NovelToon NovelToon
Pedang Dari Masa Depan Jatuh Melalui Sebuah Meteorit

Pedang Dari Masa Depan Jatuh Melalui Sebuah Meteorit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Fantasi / Mengubah Takdir
Popularitas:45.9k
Nilai: 5
Nama Author: Wafi_Shizukesa

Peristiwa meteorit jatuh yang anehnya hanya bisa dirasakan oleh Yamasaki Zen, seorang pelajar SMA berusia 15 tahun selepas aktivitas belajarnya di sebuah Akademi Matsumoto. Kejanggalan itu membuatnya terkejut dan bingung setelah suara dentuman keras berhasil membuat telinganya kesakitan. Namun anehnya, kedua orang tuanya sama sekali tidak merasakan dampak apa pun.

Di suatu tanah lapang di bukit rendah, dirinya melihat kilau meteorit dari kejauhan. Setelah selesai memeriksa meteorit itu, suatu hal absurd, kini ia menemukan sebuah pedang di dalam meteorit yang sesaat sebelumnya lapisan luarnya telah hancur dengan sendirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wafi_Shizukesa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 005 : Pertama Kali Aku Melihatnya

Bagian 1

*Cesstt…*

Mobil bus yang ditumpanginya akhirnya berhenti.

Setelah perjalanan yang memakan waktu kurang lebih empat puluh menit itu, Yamasaki Zen turun seorang diri di halte yang sama saat keberangkatannya ke sekolah. Lalu, perjalanan pun dilanjutkan dengan berjalan kaki ke rumahnya.

Cahaya sinar matahari senja hari itu benar-benar begitu nyaman.

Namun, selagi sinar matahari senja menyihir tubuhnya, di tengah perjalanannya—beberapa meter sebelum jalan pertigaan, seorang kakek tua dengan sebuah tongkat penopang di ketiak kanannya menarik perhatiannya.

Pasalnya, dirinya baru pertama kali melihat kakek itu berjalan di sekitar sini.

Dalam pikirnya sempat mengatakan kalau kakek itu baru saja pindah ke tempat ini. Akan tetapi, berpikir soal tempat tinggal, sedikit pun tidak terpikirkan sebuah hunian lain di lingkungan sekitarnya. Terlepas dari hal itu, kenyataan dari cara berjalan kakek itu membuat dirinya merasa iba.

Dia mengandalkan sebuah tongkat untuk membantunya berjalan, karena alasan itu, Yamasaki berpikir kalau kaki sebelah kanan beliau mengalami luka. Segera setelahnya, Yamasaki pun menghampirinya dengan niatan untuk membantunya.

Setelah jarak yang cukup terbentuk antara dirinya dan kakek itu.

Yamasaki Zen berjalan tepat di samping kanan kakek tersebut, lantas dirinya pun berinisiatif untuk memulai percakapan yang mendasar.

“Selamat sore, kek!”

“…”

Tidak ada balasan.

Kakek itu seakan tidak memedulikan kehadiran Yamasaki yang berada persis di sampingnya.

Dalam suasana yang hening, beliau masih melanjutkan perjalanannya.

—Apa suaraku terlalu pelan, ya?

Merasakan kondisi yang canggung ini, Yamasaki hanya bisa berpikir positif, dan beranggapan kalau dirinya saja yang menyapa kakek itu dengan suara yang terlalu pelan sehingga kakek itu tidak dapat merespon panggilannya.

“Anu… selamat sore, kek! Bisa saya membantu mengantarkan Anda sampai kepada rumah Anda? Saya lihat, keadaan kaki Anda sedang tidak baik. Maka dari itu, saya berniat membantu mengantarkan Anda setidaknya sampai rumah Anda.”

Setelah cukup panjang menjelaskan niat kehadirannya, kakek itu tiba-tiba berhenti, untuk sesaat wajah mereka saling bertemu. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Kakek itu tiba-tiba saja mengeluarkan benda yang sepertinya alarm keamanan diri.

