Danisha Putri atau yang akrab di sapa Anis, tidak menyangka niatnya ingin menolong persalinan seorang wanita yang menderita keracunan kehamilan justru berujung menjadi sasaran balas dendam dari seorang pria yang merupakan suami dari wanita tersebut, di kala mengetahui istrinya meregang nyawa beberapa saat setelah mendapat tindakan operasi Caesar, yang di kerjakan Anis.
Tidak memiliki bukti yang cukup untuk membawa kasus yang menimpa mendiang istrinya ke jalur hukum, Arsenio Wiratama memilih jalannya sendiri untuk membalas dendam akan kematian istrinya terhadap Anis. menikahi gadis berprofesi sebagai dokter SP. OG tersebut adalah jalan yang diambil Arsenio untuk melampiaskan dendamnya. menurutnya, jika hukum negara tak Mampu menjerat Anis, maka dengan membuat kehidupan Anis layaknya di neraka adalah tujuan utama Arsenio menikahi Anis.
Mampukah Anis menjalani kehidupan rumah tangga bersama dengan Arsenio, yang notabenenya sangat membenci dirinya???.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali melakukannya.
Ansenio berlalu begitu saja meninggalkan restoran, begitu pun dengan Jasen yang tetap setia mengikuti ke mana pun tuannya itu pergi.
"Kembali ke perusahaan!!!." titah Ansenio dengan raut wajah tak terbaca, ketika mereka sudah berada di mobil.
"Baik tuan." jawab Jasen patuh, tanpa berani melontarkan satu pertanyaan pun.
Siang itu Ansenio melewati makan siangnya begitu saja dengan kembali ke perusahaan untuk melanjutkan pekerjaannya.
Jasen yang tidak ingin meninggalkan Ansenio sendirian lantas ikut melewati makan siangnya, di siang hari itu.
***
Di rumah sakit.
Anis yang baru saja kembali dari makan siang nampak kembali di sibukkan dengan kegiatannya melayani pasien hingga pukul setengah tiga sore. Ketika hendak bersiap pulang, Anis mendapat kabar jika ada pasien yang harus segera mendapatkan tindakan operasi Caesar dan kini hanya dirinya satu satunya dokter spesialis Sp.OG yang ada di tempat. sebagai seorang dokter tentunya ia harus mengutamakan keselamatan pasien, mau tidak mau Anis harus mengurungkan niatnya untuk segera pulang.
***
Beberapa jam kemudian, Anis nampak meninggalkan ruang operasi setelah selesai memberikan tindakan operasi pada pasien. Anis hanya bisa menghela napas ketika melihat jarum jam yang melingkar pada pergelangan tangannya telah menunjukkan pukul lima sore, itu artinya ia terlambat hampir tiga jam kembali ke rumah. Setelahnya, Anis pun bersiap untuk segera pulang, dengan menggunakan sepeda motor miliknya, Anis meninggalkan rumah sakit menuju kediaman Wiratama.
Tepat pukul setengah enam sore Anis pun tiba di kediaman Wiratama.
Di ruang tengah ketika hendak menuju kamar tamu, Anis melihat mama Dahlia yang tengah menggendong tubuh mungil baby Naya.
"Kamu baru pulang, nak??." Anis dibuat terkejut sekaligus tertegun mendengar mama Dahlia menyebutnya dengan sebutan nak, hingga Anis tampak terdiam cukup lama.
"Apa kamu baik baik saja??." tanya mama Dahlia ketika melihat Anis diam mematung, dan hal itu sekaligus membuyarkan lamunan Anis.
"iy_iya Nyonya, tadi saya harus memberi tindakan operasi mendadak makanya saya pulang terlambat." jawaban Anis terdengar sedikit terbata, saking tak percaya dengan sikap mama Dahlia padanya. Sementara mama Dahlia hanya mengangguk mendengar jawaban Anis.
Setelahnya Anis pun pamit untuk kembali ke kamar tamu untuk membersihkan diri.
Ceklek.
Anis yang baru saja membuka pintu kamar, di kejutkan dengan keberadaan Ansenio yang kini duduk di sofa dengan menyilangkan kedua kakinya. Anis menelan salivanya dengan susah payah ketika menyadari tatapan tajam Ansenio padanya.
"Dari mana saja kau??? Kau pikir rumah ini hotel tempat di mana kau bisa datang dan pergi sesuai dengan keinginan hatimu??." ucap Ansenio dengan nada dan tatapan tajam.
"Maafkan saya tuan, tadi saya harus memberi tindakan operasi mendadak pada pasien itu sebabnya saya pulang terlambat." dengan pandangan tertunduk Anis menjawab.
Ansenio menarik sudut bibirnya ke samping hingga menciptakan sebuah seringai.
"Apa kau pikir saya ini bodoh, hah???.". Anis sampai terperanjat mendengar bentakan Ansenio yang terdengar menggelegar mengisi ruangan.
"Berhenti berdusta, karena saya paling tidak suka dengan wanita pendusta!!." kini Ansenio telah berdiri dari tempat duduknya, pria itu melangkahkan kakinya mendekat ke arah Anis.
"Apa maksud anda, tuan??." tanya Anis dengan perasaan yang mulai bergidik ngeri melihat sorot mata Ansenio yang kini di penuhi kilat amarah.
