NovelToon NovelToon
Dendam Si Kembar

Dendam Si Kembar

Status: tamat
Genre:Anak Kembar / Identitas Tersembunyi / Cinta Murni / Romansa / Tamat
Popularitas:146.9k
Nilai: 4.9
Nama Author: Freya Alana

Gadis dan Dara adalah sepasang gadis kembar yang tidak mengetahui keberadaan satu sama lain.

Hingga Dara mengetahui bahwa ia punya saudara kembar yang terbunuh. Gadis mengirimkan paket berisi video tentang dirinya dan permintaan tolong untuk menyelidiki kematiannya.

Akankah Dara menyelidiki kematian saudaranya? Bagaimana Dara masuk ke keluarga Gadis?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Freya Alana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bonding

Dara menatap balik semua yang duduk di seberangnya. Tak gentar, tak ragu. Irsad menggeleng pelan melihat kelakuan wanita gagah berani di sampingnya.

Meyakinkan Dara untuk datang malam itu lebih berat dari tugas menyamar di sindikat narkotika. Dalam penyamaran Irsad tak pernah kesulitan membuat orang percaya.

Dara di lain pihak, selalu menyelidik dan mempertanyakan. Wanita itu bahkan menghubungi kantor administrasi Bareksrim untuk mencari tahu tentang Irsad.

Dengan perasaan geli bercampur gemas, Irsad mendengar temannya yang masih bertugas memberitahukan bahwa seseorang bernama Dara sedang bertanya-tanya tentang kredibilitas Irsad Mumtaz.

Dara hanya melunak setiap Irsad menunjukkan foto tentang kembarannya. Gadis jarang memunculkan dirinya di media sosial. Setelah meninggal, Irsad berjuang untuk mendapatkan foto, atau apapun yang bisa membuat Dara mengenal saudara kembarnya.

Setelah berjuang untuk meyakinkan Dara, kini di sinilah mereka. Dara menatap satu persatu orang yang hanya dikenalnya melalui foto-foto dari Irsad dan cerita dari Fauzan.

Jadden, suami kembarannya. Tampan, sorot mata lembut, tapi pengkhianat. Darius, penyebab ayahnya terusir dari rumah. Anwar, sosok setia yang selalu menanyakan Riza meski sudah hidup di kampung.

Dara tidak terlalu banyak mendengar mengenai Adrian dan anaknya Askara. Ia hanya tahu mereka lah yang memegang Anantara Group bersama Anwar. Mereka terliat seperti orang-orang ambisius.

Lalu ada orang tua Jadden. Memandangnya dengan tatapan curiga.

Terakhir, Dara bersitatap dengan Melati. Ia tidak bisa mengartikan pandangan Melati. Yang jelas insting jalanannya mengatakan bahwa Melati tidak sepolos penampilannya.

Dara meraih tangan Arum, wanita yang telah membesarkannya. Walau mereka hidup cenderung pas-pasan, namun mereka hidup dalam kejujuran. Tidak seperti manusia-manusia di depannya yang kaya harta namun kosong akhlak.

Arum meremas tangan Dara meyakinkan bahwa putrinya tak perlu takut menghadapi orang-orang yang menatapnya.

Irsad memecah kesunyian, “Saya adalah detektif yang disewa Nyonya Gadis untuk menyelidiki dua hal.” Irsad melirik sekilas ke arah Jadden dan Melati. Darius menangkap lirikan tersebut lalu mendengus.

Jadden dan Mel menatap Irsad dengan gugup.

Irsad melanjutkan, “Tugas saya yang pertama, sudah selesai. Kini saya membawa Dara kemari untuk memenuhi amanah dari Nyonya Gadis sebelum berpulang. Mempertemukan kembarannya dengan Sang Kakek.”

Fauzan kemudian memperkenalkan diri. “Maaf, saya Fauzan dan ini istri saya Arum. Saya adalah kakak kandungnya Sekar.” Suara Fauzan bergetar saat menyebut nama adiknya.

“Kami mengasuh dan membesarkan Dara setelah Sekar menitipkan. Kata Sekar, begitulah permintaan Riza saat kami berpisah di hutan.” Fauzan menambahkan.

Darius menyalami Fauzan dan Arum. Dara mencium takzim punggung tangan Darius.

