Hubungan antara Raka dan Jena memang baik-baik saja. Tetapi saat seorang teman kelas Jena memberitahu bahwa Raka sedang bersama seorang perempuan, membuat Jena merasa curiga bahwa Raka menjalin suatu hubungan dengan perempuan itu yang mana perempuan itu adalah sahabat Jena.
Namun kenyataannya, bukan dengan sahabat Jena melainkan dengan seseorang yang bahkan Jena tidak kenal. Dengan begitu, Jena akhirnya memutuskan hubungan dengan Raka dan bahkan Jena membuat kesepakatan dengan seorang lelaki bernama Jevan supaya menjadikan dia sebagai pacar pura-pura Jena.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vina Melani Sekar Asih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Ketika sedang asik menikmati ice cream, tiba-tiba seseorang datang menghampiriku dan Jevan. Jelas saat ini tubuhku membeku melihat bagaimana orang itu menatapku dengan sorot mata yang berapi-api.
"Jadi akhir-akhir ini kamu jauhi aku karena dia?" tuduh Raka.
"Enggak. Aku jauhi kamu karena emang aku sakit hati sama kamu."
"Emang aku bikin salah apa sama kamu?"
Aku tersenyum meskipun sebenarnya aku kecewa karena Raka tidak mengakui bahwa dirinya pernah bersalah.
"Kamu gak ingat ya kalau dulu kamu selingkuh dari aku."
Raka menghampiri Jevan lalu menarik baju Jevan dan hendak menghajarnya. Namun aku buru-buru mencegahnya dan membawa Jevan menjauh dari Raka.
"Gue mau pulang," ujarku, sebab aku takut jika Raka akan menghajar Jevan.
"Jen, aku minta maaf." Raka menggenggam pergelangan tanganku sambil memohon-mohon supaya aku memaafkannya.
Aku menghela nafas dalam-dalam lalu aku menatap wajah Raka. "Aku udah memaafkan kamu. Tapi mulai hari ini aku udah gak mau lagi punya hubungan sama kamu. Lebih baik kita akhiri karena-" Perkataanku terhenti sebab aku tak kuasa menahan tangis.
Jevan segera membawa Jena pulang karena ia merasa kasihan kepadanya. Sejujurnya ia bingung harus senang atau sedih saat mendengar Jena dan Jevan putus.
...****...
Aku buru-buru masuk kedalam rumah tanpa pamit kepada Jevan. Jujur saat ini aku sangat malu karena disepanjang perjalanan aku terus menangis.
Padahal sebelum-sebelumnya aku sudah berjanji kepada diriku sendiri untuk tidak bersedih. Namun entah mengapa aku sangat sedih jika harus membicarakan hal ini langsung didepan Raka.
"Jen, kamu kenapa?" tanya Mamah.
"Gak apa-apa, Mah."
"Jevan yang bikin kamu menangis ya?"
"Bukan kok, Mah."
Aku memang tak mau membicarakan tentang kejadian tadi kepada Mamahnya. Karena jika ia bercerita , nantinya Mamahnya akan semakin membenci Raka.
"Kalau bukan karena Jevan terus kamu menangis karena apa?"
"Jena tadi lihat anak kecil yang mengemis di jalan, makanya Jena jadi sedih."
"Ya ampun. Mamah pikir kamu menangis karena Jevan."
"Bukan kok, Mah."
Tingtong! Tingtong!
Ketika Mamah hendak keluar, dengan cepat aku langsung mencegahnya karena aku merasa bahwa tamu yang baru datang adalah Raka.
"Jangan dibuka, Mah."
"Kenapa jangan?"
Karena Jena tidak merespon perkataan Mamahnya, alhasil pintu dibuka oleh Mamah.
"Jevan," gumam ku saat melihat Jevan yang kembali datang.
"Jen, ini cokelat kamu ketinggalan." Jevan memberikan kantong plastik yang berisi coklat kepada Jena.
"Jev, Tante mau bicara sama kamu," ujar Mamah.
"Mau bicara apa, Tante?" bingung Jevan.
Lalu Mamah membawa Jevan keluar karena ada sesuatu hal yang harus dibicarakan. Dan aku tahu bahwa Mamah akan bertanya kepada Jevan tentang alasan mengapa aku menangis.
Daripada nantinya aku akan ditanyai oleh Mamah, jadi sekarang aku memilih untuk masuk kedalam kamar.
...****...
Jevan POV
Aku sedikit takut dengan tatapan dari Mamah Jena. Sebab baru kali ini dia terlihat seperti sedang marah kepadaku.
"Tante, ada apa ya?"
"Jena kenapa? kok tadi dia menangis?"
