Trauma, Ex

Ruangan yang sangat sepi, hanya ada beberapa gelinding manusia saja yang boleh masuk ke dalam area suite room ini.

"Saya, Elang..." Lelaki bertubuh tinggi atletis itu mengulurkan tangan dan dijabat dengan baik oleh lelaki tampan di hadapannya.

"Liam!" tegasnya.

Elang terdiam berpikir, ia rasa dia pernah bertemu dengan laki-laki itu, tapi. "Ada apa kau meminta ku datang ke sini?" Lamunan Elang terbuyar setelah pertanyaan Liam.

Tidak, tidak... Ini bukan saat yang tepat untuk membayangkan bagaimana cara Flory menerima sentuhan pria di hadapannya itu, ini waktunya meminta tolong untuk putrinya yang cantik.

"Sebelumnya aku terima kasih, kau sudah mau datang ke sini. Tapi aku butuh bantuan mu. Aku dengar, golongan darah anda AB-. Saya butuh donor secepatnya."

"Untuk?" Liam tentu tidak semudah itu memberikan bantuan tanpa dasar. "Saya akan bantu Anda tapi dengan kejelasan," negonya.

Sebelum ini Liam benar-benar tidak sekali pun menyangka jika suami dari mantan istrinya akan menelepon dirinya.

Semalam dia terus memikirkan rupa wajah Elang dan Flory yang Eropa. Lantas anak perempuan yang Flory bawa-bawa beberapa hari terakhir berwajah oriental khas Asia.

Kalau saja bukan karena rasa penasarannya terhadap Flory dan anak perempuan yang mirip dengannya, anak perempuan yang beberapa waktu terakhir dia temui di parkiran basement, lift mall, dan lift hotel secara tidak sengaja, Liam takkan sudi bertemu Elang.

Belum usai rasa ingin tahu Liam. Sekarang, tiba-tiba saja Elang memanggil dirinya untuk bertemu di rumah sakit dan meminta donor darahnya.

Liam kembali mengingat masa lalu. Pikirnya terus melanglang buana: Kenapa tidak terpikir dari sebelumnya jika Flory bisa saja hamil karena mereka tak pernah gunakan pengaman.

"Putri saya butuh AB-. Dia anemia karena sakit ginjal yang dideritanya."

Otak Elang sendiri masih berkelana, bagaimana bisa Flory dan pria di depannya itu memiliki Maurin. Rancu pikirannya, sungguh.

"Boleh tahu kenapa kau meminta donor padaku?" Liam terkekeh. "Karena, aku yakin ada hubungannya dengan Flory, istrimu."

Elang mengerut kening, sial sekali bajingan tengik ini rupanya. Jadi dengan kata lain, Liam sudah tahu kalau dia ini suami Flory.

Puing puing peristiwa terkumpul. Elang akhirnya mengingat kembali jika pria tampan di depannya ini pria yang sama dengan pria yang menyodorkan minuman untuk Flory.

Secepat itu otak Elang mengingat, saat Flory tiba-tiba tremor di pertunangan Zayn dan yah, benar, itu karena pria di depannya ini.

Sontak, Elang maju untuk mendorong tubuh Liam yang mulai menyebalkan. "Putriku sedang butuh donor cepat, kau tinggal setujui saja dulu! Apa susahnya!" teriaknya.

Liam mendorong Elang dengan pukulan, sumpah jika mengingat bagaimana Elang selingkuhi Flory, tiba-tiba saja tangan Liam ingin membonyokkan wajah tampan itu.

Namun, tidak, ini bukan waktu yang tepat karena Liam setuju jika ada gadis mungil yang sedang butuh transfusi secepatnya.

"Aku akan donor sebanyak yang kau minta, Bung. Tapi ada syaratnya!" Liam sodorkan map yang diberikan asistennya. "Tanda tangan dulu di sini!" pintanya.

"Kertas kosong?" Elang tertawa miris melihat hamparan putih itu. "Kau pikir aku bodoh?" teriaknya mendelik.

Keduanya memang tidak saling mengenal sebelumnya, mereka saling memanas satu sama lain setelah masing masing dari mereka tahu jika Flory ada di tengah mereka.

Elang panas setelah tahu, Liam pria brengsek yang menghamili Flory sebelum berhasil menjadi istrinya. Dan Liam panas setelah tahu, jika Elang lah suami brengsek si tukang selingkuh dari mantan istrinya.