Dengan sorot penuh kerinduan dan kelegaan, Darius terus menatap Dara. Rindu akan sosok Gadis dan kelegaan bahwa ia masih memiliki seorang cucu. Semangat hidupnya kembali lagi.

“Dara … Dara, Opa senang bertemu denganmu.”

Dara tersenyum canggung. Hanya mengangguk sopan. Entah kenapa, tidak ada keinginan dalam dirinya untuk memeluk kakeknya.

“Opa mengerti kamu merasa rikuh, kita punya waktu untuk saling mengenal.”

Dara berdehem sebelum berkata, “Dara bersyukur bisa ketemu dengan Tuan. Dan jujur tujuan Dara kemari bukan sekadar bertemu Tuan, tapi juga ingin mengunjungi makam Papa, Mama, dan Gadis.“

Darius memandang dengan sorot bertanya.

“Dara nggak mau tinggal di sini sama Opa?”

Diam sejenak, Dara kemudian menjawab, “Tidak, Tuan. Dara akan di sini beberapa hari lalu pulang ke Bali bersama Ayah dan Bunda.”

“No! Mommy! Mommy nggak boleh pergi lagi!” Ara berteriak dari luar kamarnya lalu berlari ke arah Dara.

Jadden menghalangi Ara untuk memeluk Dara. Ara berteriak sekuat tenaga.

“Mommy! Mommy! Daddy let go! Ara mau sama Mommy!”

Dara menatap anak kecil yang meronta-ronta dari pelukan ayahnya. Matanya memohon ke arah Dara.

Refleks, Dara berjalan mendekati Jadden.

“Mommy …”

“Pak, ijinkan saya menggendongnya.”

Jadden menatap ragu. Di matanya, ia melihat Gadis, namun cara bicaranya terdengar berbeda.

“Mommy …” Ara terus berusaha membebaskan diri dari ayahnya.

Jadden menurunkan Ara yang langsung menghambur ke arah Dara.

“Mommy! Ara kangen. Jangan pergi lagi.”

Dara yang sudah duduk di atas lututnya memeluk Ara dengan erat. Dalam bayangannya, ia bagaikan memeluk Gadis.

“Ssssh, Ara jangan nangis lagi. Cup cup, Sayang.”

“Mommy …” Ara terus memanggil ibunya.

Dara menggendong Ara lalu duduk kembali di sofa. Kini Ara sudah lebih tenang.

“Aku tau Mommy akan datang. Aku kangen Mommy. Aku mau ikut Mommy.”

“Ara …” Jadden mengingatkan. Ia tidak mau putrinya sedih untuk kedua kali jika Dara meninggalkan mereka.

Sementara itu, Mel menatap Dara dengan iri karena sejujurnya ia sedang berusaha mengambil hati Ara.

Anwar yang sedari tadi belum bersuara, kemudian angkat bicara, “Maafkan jika kami tidak memberikan sambutan yang layak. Kedatanganmu sangat mengejutkan. Saya Anwar, sahabat Darius. Ini Melati, cucu saya. Mendiang Gadis dan Mel bersahabat dari kecil.”

Dara mengangguk sekilas pada keduanya. Kini setelah Ara nyaman di pangkuannya, Melati jelas-jelas menampakkan rasa tidak suka.

Dalam hati, Dara berkata, “Kamu dan Jadden telah membuat Gadis bersedih dengan pernikahan yang kalian tutupi. Tunggu balasan dariku.”

Adrian berdehem. “Saya Adrian. Sepupu ayahmu. Ini Yuki, istri saya dan di sampingnya adalah putra tunggal saya, Askara.”

Dara kembali mengangguk, namun saat bersitatap dengan Askara, bulu kuduknya berdiri.

“Halo, sepupu. Aku benar-benar mengagumi kemiripianmu dengan Gadis. Luar biasa …”

“Oh, iya? Sayang aku tidak bisa bertemu dengan kembaranku,” potong Dara tiba-tiba.

Askara menelan saliva dan memutuskan tidak meneruskan kalimatnya.

“Aku Jadden, suami Gadis. Ini kedua orang tuaku Mike dan Rani Syailendra.”

Dara mengerutkan kening melihat kedua mertua Gadis terus menatapnya curiga.

“Saya bukan Gadis, Oom dan Tante. Saya Dara, dibesarkan oleh Ayah dan Bunda. Kami tinggal di Bali.”

“Oh, maaf jika kami masih seperti melihat almarhumah Gadis.”