Dan seketika itu pula, benda yang merupakan 'alarm keamanan diri' tersebut langsung dibunyikan di saat itu juga.

Suara alarm yang berbunyi nyaring itu jelas membuat Yamasaki Zen menjadi panik, pikirannya membuat anggapan liar seakan dirinya adalah seorang penjahat yang ingin melukai seorang kakek.

“Aaaaa... tunggu sebentar! Aku bukan manusia jahat, lo! Jadi, jangan salah paham dulu!”

“Aa—benarkah?”

“Iya, aku benaran tidak ada niat buruk kepada Anda, kok!”

Yamasaki mengangkat kedua telapak tangannya terbuka, sedikit dirinya jauhkan dari kakek itu dan ditempatkan di depan dada sebagai rasa seriusnya kalau niatnya hanyalah dalam tujuan yang baik.

—Malahan, untuk apa aku melakukan hal yang sehina itu? Selain itu, menyerang seseorang yang tidak bersalah? Itu sama sekali tidak masuk di akal.

Terlintas dalam benaknya mengatakan demikian.

Setelah diskusi yang terjadi di antara mereka berdua. Kakek itu akhirnya memutuskan untuk mematikan alarm keamanan diri.

Sepertinya, meski kesalahpahaman yang terjadi sudah mereda. Kakek itu menunjukkan raut wajahnya yang masih dipenuhi rasa curiga kepada Yamasaki.

“Yah… maaf, ya? Habisnya, kakek baru kali pertama berbicara dengan orang asing.”

—‘Kakek’…

“Kalau kakek bicara seperti itu. Saya juga minta maaf kalau misal saya telah lancang berbicara dengan kakek.”

“Saya hargai permintaan maaf kamu. Oh iya, meski kakek memang terlihat sudah tua, tetapi, gini-gini kakek masih berumur 64 tahun, tahu?”

“Bukankah itu sudah termasuk tua?”

“Tidak-tidak, kakek ini masih terbilang muda, tahu?”

“Tidak ada orang yang menyebut dirinya ‘kakek’ kalau menganggap dirinya masih muda tahu, kek!”

“—Pemandangan sore hari itu indah, ya?”

Tiba-tiba saja topik berganti.

—Mencoba mengalihkan topik, ya?

Yamasaki berkata dalam hati, dirinya jelas mengetahui kalau kakek itu seperti tidak ingin menerima kenyataannya. Kenyataan... kalau umur dirinya sudah tidak lagi dikategorikan usia muda atau bahkan usia dewasa.

Kakek itu telah berbohong kepada orang yang tidak tepat.

Namun, pengecualian untuk hari ini, Yamasaki tidak ingin berlama-lama di bahu jalan. Maka dari itu, dirinya memilih untuk menuruti apa yang diinginkan kakek itu.

“Baiklah, kalau kakek inginnya seperti itu. Jadi, saya harus memanggil Anda siapa?”

“Panggil saja, Tesuba!”

—Tesuba-san, ya. Lah, kok. Sepertinya aku pernah mendengar nama itu, tetapi di mana…?

Yamasaki sempat berkata dalam pikirannya. Dirinya tidak ingin berlarut-larut dalam pikirannya. Segera dia pun menjawabnya:

“Ah, Tesuba-san.Senang bertemu denganmu, nama saya Yamasaki Zen!”

“Senang bertemu denganmu juga, Zen-kun. Jadi, apa tujuan awal kamu menghampiri kakek?”

Yamasaki kembali menjelaskan maksud tujuan awal dirinya menghampiri kakek yang memiliki panggilan nama ‘Tesuba’ tersebut. Beruntungnya, setelah selesai menyampaikan niat awalnya dengan jelas, Tesuba akhirnya menerima uluran tangan yang ditawarkannya.

***

Singkatnya, mereka akhirnya sampai disuatu lokasi.

