Dia terjerat dalam sebatas ingatan dimana sebuah rantai membelenggunya, perlakuan manis yang perlahan menjeratnya semakin dalam dan menyiksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Tahu Malu
Saat Mario akan bekerja, Valeri sudah siap dan menunggu di depan mobil.
Melihat Valeri yang berdiri dengan tersenyum Mario mengeryit. "Sedang apa kau?"
"Aku akan ikut bekerja," ucap Valeri.
Mario mendengus. "Untuk apa?"
"Hanya ikut saja." Valeri masih tersenyum.
"Tidak." Mario menyingkirkan tubuh Valeri dari depan pintu, dan dia sendiri segera masuk. Baru saja akan menutup pintu Valeri segera menahan dan masuk bahkan duduk di pangkuan Mario.
"Aku akan tetap ikut." Mario menatap tajam pada Valeri yang malah melingkarkan tangannya di bahunya.
Tak peduli Mario menatapnya bengis, Valeri justru tersenyum. Sejak di meja makan tadi dia merasa bentuk keras di antara selangkangannya pria ini. Jadi Valeri tahu Mario mungkin tergoda dengannya, hanya saja dia tak mau mengakuinya. Lalu sekarang, Valeri merasa jika benda di bawahnya kembali bergerak mengeras.
"Lagi pula waktu itu aku juga ikut." Valeri menatap Mario dengan poppy eyes-nya.
Mario mendengus. "Apa rencanamu sebenarnya?" Mario menekan jarinya di dahi Valeri.
"Rencana?"
"Jangan pura-pura bodoh. Kau berlaku manis seperti ini, untuk apa? Jangan berpikir dengan melakukan ini aku akan menyukaimu. Kau bermimpi saja, kau hanya jalang. Tawananku." Mario bahkan menekankan kata- katanya.
Perkataan Mario sebenarnya sangat menyakitkan, namun Valeri berusaha tetap tersenyum. "Aku manis? Sungguh? Tidak masalah. Lagi pula kamu mengakuinya. Aku manis. Dan inilah aku. Kau tahu?" Dari semua perkataan Mario Valeri hanya menanggapi kata 'berpura-pura manis' yang artinya pria itu mengakui jika dirinya memang manis.
Dibalik itu Valeri merasa jantungnya berdebar kencang karena menunggu reaksi kejam yang akan Mario lakukan. Entah apa itu. Tapi semuanya tidak pernah berakhir baik.
Mario mengeraskan rahangnya saat Valeri menggodanya dengan menyandarkan kepalanya di dada Mario. Tangannya mengepal erat karena rasa mendesak dalam dirinya. Tentu saja sejak tadi bagian bawah tubuhnya tak bisa dia kendalikan. Tak ingin tunduk pada rayuan Valeri, Mario mendorong Valeri hingga terjatuh.
Brugh...
"Akh!" Valeri berdesis sakit, saat tubuhnya terjatuh di bawah kaki Mario. Pria itu bahkan melemparnya dengan kencang dan sekali sentakkan.
Valeri mendongak dan menatap pada Mario yang acuh. Dia berusaha bangun diantara laju mobil. Beruntung guncangan tak terlalu berarti hingga Valeri bisa bangun dengan mudah dan duduk di sebelah Mario.
"Jangan macam- macam dengan ku Valeri," ucap Mario dengan tajam.
Valeri menunduk melihat dirinya meski tidak terluka tapi tetap saja tubuhnya sakit sebab pria itu melemparnya sangat kencang. "Baik." Mario menoleh mendengar suara tak acuh Valeri, melihat gadis itu meneliti tubuhnya dia menyadari jika mungkin dia melempar Valeri terlalu kuat.
Mario memalingkan wajahnya tak ingin melihat Valeri yang menunduk dan terlihat sedih, bibirnya cemberut menandakan jika dia sedang kesal.
....
Tiba di perusahaan Mario keluar dari mobil diikuti Valeri yang langsung menggandeng lengan Mario.
Saat Mario akan menepis Valeri justru mengeratkan pegangannya. "Jangan membuat namamu rusak? Apa anggapan orang, kalau kamu sering menyiksa istrimu."
Mario mengerutkan keningnya tak suka "Kau mengancamku?"
"Apa aku bisa? Lagi pula aku hanya berperan sebagai istri yang baik."
"Jangan jadi gadis yang tak tahu malu." Mario berdecak lalu melanjutkan langkahnya.
Saat tiba di lobi, mereka di sambut Rey yang langsung mengikuti langkah Mario memasuki lift.