Dara mengendik. Hatinya tercubit saat Mike Syailendra menyematkan sebutan almarhumah di depan nama Gadis.

“Dara, Pak Fauzan dan Bu Arum, menginaplah di rumah saya beberapa hari ini. Saya akan mengantarkan kalian ke makam besok,” ucap Darius.

Fauzan menjawab, “Kami sangat berterima kasih jika diijinkan mengunjungi makam Riza, Sekar, dan Gadis,” ucapnya, lagi-lagi dengan suara bergetar. Teringat kenangan saat Riza dan Sekar baru menikah dan mereka berempat tinggal bersama di rumah Bik Yem.

“Dan Pak Irsad. Saya memiliki banyak kamar, jika Anda mau ikut menginap, saya akan sangat senang,” sambung Darius lagi.

“Terima kasih, Pak. Kebetulan malam ini saya akan pulang ke mess adik saya yang masih di kepolisian,” jawab Irsad sopan.

“Datanglah besok, saya tidak ingat Anda berada di upacara pemakaman cucu saya.” Darius mengerutkan kening berusaha mengingat wajah Irsad. Walau sudah berumur, tapi Darius memiliki ingatan yang sangat kuat.

“Saya tidak hadir, Pak, tapi saya ada di saat terakhir Nyonya Gadis.” Irsad menjawab dengan hati-hati, tidak ingin membangunkan kecurigaan. Dirinya yakin orang yang mencelakai Gadis ada di ruangan itu.

Darius menghela napas, masih berat baginya untuk mengikhlaskan Gadis.

Sementara itu, Arum melihat Ara sudah pulas di pangkuan Dara.

“Mbak Dara, kasian Ara tidurnya nggak nyaman. Mbak baringkan di sofa biar enak.”

Dara sangat menyukai dengan anak kecil. Para ibu-ibu menjulukinya magnet bocil karena mereka langsung lengket padanya.

Ara yang sudah tidur merasa ia akan dipindahkan langsung memegang erat leher Dara.

“Mau sama Mommy.” Katanya dengan mata terpejam.

Dara tersenyum melihat keponakannya lalu membiarkan Ara tetap tidur di pelukannya.

Jadden merasa khawatir, sementara Melati sebal karena Ara lebih memilih Dara daripadanya.

“Ara, Ara ….” Dara coba membangunkan.

Ara membuka mata, bibirnya menjebik.

“Ara, besok aku akan datang lagi. Sekarang kamu bobok yang enak dan mimpi indah.”

“Janji, Mommy akan datang lagi.”

“In syaa Allah, My Princess.”

Ara yang masih terpejam mendadak membuka matanya lebar, lalu mengelus wajah Dara dengan tangan kecilnya.

Dara pun heran bagaimana ia bisa memanggil seorang anak yang baru beberapa menit ditemuinya dengan sebutan My Princess.

Setelah menatap Dara, Ara bergeser ke arah ayahnya dan minta digendong ke kamar.

Ada perasaan sedih ketika Ara meninggalkannya, hingga Dara harus menghela napas.

“Ya Allah, bagaimana mungkin anak sekecil itu harus hidup tanpa ibunya?”

Dara menoleh, menatap Ara yang melambai dan tersenyum saat Jadden menggendongnya menuju kamar.

“Sweet dreams …” ucap Dara lembut.

“I will dream about you,” balas Ara sebelum masuk ke dalam kamar.

Darius mengamati interaksi antara Dara dan Ara. Betapa kehadiran Dara mampu menghadirkan kembali senyum di wajah cicitnya.

“Terima kasih, terima kasih telah membuat cicitku bisa tersenyum.”

Dara menghela napas lalu menjawab, “Sama-sama, Tuan.”

“Gadis selalu memanggilku Opa. Apakah kamu mau memanggilku Opa?”

Ragu, Dara menjawab. “Entahlah, Tuan. Mungkin suatu hari. Tapi saat ini Dara masih bingung dan canggung.”

Darius tersenyum, baginya menatap darah daging anaknya yang selama ini tak pernah disangka ada sudah cukup membahagiakan.

Walau secara fisik identik dengan Gadis, namun Dara lebih banyak mewarisi sikap Riza yang selalu straight to the point. Putranya selalu jujur terhadap perasaannya.

“Opa menghargai kejujuranmu, Nak. Bagaimana dengan tawaran Opa? Kalian mau kan menginap di rumahku?”

