"hana maaf, rupanya riko hatinya belum tetap, jadi kami disini akan membatalkan pertunangan kamu.. dan kami akan memilih Sinta adik kamu sebagai pengganti kamu" ucap heri dengan nada yang berat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
02
Happy reading guys
Kita kembali pada kejadian beberapa waktu yang lalu.
Hana, wanita berusia 21 tahun, cantik, tinggi 170 cm, berat badan 65 kg, dengan tubuh proporsional, kini bekerja sebagai sales manajer sepeda motor.
Tiba-tiba, sebuah pesan WhatsApp masuk:
“Hana, gue lihat tunangan lu masuk hotel sama cewek.”
Hana hanya menatap pesan itu tanpa menanggapi, menganggapnya berasal dari orang asing. Riko, tunangannya, adalah kekasihnya sejak SMA; kesetiannya tak pernah diragukan, apalagi sekarang mereka sedang membangun usaha bersama berupa warung sembako. Hubungan mereka sehat, dan saat ini fokus mereka lebih pada merencanakan masa depan serta bisnis yang akan dijalankan.
Nomor itu bahkan mengirimkan lokasi.
“Iseng banget, ini orang,” gumam Hana.
“Gue dekat hotel tempat tunangan lu berada,” bunyi pesan berikutnya.
“Tunggu di situ, jangan kemana-mana,” balas Hana, ingin memberi pelajaran pada orang iseng itu.
Dengan mengendarai motor NMAX, Hana mengikuti petunjuk lokasi yang dibagikan, Share Lock di sisinya sebagai teman perjalanan. Akhirnya, mereka sampai di lokasi yang dimaksud. Di depan mereka tampak sebuah hotel sederhana.
Hana mengambil ponselnya dan hendak menelpon orang yang mengirim pesan itu, namun teleponnya tidak aktif.
“Sial, benar-benar gue dikerjain,” gumam Hana.
Kemudian, ponselnya menerima pesan singkat baru:
“Kamar 304, Riko.”
“Orang yang nyebelin kalau lagi bikin prank sampai serius begini,” gumam Hana.
Hana merasa tidak ada kepentingan lagi di situ dan memutuskan akan segera pulang. Tiga minggu lagi dia akan menikah, dan hari-harinya ke depan akan sibuk dengan persiapan.
Namun, saat dia hendak menghidupkan kendaraannya, Hana melihat sebuah mobil yang dikenalnya.
“Inikan mobil Riko,” gumamnya, perasaannya mulai tidak enak.
“Apakah mungkin Riko selingkuh?” pikir Hana sambil menatap ke arah lobi hotel.
Matanya tertuju pada sosok yang dikenalnya… itu memang Riko.
Hana ingin memanggil, tetapi teringat pesan orang misterius tadi, sehingga dia mengurungkan niatnya untuk berteriak.
Hana menaruh helmnya, kemudian melangkah ke arah hotel. Namun, saat sampai di lobi, sosok Riko sudah menghilang. Hana teringat isi pesan sebelumnya: 304.
“Berarti di kamar 304,” pikir Hana.
Dia masuk ke dalam lift dan menekan tombol lantai 3. Saat angka 3 tercantum, pintu lift terbuka. Hana keluar, dan di depannya terlihat sosok Riko mengenakan celana pendek, hendak masuk ke kamar 304.
Saat melihat ke arah lift, ada ojek online perempuan yang mengantarkan paket makanan.
“Atas nama Riko, ya?” tanya Hana.
Ojek online itu melihat ponselnya. “Iya, Mbak.”
Jantung Hana terasa copot. Ternyata benar, yang masuk ke kamar 304 adalah Riko.
“Ok, saya temannya Pak Riko,” ucap Hana.
“Ok, semuanya 65.000, Mbak,” ucap ojol.
Hana mengeluarkan uang Rp100.000.
“Sisanya ambil saja, Mbak,” ucap Hana.
“Oh… terima kasih sekali, Mbak,” jawab ojol.
Hana yang masih memakai jaket salah satu merk motor kemudian mengenakan masker, mengambil kacamata, dan memakai topi. Kemudian, Hana melangkah ke kamar 304.
“Paket,” ucap Hana.
Tak lama kemudian, pintu terbuka, dan yang muncul adalah seorang perempuan yang masih mengenakan lingerie seksi. Yang membuat Hana hancur adalah perempuan itu adalah Sinta, adiknya sendiri.
“Ini, Mbak, uangnya… cepat sana pergi,” ucap Sinta sambil menyerahkan uang Rp100.000.
Pintu kamar tertutup.
