NovelToon NovelToon
Cinta Di Bawah Hujan Season 1

Cinta Di Bawah Hujan Season 1

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Kisah cinta masa kecil / Cinta Murni / Tamat
Popularitas:221
Nilai: 5
Nama Author: Rindi Tati

Di tengah derasnya hujan di sebuah taman kota, Alana berteduh di bawah sebuah gazebo tua. Hujan bukanlah hal yang asing baginya—setiap tetesnya seolah membawa kenangan akan masa lalunya yang pahit. Namun, hari itu, hujan membawa seseorang yang tak terduga.

Arka, pria dengan senyum hangat dan mata yang teduh, kebetulan berteduh di tempat yang sama. Percakapan ringan di antara derai hujan perlahan membuka kisah hidup mereka. Nayla yang masih terjebak dalam bayang-bayang cinta lamanya, dan Arka yang ternyata juga menyimpan luka hati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rindi Tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps 26

Jarak yang Menguji

Kereta yang membawa Arka melaju menjauh, meninggalkan kota kecil itu dengan segala kenangan yang menempel kuat di hatinya. Setiap kilometer terasa seperti benang yang ditarik, menjauhkan dirinya dari Nayla sedikit demi sedikit. Ia menatap keluar jendela, melihat sawah, sungai, dan bukit-bukit yang perlahan berganti menjadi gedung-gedung tinggi. Jakarta menunggu, dengan segala hingar-bingarnya, dengan janji dan ancaman yang sama-sama samar.

Sesampainya di Jakarta, Arka langsung disambut hiruk pikuk yang berbeda jauh dari ketenangan kota kecilnya. Jalanan macet, klakson kendaraan bersahutan, orang-orang bergegas tanpa sempat menoleh. Apartemen kecil yang disediakan kantornya terasa asing: dinding putih, jendela besar dengan pemandangan lampu kota, tapi dingin tanpa kehangatan. Malam itu, ia menatap kosong ke luar jendela, rindu rumah Nayla yang selalu harum masakan sederhana, rindu tawa riang di teras saat hujan turun.

Hari-hari pertama bekerja, Arka tenggelam dalam kesibukan. Pekerjaan barunya menuntut banyak hal: rapat, presentasi, deadline. Rekan-rekan kerjanya ramah, namun tetap saja ia merasa sendiri. Di sela-sela kesibukan itu, ia berusaha mencari waktu untuk menghubungi Nayla.

“Nay, kamu lagi apa?” pesan singkat itu ia kirimkan di malam hari, setelah pulang kerja dengan tubuh lelah.

Butuh beberapa menit sebelum balasan masuk: “Baru pulang dari sanggar. Capek banget, Ka. Kamu gimana?”

Arka tersenyum tipis, meski matanya lelah. “Aku juga capek. Tapi aku rindu kamu.”

“Aku juga, Ka. Rindu banget.”

Percakapan itu singkat, tapi cukup untuk menghapus sejenak rasa penat. Namun, semakin lama, frekuensi percakapan mereka menurun. Arka sering pulang larut malam, sementara Nayla sibuk dengan latihan dan persiapan pentas seni. Waktu terasa seperti musuh yang tak mau kompromi.

Suatu malam, Nayla menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk. Ia sudah mengirimkan tiga pesan, tapi Arka belum juga membalas. Hatinya dipenuhi berbagai kemungkinan: mungkin Arka sedang sibuk, mungkin ponselnya tertinggal, atau… mungkin Arka mulai lupa.

Ia membuka buku catatan kecil pemberian Arka. Di sana tertulis daftar hal-hal yang ingin mereka lakukan bersama. Nayla mengusap tulisan itu dengan jarinya, berusaha menenangkan hatinya. Tapi air mata tetap jatuh. “Ka… jangan berubah, ya,” bisiknya pada dirinya sendiri.