Perlahan kucoba menjelaskan kejadian sebenarnya kepada Mamah Jena. Karena jika tidak, mungkin Mamah Jena akan mengira bahwa akulah penyebab Jena menangis.
"Jadi Jena menangis karena itu?"
"Iya, Tante."
Mamah Jena menghela nafasnya. "Kamu bisa jaga Jena gak? soalnya Tante yakin bahwa Raka nantinya akan terus mendekati dia."
Aku hanya terdiam. Sejujurnya aku senang jika aku diberi kepercayaan oleh Mamah Jena. Namun disisi lain, aku juga merasa tidak pantas karena aku bukan siapa-siapa Jena dan dikhawatirkan nantinya Jena akan risih jika aku terus berada disisinya.
"Kamu mau kan turuti perkataan Tante?"
Jevan mengangguk. "Iya, Tante. Sebisa mungkin Jevan akan berusaha membuat Jena gak dekat-dekat lagi dengan Raka."
"Bagus kalau gitu. Karena Tante tahu pasti bahwa semakin Raka berusaha meminta maaf, nantinya Jena akan luluh. Maka dari itu Tante menyuruh kamu untuk menjauhkan mereka berdua supaya Jena gak sakit hati lagi oleh perbuatan Raka."
Tiba-tiba rintik hujan kembali turun. Dengan begitu Mamah Jena menyuruhku untuk masuk kedalam rumah. Aku hanya menuruti perkataannya, karena jujur aku masih ingin melihat Jena.
"Jev, Tante ke dapur dulu ya." Mamah Jena pergi meninggalkanku sendirian di ruang tamu dan itu membuatku merasa sangat kesepian.
Aku memainkan ponsel untuk mengirim pesan kepada Jena bahwa saat ini aku masih berada di rumahnya. Karena siapa tahu Jena akan datang menghampiriku setelah melihat pesan yang baru saja aku kirim.
Tak lama setelah aku mengirim pesan, akhirnya Jena benar-benar datang menghampiriku dan bukan hanya itu saja, sekarang dia duduk tepat disebelah ku.
"Jev, lo mau gak jadi pacar pura-pura gue?"
Tubuhku mematung saat mendengar permintaan dari Jena. Jujur aku saat ini bingung harus menjawab bagaimana. Di satu sisi aku tahu bahwa Jena hanya ingin membalas dendam kepada Raka. Tetapi disisi lain aku juga tak apa-apa jika harus berpura-pura menjadi pacarnya.
Mungkin terdengar kasihan, namun aku senang karena dengan begitu pastinya aku bisa ada bersamanya di setiap saat.
"Gue tahu kalau lo sakit hati dengan permintaan gue. Tapi kali ini gue mohon sama lo buat jadi pacar pura-pura gue."
"Kenapa gak jadi pacar beneran aja sih?"
Jena terdiam sejenak. "Karena lo bukan tipe gue."
"Ya udah. Tapi gue mau ada imbalannya."
Jena menyetujuinya, padahal aku belum mengatakan apa yang aku mau darinya.
"Lo gak tanya apa imbalannya gitu?"
"Emang imbalannya mau apa?"
"Peluk gue. Gue mau sehari sekali dipeluk sama lo."
"Oke gak masalah. Gue bisa turuti kemauan lo."
Mamah Jena datang dengan membawa makanan dan minuman untukku. Aku sungguh tak enak karena niatku kesini hanya untuk menumpang meneduh, namun Mamah Jena malah repot-repot memasak makanan untukku.
"Dihabiskan ya makanannya," ujar Mamah Jena.
"Tante makasih ya, maaf merepotkan."
"Gak merepotkan kok, lagipula udah seharusnya tamu disuguhi makanan dan minuman," kata Mamah Jena.
Sesudah memberikan makanan kepadaku, akhirnya Mamah Jena pergi karena tak ingin menggangguku dan Jena.
"Jev, sekali lagi gue minta maaf ya."
"Minta maaf untuk apa?"
"Karena udah menyuruh lo buat pura-pura jadi pacar gue."
"Udah gue bilang kalau gue gak apa-apa."
Ya benar, sudah kubilang dari awal bahwa aku tidak apa-apa meskipun aku dijadikan sebagai pelampiasan untuk membalaskan dendam Jena kepada Raka.
"Meskipun lo jadi pacar pura-pura gue, tapi lo jangan terbawa perasaan ya sama gue," kata Jena sambil tersenyum.
"Dari awal lo kan tahu kalau gue suka sama lo. Dengan begitu pastinya gue akan terbawa perasaan, bahkan sepertinya perasaan gue akan semakin besar."