Hana menangis. Saking sakitnya hati, dia menangis hingga tidak mengeluarkan suara. Dengan langkah gemetar, Hana pergi meninggalkan kamar 304.
Dunia seakan hancur hari itu juga. Riko, yang dia anggap setia, yang dia harapkan menjadi tumpuan hidupnya, ternyata berselingkuh—dan yang paling menyedihkan, Riko berselingkuh dengan adiknya sendiri.
Hana menyalakan motornya dan meninggalkan hotel. Tak lama kemudian, hujan deras turun dari langit. Seharusnya Hana berhenti dan mencari tempat berteduh, namun ia terus memacu kendaraannya, berkeliling kota.
“Kenapa… kenapa kamu menghianati aku, Riko?” teriak Hana, suaranya tertelan oleh gemuruh hujan.
“Kurang apa aku sama kamu, Riko? Kita pacaran sejak SMA… kamu berjanji akan membahagiakan aku, tapi sekarang kenapa kamu berselingkuh dengan adikku sendiri?” Tangisnya semakin pecah.
“Kenapa, Riko… kenapa…?”
Hana terus menangis, namun tangisannya tertutupi oleh derasnya air hujan. Hubungan Hana dan Riko adalah hubungan yang sehat. Selama pacaran, mereka tidak pernah melakukan hubungan badan yang berlebihan; paling sebatas bergandengan tangan saja. Jika pun mereka bertemu, mereka selalu membicarakan masa depan, seperti membuat usaha dan membangun rumah sendiri.
Mereka bahkan sudah membeli rumah sendiri, meski masih dikredit bersama. Jadi, setelah menikah, mereka akan mandiri dan tinggal terpisah dari orang tua.
Namun, hari ini semuanya berantakan. Riko tega berselingkuh dengan adiknya sendiri.
Sinta, saudaranya, selalu menjadi prioritas sejak kecil. Hana selalu dituntut untuk mengalah pada Sinta. Orang tua mereka lebih memprioritaskan Sinta dengan alasan bahwa sebagai anak bungsu, Sinta seharusnya mendapatkan perhatian lebih, sedangkan anak sulung harus banyak mengalah pada adiknya.
Hingga akhirnya, Hana hanya menempuh pendidikan sampai SMA, sementara Sinta melanjutkan hingga jenjang sarjana. Padahal, orang tua mereka sebenarnya mampu menyekolahkan keduanya sampai jenjang sarjana. Waktu itu, Sinta sempat sakit dan koma selama seminggu. Mirna, ibu Hana, sempat bertanya kepada seorang orang pintar, dan diberitahu bahwa jika Sinta ingin sembuh, Hana harus berhenti kuliah.
Hana tidak terima dengan keputusan itu. Ia marah, namun setelah kemarahannya, ayahnya jatuh sakit dan nyaris meninggal. Melihat ayahnya terbaring parah, dan dengan penolakan ayahnya terhadap keinginannya melanjutkan kuliah, akhirnya Hana memutuskan untuk berhenti kuliah.
Hana adalah anak yang pintar. Meskipun hanya lulusan SMA, dalam waktu dua tahun ia mampu menjadi sales manager, mengalahkan rekan-rekannya yang lulusan sarjana.
Setelah lelah berkeliling kota, menangis bersama derasnya hujan dan angin malam yang menusuk kulit, hana anak mandiri, punya karir yang bagus, punya usaha bersama riko, punya tabungan sendiri, bahkan untuk biaya pernikahan saja dia menggunakan uangnya sendiri, orang tuanya tidak keluar uang sedikitpun untuk persiapan pernikahan hana, karena kalau mintapun tidak akan dikasih dengan alasan “kamu ini anak sulung harus kuat dan mandiri” berbeda dengan sinta bahkan setelah lulus kuliah saja sinta masih tak bekerja dan mengandalkan
Hana memutuskan untuk mencari kosan, ingin hidup mandiri jauh dari adiknya yang merebut tunangannya. Namun, saat teringat wajah ayahnya yang mudah sakit, hatinya menjadi bimbang. Akhirnya, ia memutuskan untuk pulang ke rumah demi kesehatan ayahnya. Meski malam sudah larut, Hana memiliki kunci sendiri, karena orang tuanya tidak pernah menanyakan kapan ia pulang, capek atau tidak. Yang mereka pedulikan hanyalah uang bulanan dari Hana. Hana sudah terbiasa dengan perlakuan itu sejak lama. Ia menelan rasa kecewa dan lelahnya, menahan perasaan sendiri demi menjaga ayahnya tetap sehat.
Itu kilas baliknya guys