguk pelan.

“Di tempat segelap ini, semua kemungkinan bisa terjadi.”

Mereka mulai melangkah perlahan ke arah lorong gelap, dengan Oiko di tengah, Mikami di belakang, dan Sizu tetap di depan.

Langkah-langkah mereka kini menyisakan gema.

Cipratan air menetes dari dinding, menambah kesan bahwa mereka telah memasuki perut bumi....

1
Protocetus
jika berkenan mampir ya ke novelku Frontier
HarusameName
bukan hasil AI 'kan, ini?
HarusameName: Narasinya bagus, loh! Nice work.
nazeiknow: kalau ga libur up chapter nya per hari "Minggu"
total 4 replies
nazeiknow
JANGAN LUPA LIKE TEMAN BIAR SAYA LEBIH SEMANGAT MENULIS CERITA INI KALAU BISA LOVE LOVE DI PENCET 😉
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!