Tempat itu tidak asing bagi Yamasaki Zen, malahan, sejenak dirinya dibuat mengingat kembali mengenai kebenaran keberadaan Tesuba yang ada keterkaitannya dengan tempat itu.

Setelah dibutuhkan tenaga yang lebih bagi dirinya untuk menaiki berpuluh-puluh anak tangga yang berupa batuan bata yang dilapisi semen. Apalagi, dengan situasinya yang saat ini tengah menopang tubuh seorang kakek yang baru saja ditemuinya. Yamasaki berpikir kalau dirinya sudah melakukan yang terbaik.

Selama perjalanannya menaiki puluhan anak tangga, beberapa gerbang torii dan dua buah patung rubah inari juga menyambut di awal kedatangan mereka berdua. Lokasi saat ini bertempat di dataran tinggi pegunungan tidak jauh dari rumah tempat tinggal Yamasaki. Jelasnya, tempat yang saat ini dikunjunginya ialah sebuah kuil.

Dan biasanya di tempat itu, sebuah festival kembang api selalu diadakan setiap tahunnya.

Tentunya, setiap tahun Yamasaki Zen selalu hadir mengikuti festival ataupun acara keagamaan di sana.

Dari kejauhan, beberapa bangunan dibangun tampak menggunakan bahan kayu, sedikit perpaduan menggunakan batu dan semen untuk beberapa anak tangga menuju altar tempat berdoa.

Selain itu, di sana terdapat pohon-pohon menjulang tinggi tumbuh mengelilingi tempat itu.

“Baiklah, sudah sampai!”

Tesuba lantas berseru, mengantarkan mereka berdua persis di depan altar kuil.

Perlahan-lahan, Yamasaki berusaha untuk melepaskan topangannya dari bahunya.

“Tempat ini… apa mungkin, Tesuba-san tinggal di tempat ini?”

“Benar, saya juga menjadi pengurus kuil ini sejak lima tahun yang lalu.”

“Eh… benarkah? Tetapi, kalau memang sudah selama itu. Kenapa setiap festival ataupun acara kegiatan spiritual yang diselenggarakan di tempat ini saya tidak pernah melihat Anda?”

Pertanyaan yang dari awal masih menjadi misteri baginya, karena hal itu juga membuat Yamasaki menjadi penasaran.

Itu masih salah satu dari beberapa pertanyaan yang nanti akan dipertanyakan.

“Oh, soal itu? Saya hanya tidak ingin seseorang melihat saya seperti ini.”

“…”

Pertanyaannya terjawab, meski itu meninggalkan sebuah misteri yang keluar dari kata-katanya.

Yamasaki terdiam merenungi arti perkataan yang dilontarkanTesuba.

Asumsi liar dari benaknya tiba-tiba muncul, dirinya ingin sekali bertanya kepada Tesuba. Namun, entah kenapa instingnya mengatakan kalau sebaiknya dirinya tidak bertanya lebih lanjut. Apalagi, asumsi liar yang dipikirkan itu berkaitan mengenai identitas diri ‘Tesuba’ itu sendiri.

“Terima kasih, untuk bantuanmu yang sebelumnya! Kapan-kapan mampirlah ke tempat ini untuk sekadar berdoa ataupun bertanya mengenai kuil ini kepada saya! Saya cukup terbuka untuk itu.”

Pada akhirnya, percakapan mereka dihentikan cukup sampai disitu.

1
Wafi_Shizukesa
syapp!
Not Found
semangat kak 😊❤️
Ananda
sangat keren dan menginspirasi
Hibr 'Azraq
11, 12 sama si Taewoon wkwkwk.
Hibr 'Azraq
Fufufu, Tidak baik menolak rezeki Zen...
Hibr 'Azraq
Anak pintar....
Wafi_Shizukesa
lah, kamu mampir dong 😅
Hibr 'Azraq
gila novelnya keren..! semangat Thorrr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!