Dara menatap ayahnya. Fauzan menjawab Darius dengan sopan, “Terima kasih atas tawaran Tuan. Kami sudah menyewa kamar di sebuah penginapan. Jika diijinkan, kami besok ingin berziarah?”

“Tentu kita ziarah bersama, tapi saya mohon jangan tolak undangan saya untuk sarapan di rumah besok pagi. Akan saya kirim mobil untuk menjemput.”

“Kami bisa pakai taxi online, Tuan,” rikuh Fauzan menjawab.

“Kalian adalah keluarga bagiku. Pak Fauzan, mohon jangan tolak lagi. Saya berhutang banyak karena Bapak dan Ibu telah membesarkan Dara.”

“Bapak tidak berhutang apa-apa. Sekar adalah adik saya. Kami ikhlas membesarkan Dara dan kami pun menyayanginya seperti anak sendiri.”

“Apakah kalian sendiri punya anak?” Tanya Adrian menyelidik.

Arum menunduk. Sewaktu kecil ia mengalami kecelakaan yang menyebabkan rahimnya harus diangkat. Fauzan langsung menggenggam erat tangan istrinya.

“Tidak, Pak. Tapi jikalau Allah memercayakan anak kandung, perasaan cinta kami pada Dara tidak akan berubah. In syaa Allah.”

Adrian tersenyum sinis.

“Apalagi sekarang Dara resmi menjadi cucu seorang Anantara,” batinnya.

Fauzan memahami ekspresi Adrian. Pria itu tersenyum tipis lalu pamit karena hari sudah larut. Menolak dengan halus saat Darius ingin mengantar ke penginapan.

Jadden dan Darius mengantarkan Dara dan rombongan hingga mereka naik ke mobil Irsad.

“Urusan kita belum selesai, Jadden.” Darius berkata pada menantunya.

“Opa, Jadden minta maaf.” Jadden meraih tangan Darius dan langsung ditepis.

“Aku masih menganggapmu karena kamu adalah ayah dari Aurora. Tapi tidak lebih dari itu. Kesalahan terbesarku adalah tidak memercayai instingku untuk menyelidiki latar belakang hanya karena Gadis sudah sangat menyukaimu saat itu.”

“Opa …”

“Setidaknya Riza berani menghadapiku dan mempertahankan cintanya. Kamu? Kamu malah menjadikan Gadis sebagai tameng untuk pernikahan rahasiamu dengan Melati. Opa jijik melihatmu, Jadden.”

Darius berkata dengan geram. Jadden menunduk.

“Opa, awalnya aku memang menggunakan pernikahan dengan Gadis sebagai tameng. Tapi aku akhirnya jatuh cinta padanya.”

“Lalu Melati? Kamu juga mencintainya, kan?”

Jadden tidak berani menjawab.

“Sudah kuduga. Dasar pengecut! Mengatakan kamu mencintai Melati pun tak sanggup.”

Darius kemudian melangkah pergi meninggalkan rumah yang pernah menjadi saksi cinta antara Gadis dan Jadden.

Dengan sendu Jadden menatap mobil mewah milik Darius Anantara meninggalkan pekarangannya.

Di balik tembok, Melati mendengar semua percakapan dengan rasa kecewa.

“Bahkan saat Gadis sudah meninggal, kamu masih belum berani berterus terang tentang kita, Kak.”

***

Darius menatap miris ke penginapan tempat Dara menginap bersama Ayah dan Bundanya. Sebuah penginapan sangat sederhana. Bahkan rumah asisten rumah tangganya jauh lebih baik dari ini.

Ia menoleh ke arah gerobak kaki lima tempat Fauzan, Arum dan Dara sedang menikmati mie dokdok. Dara tertawa ceria, sibuk mengambil mie dari mangkuk bundanya. Mereka bertiga terlihat kompak dan bahagia.

Kemudian Irsad datang membawa minuman. Darius bisa melihat sikap Dara berubah begitu Irsad duduk bersama mereka.

“Tuan, jadi nona itu kembaran Nyonya Gadis? Tuan sudah yakin? Secara hari gini banyak penipuan.”

Netra Darius tak lepas dari Dara. Secara tak sadar ia membandingkan antara Gadis dan Dara. Jika Gadis lemah lembut, maka Dara adalah versi grasak grusuk. Gadis selalu manja, sementara Dara sepertinya punya sifat usil bin jahil.

