🌹Alan Praja Diwangsa & Inanti Faradiya🌹
Ini hanya sepenggal cerita tentang gadis miskin yang diperkosa seorang pengusaha kaya, menjadi istrinya namun tidak dianggap. Bahkan, anaknya yang ada dalam kandungannya tidak diinginkan.
Inanti tersiksa dengan sikap Alan, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain berdoa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamparan
🌹VOTE🌹
AUTHOR POV
Mungkin sekaranglah terakhir Inanti menjadi istrinya Alan, hari ini terakhir Inanti melayaninya. Dia minta dimasakan sayur asem dan goreng tempe. Inanti melakukan yang terbaik, dengan tatapan sulit fokus karena air mata.
"Udah mateng?"
"Sebentar lagi," ucapnya membalikan tempe, menunggu sampai kekuningan.
Alan menunggu di ruang televisi yang terhubung langsung dengan dapur, melihatnya menelpon. "Hallo, Del, Loe dimana?"
Inanti yakin Alan menelpon Delisa.
"Jangan deh, beliin yang warna cokelat, Van cantik pake warna itu."
Dan mereka membicarakan Vanesa.
"Iyalah, gue masih di rumah. Engga kok, malem juga pulang ke apart."
Alan tertawa, entah apa yang dikatakan Delisa di telpon.
"Iya gue tau, gue juga niatnya kaya gitu. Jangan dibikin pusing sih, biarin aja."
Kali ini Alan berdecak. "Iya, pake kartu kredit gue aja, asal jangan loe yang ngabisin, kalau Vanesa sih gue ridho."
"Iya, pesta nikahan si Aldy 'kan? Gue soalnya mau pake kemeja cokelat, biar senada aja."
Oh pantesan, mau kondangan toh.
"Hahahaha, mata loe yang belek, kagak lah. Awas lah, gue mau makan dulu."
Sebelum Alan bertanya lagi, Inanti segera berkata, "Sudah siap, Kak."
Dia tidak menjawab, hanya datang dan makan makanan yang Inanti sajikan.
"Inan mau sholat maghrib dulu," kata Inanti meninggalkannya untuk berwudhu.
Bersujud, menangis dan memasrahkan semuanya pada yang Maha Kuasa.
Jika ini yang terbaik, jika Tuhan memberikan jalan kebahagiaan melalui ini, Inanti siap melewatinya.
Tapi satu yang ingin lakukan sebelum semuanya berakhir. Inanti mengambil foto USG terbaru, keluar dan mendekati Alan yang baru selesai makan.
"Kak?"
"Ya, kenapa?"
"Ini." Inanti menyerahkannya.
Alan tidak melihatnya, dia sibuk dengan ponselnya. "Apa ini?"
"Foto."
"Nanti saya lihat."
"Kakak mau nginep di sini?"
"Engga, abis ini mau pulang."
Alan masih terfokus dengan ponselnya, sedang chattingan dengan seseorang. Inanti masih berdiri di depannya, sampai akhirnya Alan mengambil foto itu. Inanti senang, mengira akan melihatnya. Nyatanya dia malah memasukannya ke kantong belakang. "Saya mau pulang."
"Iya, Kak."
Yang tadinya menatap ponsel dengan ceria, tatapannya menjadi dingin saat melihat Inanti, apalagi bagian perut, yang Inanti langsung tutupi dengan pelukan. "Perlu yang lain?"
"Engga."
Tatapannya entah mengapa, terpaku pada perut, seperti sedang meneliti. Sampai akhirnya suara bunyi pesan mengalihkan.
Inanti mengabaikan, memilih membereskan bekas makan Alan.
Namun, ketika itu Inanti tidak sengaja melihat pesan yang sedang dibacanya.
Vanesa💖 : Look at me…
Vanesa💖 : Berikan komentarmu, berapa banyak kau pusing melihatku?
Dan Alan membalasnya dengan….
Me : 😘
Menyakitkan memang, tapi apa yang bisa Inanti perbuat.
Dia memasukan kembali ponselnya. "Kunci pintu."
"Iya, Kak."
Inanti mengikutinya dari arah belakang menuju pintu keluar.
"Kakak ga pake jaket? Mau Inan ambilin?"
"Ga usah."
"Hati-hati di jal--" Belum juga kalimat itu selesai, Alan sudah keluar dari rumah meninggalkan. Tidak ada jawaban, tidak ada salam ataupun interaksi pada anaknya.
Dia benar-benar tega.
🌹🌹🌹
"Assalamualaikum…"
Untuk ketiga kalinya, seseorang diluar pagar memanggil. Inanti segera mengakhiri sholat dhuha, memakai hijab dan segera mendekati sumber suara.
Tukang pos ternyata.
"Waalaikumsalam." Inanti membuka pagar. "Ada apa, Mas?"
"Dengan istrinya Pak Alan?"
"Iya, saya sendiri."
"Ini ada kiriman dari Pak Alan?"
"Untuk saya?" Inanti kaget.
Setelah tukang pos minggat, Inanti buru-buru membawanya ke kamar untuk membuka isinya. dan isinya…. Subhanallah indah sekali…. Gaun? Alan ngasih Inanti gaun?
Segera Inanti berdiri, menyamakannya dengan tubuhnya. Kepanjangan, tapi bagus banget, gaun warna abu, berkilauan. Inanti mana pernah pake yang ginian, pas nikah sama Alan aja pake kemeja doang.
Inanti mencobanya, hingga membuat gaun itu sobek.
"Ih…. Robek, aduh gimana dong?"
Inanti binging.
"Dijahit aja deh sendiri. Aaa…. Malah sobek, mana ini dari Kak Alan. Sayang banget."
Asli, Inanti merasa cantik pakai gaun ini. Sampai akhirnya suara pintu terbuka kembali terdengar. Itu pasti Alan!
"Kak Alan, Inan terima bajunya, tap--"
"Kenapa loe pake baju gue, *****?!"
Vanesa? Delisa? Kenapa mereka lagi?
"A…. Apa?" Inanti mencoba mempertahankan diri saat Vanesa hendak menarik baju dari tubuhku.
"Van, Van, loe tenang dulu, Van."
"Del! Ni cewek pake baju gue! Baju gue yang dibeliin Alan!"
"Van, tenang dulu!"
"Kak Alan ngasih ini buat Inan, tukang pos nya sendiri yang bilang ini buat istrinya."
"Dasar *****!"
"Vanesa!"
Inanti merasakan tubuhnya mendidih, air mata Inanti tidak tahan untuk keluar. Vanesa menaparnya, begitu keras hingga Inanti merasakan pipinya panas.
"Van, udah!"
"Dasar cewek nyebelin!"
"Van, udah!"
Delisa menarik Vanesa keluar, meninggalkan Inanti yang bersimpuh di atas lantai sambil memegangi perutnya yang membesar.
Delisa kembali masuk setelah mengeluarkan Vanesa, dia melemparkan uang padaku. Beberapa lembar ratusan.
"Ni uang buat loe beli daster, dasar cewe *****."
🌹🌹🌹
Tbc