Valeri merasakan tatapan dari para karyawan Mario, namun dia acuh dan terus menempelkan tubuhnya di tangan Mario, hingga mereka tiba di ruangan Mario barulah Valeri melepaskan gandengannya.
"Tuan peserta rapat sudah berkumpul," ucap Rey saat Mario baru saja duduk.
"Aku tahu. Aku akan datang sebentar lagi." Mario melihat pada Valeri yang meneliti seluruh ruangannya. Rey yang menyadari maksud Mario segera mengangguk dan pergi.
Setelah pintu tertutup Mario kembali menatap Valeri. "Siapa yang memberimu keberanian untuk melakukan semua ini?" ucap Mario dengan tajam.
Valeri menoleh. "Apa yang salah? Karena aku hanya anak pembunuh kekasihmu?"
Mario mengeraskan rahangnya. Nampak sekali jika pria itu menahan marah. "Tapi, sayang sekali namaku tercantum di surat nikah itu, kan? Itu berarti siapapun aku, aku tetap istrimu," ucap Valeri tak peduli.
Valeri mendudukkan dirinya di sofa panjang. "Rey bilang kamu akan rapat bukan? Aku akan menunggu disini. Aku akan jadi istri yang baik, tentu saja," ucapnya acuh tak acuh.
Mario benar-benar terlihat marah lalu pergi.
Valeri menghela nafasnya setelah pintu tertutup menelan Mario dan meninggalkannya di ruangan tersebut.
Valeri kembali mengedarkan pandangannya hingga dia memutuskan beranjak dan pergi ke arah meja Mario.
Meja kerja tersebut sangat rapi. Ada beberapa berkas di atas meja yang tertata, lalu laptop yang tertutup dan satu benda yang menarik perhatian Valeri. Bingkai foto yang tentu saja sama seperti di ruang kerja pria itu di rumah. Wajah Yasmine. Valeri duduk di kursi kebesaran Mario lalu diam dengan menatap wajah Yasmine.
"Bagaimana denganmu, Nona? Apa kau tak rela pergi dari kehidupan Mario?" Valeri mendengus. "Apa aku gila bertanya padamu?" Valeri menopang dagunya dengan kedua tangan yang dia tekan di meja dan menatap wajah cantik yang terbingkai di depannya.
"Benar memang. Bersaing dengan orang yang sudah tiada itu lebih sulit dibanding bersaing dengan orang yang masih hidup, karena bagaimana pun orang itu pasti membekas di hati. Tapi, bukankah kau juga harus merelakannya? Kau sudah tiada. Jadi, biarkan Mario hidup di dunia denganku. Boleh tidak?" Valeri mencebik lalu menghela nafasnya.
Valeri merebahkan kepalanya di atas tangannya yang masih menopang di meja. "Bagaimana caranya agar Mario menyukaiku. Tidak perlu melupakanmu, tapi aku harap dia juga bisa melanjutkan hidupnya. Tapi, lebih bagus kalau dia memang melupakanmu." Valeri terkekeh. "Bagaimana kalau kau beritahu aku bagaimana caranya memenangkan hatinya?" Valeri mengusak rambutnya hingga sedikit berantakan lalu memejamkan matanya dan berdiam cukup lama, hingga matanya kembali terbuka. "Nona Yasmine aku juga minta maaf padamu. Karena kedua orang tuaku kau tiada. Maafkan aku. Hanya saja aku masih belum percaya kenapa orang tuaku melakukan itu. Kau tahu sesuatu yang besar seperti itu tentu saja tidak akan mudah bagi orang tuaku yang hanya orang biasa. Bom itu darimana mereka mendapatkannya? Lagi pula orang tuaku ... meski kami miskin, tapi kami tidak mudah menyerah dalam hidup, apalagi sampai bunuh diri. Aku harus aku cari tahu. Tapi aku justru terjebak bersama kekasihmu. Dan gilanya lagi aku justru jatuh hati padanya."
Valeri terus bergumam di meja Mario dengan mata yang menatap wajah cantik Yasmine, gadis itu tak menyadari jika gerak- geriknya terus di awasi oleh Mario. Pria itu bahkan mendengar dengan jelas apa saja yang Valeri ucapkan.
cinta bilang cinta rindu bilang rindu 🤭
seperti perasaan valeri yg selalu mencintaimu meskipun kau terlalu jahat padanya
yg Mario face to face sama musuhnya.
jgn sampai tersiksa lagi 🙏🙏🙏
👍❤🌹
mario jangan sampai kau terluka karna kau harus menyembuhkan luka batinnya valeri 🥺
hemm 🤔🤔
#ngelunjak..🤭