Darius tersenyum karena kini diam-diam Dara minum dari gelas Bundanya. Persis seperti dulu Riza sibuk mengusili Diandra.

Air mata tergenang di pelupuk mata Darius. Ia terkesiap ketika tiba-tiba melihat Dara berjalan ke arahnya membawa dua mie dokdok.

“Padahal kita sudah parkir nyempil dan ganti mobil, kok masih kelihatan, ya?” Gumam driver sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Darius turun dari mobil.

“Dara, kamu harus hati-hati, Nak. Jangan asal datengin mobil. Siapa tau bukan Opa yang di dalam mobil.”

“Dara udah liat dari tadi kok. Dara juga sudah pastikan kalau Tuan yang ada di mobil ini. Maklum, biasa di jalan jadi gampang hafal. Lagi pula mana ada sih di daerah kayak gini ada mobil yang drivernya pake seragam safari,” jawab Dara sambil terkekeh.

“Tuan mau makan di mobil atau sama kami? Ini enak banget. Kata Ayah, ini makanan khas tanah Jawa.”

Darius menahan diri untuk tidak memeluk Dara. Kini, Dara sudah bersikap normal tidak seperti saat di rumah Jadden. Darius bisa merasakan kehangatan.

“Kalau, kalau Opa makan di sana? Kalian keberatan?”

“Ya enggak, kan tadi Dara nawarin mau gabung atau enggak?” Dara tertawa lebar, dengan gaya tawa seperti Riza.

“Mas, ini ambil satu mangkok. Panas tau.”

“Maaf, Non.” Driver itu segera mengambil dari mangkuk untuknya dari tangan Dara.

“Yuk, Tuan, ini saya bawakan aja.”

Dara lalu mendahului jalan ke gerobag.

“Tuan, Tuan yakin mau makan di gerobag? Tuan nggak pernah jajan kayak gini sebelumnya.” Driver khawatir.

“Ralat! Saya sudah puluhan tahun tidak jajan seperti ini.”

Darius tersenyum mengingat dulu sebelum dirinya berhasil menjadi wirausaha sukses, bersama Diandra mereka sering jajan di warung-warung.

Fauzan berdiri dengan sopan, begitu juga dengan Arum dan Irsad.

“Loh, kok berdiri, santai aja, santai. Waduh saya udah lama nggak makan seperti ini. Sedep banget.”

Dari berbagai arah bermunculan bodyguard dan berdiri tak jauh dari gerobag.

“Ayah, ternyata pengawalnya banyak. Uang Dara nggak cukup buat beliin semua,” bisik Dara kepada Fauzan.

“Nggak usah, Dara. Mereka sudah makan tadi di rumah,” ucap Darius menenangkan cucunya.

Driver yang sedang asik menyeruput kuah mie dokdok merasa tersindir lalu berdiri bersama teman-temannya.

“Loh, Mas. Abisin, nggak? Udah Dara beliin juga …”

Irsad menahan tawa melihat driver yang sedang terancam. Akhirnya pria itu duduk setelah Darius mengangguk padanya.

“Enak, kan? Dara juga suka.” Dara melanjutkan makan dengan lahap.

“Iya, Non. Makasi.”

“Ayah, aku dipanggil Non,” bisik Dara lagi dengan polosnya. Ia sering mendengar ayahnya memanggil Non pada anak majikannya. Kupingnya geli saat dirinya dipanggil Non.

Semua menahan tawa mendengar komentar jujur yang dilontarkan Dara.

Sementara Dara tak sadar dan terus menikmati sedapnya hidangan yang baru pertama kali dia makan.

“Tuan, bisakah menceritakan tentang Papa?”

“Papamu adalah anak yang luar biasa. Dari kecil dia selalu juara kelas. Sejak SMP, Riza mulai tertarik untuk masak hingga memutuskan untuk belajar ke Perancis.”

“Maa syaa Allah. Papa pernah belajar ke Perancis. Gadis juga ya?”

“Ya, kembaranmu pernah belajar di Perancis juga.”

“Aku cuma bisa motong bawang, itu juga asal-asalan, ya, Bun. Mama juga katanya pinter masak, aku nurun siapa?” Dara berkata lirih.

“Opa yakin, Dara punya karakter kuat yang menurun dari Papa dan Mama. Yang jelas, setiap Dara bicara, Opa seperti melihat Papamu."

