Clara yang tak tau apa-apa.. malah terjebak pada malam panas dengan seorang pria yang tak dikenalnya akibat dari jebakan seseorang. Dan dihadapkan pada kenyataan jika dirinya tengah hamil akibat malam panas pada malam itu.
Akankah clara mempertahankan kehamilannya itu, atau malah sebaliknya? Dan siapakah pria yang telah menghamilinya? Dan siapa yang telah menciptakan konspirasi tersebut?
Yuk simak kisah clara disini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Shine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
"Kenapa berhenti, apa sudah tidak merasa bosan lagi?" tanya Granny Aerin saat melihat Arsen menyudahi panggilan teleponnya.
"Su-sudah," jawab Arsen terbata. "Selamat..." sambungnya dalam hati.
"Airlen," panggil seseorang, membuat atensi Arsen serta Granny Aerin teralihkan ke asal suara yang berada tepat di belakang Granny Aerin.
"Bella, ada apa?" tanya Granny Aerin.
"Aku ingin berbicara dengan putraku bibi, apakah boleh?"
Ya, yang memanggil Arsen adalah Bella.
Sementara Arsen yang juga mendengar permintaan dari Bella, jadi tidak senang. Ingin rasanya Arsen menolak, namun tidak bisa. Dikarenakan Arsen tidak tau bagaimana cara Airlen bersikap terhadap Bella yang notabene katanya adalah ibu kandung Airlen.
Tapi bukan Arsen namanya jika harus menjadi orang lain, karena itu bukanlah dirinya.
"Bagaimana Airlen? Mom Bella ingin berbicara denganmu, apa kau mau?" tanya Granny Aerin sembari menatap Arsen.
Arsen yang ditanya hanya mengedikkan bahunya, tidak menolak maupun mengiyakan.
Melihat respon yang ditunjukkan Arsen, Granny Aerin pun berucap, "Baiklah Bella sayang.. Kau boleh berbicara dengan Airlen. Tapi ingat! Jangan memaksakan kehendak mu, atau kau akan tau akibatnya jika sampai kau menyakiti cucuku,"
"Sebenarnya siapa yang nenek disini..? Tadi kata orang tua disana, dia mengatakan jika dirinya adalah nenek. Tapi disini orang ini juga mengatakan jika aku cucunya.., Huuuft.. sungguh membingungkan," fikir Arsen.
"Baik Bibi, aku mengerti," ucap Bella patuh.
"Ada apa?" tanya Arsen langsung to the poin saat melihat wanita yang menyatakan dirinya adalah cucunya sudah menjauh.
"Airlen... Kenapa kau terus saja seperti ini, I'm your Mom, you know..?" ucap Bella mengingatkan.
"Yes, I know," balas Arsen.
"Syukurlah kalau kau tau dan tidak lupa."
"Karena kau mengatakannya," sela Arsen dengan santai.
"Kau!!!" tunjuk Bella pada Arsen dengan muka memerah. "Huuuft... Sabar Bella, sabar... Dia adalah tambang emas mu, juga jembatan menuju Arkhan," lanjutnya dalam hati sembari melihat kanan kiri, takut-takut jika ada yang mendengar dirinya barusan berkata keras pada pewaris keluarga Davidson.
"Aku tau."
"Apa?" tanya Bella dengan mengernyit, padahal dirinya tidak merasa mengatakan apapun lagi.
"Bukankah kau tadi akan mengatakan bahwa aku tampan?"
"Kapan?"
"Sudahlah, tidak ada lagi yang perlu aku bicarakan," Arsen mengibaskan tangannya seraya bangkit dari duduknya. "Kedatangan mu hanya menghancurkan mood ku saja," sambungnya, dan segera pergi meninggalkan Bella dengan rasa ketidak percayaan nya atas apa yang diucapkan Arsen.
"Kenapa dia hari ini? Apa dia salah minum obat? Kenapa dia berubah menjadi narsis seperti ini," gumamnya, mengingat Airlen yang biasanya hanya bicara seadanya dan terkesan cuek, tapi sekarang seolah berubah seratus delapan puluh derajat.
Sementara Arsen tersenyum miring mengingat perlakuannya terhadap Bella sembari terus melangkah.
"Aku ingin pulang," ucapnya setelah sampai di hadapan semua orang.
"Pulang?" seru semuanya serempak.
Kenapa tiba-tiba berubah fikiran?? fikir semua orang.
Dan karena semuanya berfikir jika yang saat ini tengah berada dihadapan mereka adalah Airlen, sang pewaris kerajaan keluarga Davidson.
"Ya..! Tunggu apa lagi, ayo," ucapnya lagi dengan santai, tak peduli dengan apa yang tengah difikirkan semua orang tentangnya.
"Baiklah, ayo," ujar kakek besar sembari berdiri terlebih dahulu dengan tongkatnya, karena tak ingin cicit satu-satunya menunggu lebih lama lagi.
"Dia siapa lagi? Kenapa banyak sekali anggota keluarga ini sih.." batin Arsen seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Kenapa?" tanya nenek besar yang sudah berdiri didekatnya dengan tongkatnya juga.