"Syarat pertama, aku harus bicara empat mata dengan Flory!" syarat Liam.

Elang mengepal tangannya. Pria tengik ini benar-benar tidak tahu sopan santun, Flory sudah menjadi istrinya dan Liam masih tidak tahu malunya ingin bicara empat mata.

"Sebentar saja!" Liam kembali bicara setelah melihat raut kecut Elang. "Hanya ingin bicara sesuatu yang ingin aku tanyakan langsung."

Elang butuh transfusi secepatnya, dia melirik ke arah jam tangannya. Dan masih ada waktu untuk mengabulkan permintaan Liam.

Lagi dan lagi demi Maurin, cukup berat hati Elang mengizinkan Liam untuk bertemu dengan Flory di sebuah ruangan khusus.

Tak apa...

Elang masih bisa mengawasi istrinya karena ruangan itu hanya disekat dengan dinding transparan, tapi suara dan percakapannya, Elang benar-benar tak bisa mendengarnya.

...➿➿ DI DALAM ➿➿...

Flory terdiam termenung di sudut sofa. Liam kemudian berjongkok di depan wanita itu untuk dapatkan kedekatan yang lebih intens.

Dari raut yang basah tertekuk, Liam bisa tahu Flory tertekan. "Apa benar yang aku pikirkan, Flo?" tanyanya bersuara lirih.

Mata berkaca-kaca Liam mencecar manik biru mantan istrinya. "Anak perempuan mu itu anakku, benarkah?" tanyanya memastikan.

Flory gagu tanpa mampu mengangguk. Ini rahasia yang ingin selamanya dia kubur, tapi takdir sedang memihak pada tabir kebenaran.

"Dari kebanyakan kasus, bola mata anak dari orang tua yang sama-sama bermata biru, dia akan menurun biru. Lalu, kenapa anak mu hitam?"

Kemarin dan kemarinnya lagi, Flory sempat takut saat Liam menatap seksama wajah Maurin yang memang mirip dengan pria itu. Liam pasti sudah sadar sedari pertemuan tak terduganya di lift beberapa waktu lalu.

"Jawab aku," lirih Liam. Tangannya berusaha menyentuh Flory tapi ditepisnya. Flory terisak bergetar.

"Jawab aku apa gadis mungil itu anakku?!" bentak Liam tak sabar. Membuat tangisan Flory semakin jadi. "Aku menikahi Elang dalam keadaan hamil, Em," ia tergugu.

"Hh?" Liam terkekeh miris. Lima tahun lebih lamanya, bisa-bisanya Flory sembunyikan kenyataan sepenting ini. "Kamu gila Flo? Kamu menikah dengan orang lain setelah tahu kau hamil dengan ku?" pekiknya.

Flory menatap tajam Liam. "Maurin memang darah daging mu. Tapi Maurin anak aku dan Elang," teriaknya.

Liam tak ada apa-apanya jika dibandingkan perjuangan Elang selama ini untuk dirinya dan Flory. Andai dia tidak trauma, tidak sakit mental, mungkin Elang takkan selingkuh.

"Kau bukan siapa-siapa Maurin, Liam. Elang ayah terbaik Maurin!" Kata-kata Flory terasa nyes di hati Liam. -Maurin..., jadi namanya Maurin.

Pria itu berdiri sebelum kembali keluar menemui Elang yang agaknya masih tak suka dengan pertemuannya bersama Flory.

"Aku akan donor secepatnya. Tapi tanda tangan dulu di kertas yang aku siapkan!"

Mendengar itu, sontak Elang meninju ayah biologis putri tercintanya. "Kau ini manusia apa binatang hah? Masih bernegosiasi di saat seperti ini!" pekiknya.

Liam terkekeh sambil mengusap bibirnya dengan punggung tangan. "Aku cuma mau hakku. Itu saja," sergahnya penuh ambisi.

"Perkenalkan aku sebagai ayah Maurin juga. Baru kita lakukan transfusi!"

"Kau..." Elang ingin melenyapkan pria arogan itu, tapi, dia masih ingat Maurin yang sedang sakit di dalam sana.

"Permintaan ku tidak sulit bukan? Aku hanya mau, kalian perkenalkan aku sebagai ayah biologis Maurin," kata Liam kembali.