Dara menghela napas.

"Mba Dara kenapa, Sayang?" Arum mengelus punggung Dara.

"Tuan, kenapa sampai sekarang tidak terbongkar siapa yang menembak Papaku?"

***

1
Siti Arbainah
kadang yg terlihat baik blum tentu baik dan yg terlihat jahat blum tentu jahat
Siti Arbainah: iya.. mkanya kita gak bisa nilai orang cma dr covernya aja bahkan yg dekat aja bisa lbih jahat 😆
freya alana: Betul banget. Kadang yang santun justru punya niat busuk. 😍😍😍
total 2 replies
Siti Arbainah
curiga sama Adrian sih dalangnya kecelakaan itu
freya alana: Hmmm lanjut kaaak 😍😍😍
total 1 replies
shanairatih
ceritanya keren bgt 👍👍👍👍👍💕💕💕
lapak nasi khansa
👍👍👍👍
freya alana: Makasi dah mampir ya. Sila tengo juga novelku yang lain 💖💖
total 1 replies
Nana
kasian Dara 😭😭😭
freya alana: Lanjyuuut kak ☺️
total 1 replies
Nana
couple somplak 🤣🤣🤣
freya alana: 🤭🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Nana
😭😭😭 gemes bgt sama Dara dari awal bikin ngakak
freya alana: Xixixixi … iya kak 😍
total 1 replies
Nana
udah ada yg punya, patah hati deh Dara gue
freya alana: Hihihi lanjut dulu kaak 😍😍😍
total 1 replies
G
yah tamat
Bundanya Pandu Pharamadina
endingnya
👍👍👍👍
❤❤❤❤
semoga mbak Authornya sehat selalu, sukses dan berkah, makasih mbak Author
freya alana: Makasi kak, maa syaa Allah … met menjalankan ibadah Ramadhan ya kak … 🌹🌹🌹🌹
total 1 replies
Bundanya Pandu Pharamadina
Dara Askara
❤❤❤❤
freya alana: Sejodoh 😍
total 1 replies
Bundanya Pandu Pharamadina
iih mbak Author bikin senam jantung terus, semoga Dara selamat dan bisa membongkar kedok Anwar.
freya alana: Hehehehe 💓
total 1 replies
Bundanya Pandu Pharamadina
hantunya berwujud manusia yah mbak Author🤔
freya alana: Iyaaaah…
total 1 replies
Bundanya Pandu Pharamadina
mampir marathon👍❤
freya alana: Maa syaa Allah… makasi kakaaak 🌹🌹🌹
total 1 replies
Mak mak doyan novel
karya yg keren.
freya alana: Maa syaa Allah, tabarakallah … makasi kakak 💕💕💕
total 1 replies
Mak mak doyan novel
akhirnya selesai juga... ending yang sesuai harapan...happly ever after..
karyamu keren thor. good job
freya alana: Makasi kakak, makasi udah mampir dan kasih komen….. aku pada muh 💕💕💕💕
total 1 replies
Aisyah farhana
seriusan ini Dara mau 12 anak good job lanjutkan seruuu sekali banyak krucil deketan pula lahirnya, pak Adrian ternyata anda juga menyimpan rahasia tapi termaafkan dehh demi Dara sama Askara n anak" juga. karya yg hebat luar biasa kak ditunggu karya selanjutnya makasih sudah buat cerita yg luar biasa enak buat dibaca lanjuuuttt
freya alana: Kak… makasi ya sudah baca novel aku …. semoga selalu sehat dan bahagia…. Aamiin 😘😘😘
total 1 replies
🟡𓆉︎ᵐᵈˡ 𝐀⃝🥀sthe⏤͟͟͞R🔰¢ᖱ'D⃤
wah Dara keluarganya rameee bangeeettt
makasih yah kak
karyanya bagus
semoga nanti Makin banyak yang baca,Makin banyak yang suka
sukses selalu ❤️
freya alana: Makasi ya Kak, udah baca novel aku …. Seneng deh. Semoga selalu bahagia n sehar ya Kak … 😘😘😘
total 1 replies
Arie
👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍
freya alana: Makasi ya Kakak ….
total 1 replies
Aisyah farhana
waaahhhh selamat Dara Anantara n Gadis happy banget samaan lahirannya baby boy pula yeyyyy
freya alana: Hihhi iyaaah. Lanjuuut kaaaak 😍😍😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!