Ansenio tersenyum mendengarnya, dan itu justru terlihat semakin mengerikan di mata Anis.
"Setelah kau membuatku kehilangan orang yang sangat aku cintai untuk selama lamanya, kau justru asyik asyik bermesraan dengan kekasihmu itu. Apa kau pikir itu adil??." kalimat Ansenio terdengar begitu dingin hingga membuat Anis diam membeku dibuatnya.
Deg.
Jantung Anis seakan berhenti berdetak mendengarnya.
"Bagaimana tuan Ansenio bisa tahu jika aku bertemu dengan tuan Armada hari ini???." batin Anis. terlepas dari sengaja atau tidaknya tapi kenyataannya hari ini memang benar ia bertemu dengan armada.
"Kenapa diam saja??." Ansenio nampak mengitari tubuh Anis yang telah merasa gemetaran menahan rasa takutnya.
Entah apa yang kini terlintas di benak Ansenio sehingga tiba tiba saja seringai kembali terbit di sudut bibirnya.
"Karena kau telah menjadi penyebab dari kematian istriku, maka kau juga harus bertanggung jawab untuk menggantikan tugas istriku, termasuk......" Ansenio tak melanjutkan kalimatnya, namun pria itu justru menggigit kecil daun telinga Anis, dan hal itu membuat Anis terkejut hingga spontan menjauhkan tubuhnya dari Ansenio.
"Apa maksud anda, tuan???."
Bukannya menjawab Ansenio justru menggiring tubuh Anis menuju tempat tidur. Dan kejadian di hotel semalam, kini terulang kembali.
Setelah mendapatkan apa yang diinginkannya Ansenio berlalu begitu saja meninggalkan Anis dengan tubuh p*losnya di balik selimut.
Dengan tatapan sayu, Anis menatap punggung Ansenio yang baru saja menghilang di balik pintu kamarnya.
"Menyedihkan sekali takdirku." lirih Anis dalam hati, menangis pun rasanya air matanya sudah kering.
"Ansen...." seruan mama Dahlia membuat Ansenio menghentikan langkahnya tanpa menoleh.
"Iya mah." sahutnya.
"Mama tahu kamu sangat membenci Anis, tapi mama harap kamu tidak sampai bertindak keterlaluan!! Bagaimana pun Anis itu manusia yang punya hati dan perasaan, dia itu bukannya patung." Mama Dahlia mencoba memberi peringatan pada putranya agar tidak bertindak di luar batas. Bukan tanpa alasan mama Dahlia memberi peringatan demikian, Tadi saat hendak ke kamar baby Naya, mama Dahlia yang melintas di depan kamar tamu secara tidak sengaja mendengar bentakan Ansenio terhadap Anis.
"Wanita itu telah membuat Ansen kehilangan Ananda, mah, sekarang Ansen juga ingin melihat dia bahkan tidak punya muka untuk kembali bersama dengan kekasihnya itu." jawaban Ansenio membuat Mama Dahlia cukup terkejut mendengarnya.
"Jadi selama ini Anis memiliki seorang kekasih ?? Dan kamu dengan sengaja memisahkan mereka demi dendam kamu itu??." helaan napas mama Dahlia terdengar berat, tidak habis pikir dengan jalan pikiran putranya itu. Merasa percuma memberikan peringatan pada Ansenio yang memiliki sifat keras kepala seperti ayahnya, mama Dahlia lantas berlalu begitu saja meninggalkan putranya itu.
***
Senja telah berganti malam. Anis yang tengah sibuk memeriksa beberapa data pasien di laptopnya sontak menoleh ke sumber suara ketika mendengar ketukan dari balik pintu kamarnya.
Anis beranjak untuk membuka pintu.
"Nyonya...." ucap Anis.
"Turunlah, kita akan makan malam bersama!!."
Sebenarnya Anis tidak ingin menerima ajakan mama Dahlia demi menghindari Ansenio, namun karena tidak ingin di anggap tak sopan pada akhirnya ia pun mengiyakan ajakan mama Dahlia.
"Baik nyonya." ucap Anis sebelum kemudian beranjak meninggalkan kamar dan menyusul langkah mama Dahlia menuju meja makan, di mana saat ini Ansenio dan juga adik perempuannya telah menempati kursi masing-masing, di meja makan.
"Selamat malam kak Anis." sapa Arsyila ketika Anis tiba di meja makan.
"Selamat malam." sahut Anis sungkan.
Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Ansenio, sikap Arsyila Sangat ramah pada Anis dan itu membuat Anis bisa sedikit bernapas lega. setidaknya adik ipar perempuannya itu tak sejahat adik ipar di sinetron yang biasa ia tonton di TV.
Anis hanya bisa menundukkan wajahnya ketika pandangannya tak Sengaja bertemu dengan Ansenio.
Makan malam kali ini terasa begitu menyiksa bagi Anis, ia bahkan merasa kesulitan untuk sekedar menelan makanannya. bukan apa apa, berada satu meja dengan seorang Ansenio Wiratama membuat Anis merasakan suasana yang begitu mencekam, bahkan mengalahkan Film horor yang pernah disaksikannya di bioskop bersama kedua sahabatnya, Rahma dan juga Gita.
harusnya nggak usah ziarah.
nanti ada waktunya.