Di Jakarta, Arka duduk di meja kerjanya, menatap layar komputer dengan mata sayu. Ponselnya bergetar, menunjukkan pesan dari Nayla. Hatinya ingin segera membalas, namun tubuhnya sudah begitu lelah. Ia berpikir, “Nanti saja, setelah mandi.” Tapi setelah mandi, ia tertidur begitu saja, meninggalkan ponsel yang terus menunggu di meja.

Keesokan paginya, ia terbangun dengan rasa bersalah. Puluhan pesan masuk dari Nayla, sebagian berisi keluh kesah, sebagian hanya sapaan rindu. Ia menepuk keningnya keras-keras. “Astaga, Nay… maaf banget.”

Ia segera menelpon Nayla. Setelah beberapa nada sambung, suara Nayla terdengar. “Halo?”

“Nay… maaf banget aku ketiduran semalam. Aku bener-bener capek…”

Nayla terdiam sejenak. Suaranya terdengar pelan. “Aku ngerti, Ka. Tapi jangan bikin aku nunggu lama kayak gitu lagi, ya. Aku takut.”

Arka menutup matanya, merasa bersalah. “Iya, Nay. Aku janji.”

Namun, janji itu tidak mudah ditepati.

Hari-hari berlalu, kesibukan semakin menumpuk. Arka semakin jarang pulang lebih awal, sementara Nayla semakin tenggelam dalam latihan menjelang pentas besar pertamanya. Hubungan mereka mulai terasa seperti dua dunia yang berjalan sejajar tapi tak lagi sering bersinggungan.

Suatu sore, setelah latihan panjang, Nayla berjalan sendirian di jalan setapak dekat sanggar. Hujan turun rintik-rintik. Biasanya, ia akan segera menelpon Arka dan menceritakan betapa indah hujan itu. Tapi kali ini, ia hanya menatap ponselnya, menimbang-nimbang. Ia tahu Arka mungkin sedang rapat atau sudah terlalu lelah. Dengan perasaan hampa, ia menyimpan ponsel itu kembali ke tasnya dan melanjutkan langkah.

“Hujan lagi, tapi aku sendirian,” gumamnya lirih.

Sementara itu, di Jakarta, Arka sedang duduk di ruang rapat ketika hujan deras mengguyur kota. Ia menoleh ke jendela, melihat butiran air menetes deras di kaca. Tiba-tiba ia teringat Nayla, wajahnya, senyumnya, kebiasaannya menari kecil di bawah hujan. Hatinya terasa perih. Ia ingin sekali menelpon, tapi rapat belum selesai. Ia hanya bisa menahan rindu, menulis pesan singkat di ponselnya: “Nay, hujan di sini. Aku kangen kamu.”

Pesan itu terkirim, tapi Nayla baru membacanya beberapa jam kemudian. Ia sudah terlanjur merasa sendiri. Balasannya singkat: “Aku juga.”

Arka menatap layar, merasa ada jarak yang tak kasat mata semakin melebar di antara mereka.

Konflik kecil mulai bermunculan. Nayla merasa Arka sering lalai menepati janji untuk menelpon, sementara Arka merasa Nayla terlalu menuntut perhatian di tengah jadwalnya yang padat. Mereka mulai berdebat melalui pesan singkat, yang sering berakhir dengan salah paham.

Suatu malam, Nayla menulis lagi di buku hariannya:

“Cinta jarak jauh itu seperti menunggu hujan di musim kemarau. Kadang aku lelah menunggu, tapi aku tetap percaya hujan akan datang. Aku hanya takut, saat hujan itu datang, aku sudah terlalu kering untuk merasakannya lagi.”

Namun, meski ada jarak, ada pertengkaran, keduanya masih berusaha bertahan. Mereka tahu cinta itu bukan sekadar perasaan manis, tapi juga perjuangan. Dan setiap kali hujan turun, baik di kota kecil Nayla maupun di Jakarta, keduanya selalu berhenti sejenak, memandang langit, dan mengingat janji: bahwa cinta mereka harus bisa melewati badai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!