"Hah? Tidak, tidak apa-apa. Ayo kita pulang sekarang," ucapnya seraya menggandeng tangan nenek besar untuk segera berjalan keluar. "Oh ya.., hampir saja lupa. Apa di sini tidak ada pelayan, asisten, atau siapa gitu untuk bisa bantu-bantu?" tanyanya saat teringat sesuatu.
"Ada, itu Uncle Leo.. Dia kan asisten daddy mu. Apa kau lupa?" sambung Granny Aerin dengan cepat.
"Oh iya, aku lupa. Bodoh," ucap Arsen, yang diakhir kalimatnya ia ucapkan hanya dalam hati. "Soalnya Uncle Leo seperti kasat mata di mataku," lanjutnya seraya menampilkan sederet gigi rapinya.
Yang tak semua orang sadari, saat Arsen tersenyum ada lesung pipi pada pipi sebelah kirinya. Yang takkan pernah ada di pipi seorang anak bernama, Airlen.
"Ada apa mencari Uncle?" tanya asisten Leo sembari menatap Arsen dengan tatapan setajam silet karena tak suka dengan kalimat terakhirnya.
Melihat tatapan itu, Arsen serta Arkhana balas menatapnya juga dengan tak kalah tajam.
Membuat asisten Leo hanya menghela nafas, "Like father, like son," gumamnya dalam hati.
"Kenapa Uncle menatapku seperti itu? Apa Uncle tersinggung dengan ucapan ku?" tanya Arsen sengit. "Jika benar, berarti Uncle memang begitu adanya," sambungnya, yang membuat asisten Leo semakin meradang.
Sementara yang lainnya terkekeh mendengarnya.
"Sudahlah, cepat katakan apa mau mu," ujar asisten Leo tak ingin lagi meladeni anak majikannya itu. "Entah perasaanku saja, atau memang hari ini anak itu mendadak cerewet," lanjutnya dalam hati.
"Huuh! Aku cuma ingin mengatakan, tolong Uncle bagikan sisa kue itu pada siapapun yang mau. Terimakasih," ucap Arsen mengutarakan maksudnya. "Ayo Nenek," lanjutnya sembari kembali menggandeng tangan nenek besar, setelah sebelumnya dilepasnya sebentar.
Ya, itulah seorang Arsen. Lewat didikan Clara.. Sekesal apapun Arsen, takkan lupa mengucapkan tolong, maaf, dan terimakasih, jika diperlukan.
"Granny tak diajak?" Granny Aerin berucap seraya berpura-pura merajuk.
"Hem?" gumam Arsen sembari menoleh ke asal suara. "Ooh... Aku mengerti sekarang. Mungkin wanita tua ini adalah ibunya orang tua itu. Airlen memanggil wanita tua ini nenek, sedangkan Granny untuknya," batinnya seraya bergantian menatap nenek besar dan Granny Aerin. "Tentu saja! Ayo, Granny."
"Apa boleh opa memelukmu... Lagi?" tiba-tiba entah keberanian darimana, tuan Handika Bramastya mengucapkan itu.
"Kenapa?" tanya Arsen tak suka. "Apa aku mengenalmu?" sambungnya yang langsung menusuk hati.
Bukan tanpa alasan Arsen mengatakan itu dan berlawanan dengan apa yang diajarkan mom Clara padanya, tentang menghormati orang yang lebih tua. Tapi Arsen begitu sangat mengingat jelas perdebatan beberapa waktu lalu yang menyangkut pautkan mom Clara didalamnya.
***
Sesampainya di kediaman keluarga Davidson, Arsen jadi bingung sendiri, entah apa yang akan dirinya perbuat di mansion sebesar itu.
Tiba-tiba dirinya teringat jika dirinya harus menghubungi seseorang, yaitu Airlen, putra sebenarnya keluarga ini, keluarga Davidson.
"Tapi bagaimana caranya agar bisa ke kamar Airlen? Sementara aku tidak tau letaknya di mana. Bisa tersesat aku jika mencari sendiri di rumah sebesar dan semewah ini. Tidak, ini namanya bukan rumah, melainkan istana." Fikirnya sembari terus menikmati keindahan mansion itu. "Tidak tidak, bukan saatnya aku mengagumi, yang harus aku fikirkan.. Bagaimana caranya aku bisa pergi ke kamar Airlen. Sudah, itu saja." sambungnya sembari menggelengkan kepalanya.
"Kau kenapa, Airlen?" sapa tuan Arkhana saat melihat anaknya menggelengkan kepalanya.
"No, aku hanya ngantuk saja," ucap Arsen yang akhirnya memiliki sebuah alasan.
"Ya sudah, kalau begitu lekas lah pergi ke kamar mu, lalu tidur. Tapi sebelumnya cuci tangan dan kakimu terlebih dahulu."
"No! Aku sangat lelah... Bisakah Daddy mengantar ku?"
"Baiklah, ayo."
Namun bukannya beranjak, Arsen justru merentangkan kedua tangannya.
"Apa?" tanya Arkhana tak mengerti.
"Gendong."