Menapaki Jejak di Madyapada yang penuh cerita yang tak terduga, sesosok Rehan dengan beribu harap dalam benak dan Sejuta mimpi dalam sepi, meniti asa pada cahaya senja, menitip doa pada Sang Penguasa Semesta.
Berharap bisa bersanding dengan Rena perempuan anggun berparas rupawan dan berdarah Ningrat yang baik hati, seutas senyum ramah selalu menghiasi wajahnya, namun dalam riangnya tersimpang selaksa pilu yang membiru.
Akankah cinta dua insan itu bersatu dalam restu keluarga Rena? ataukah cinta mereka akan tenggelam layaknya Cahaya lembayung yang tertelan oleh gelapnya malam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vheindie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dinner
Di sebuah Restoran yang sangat megah, terlihat dua muda-mudi tengah menikmati hidangan yang begitu mewah, bahkan keduanya berada di ruangan VIP dan kedua orang tersebut tidak lain tidak bukan adalah Rena Wijaya Putri dan anak dari pengusaha ternama yaitu Nicholas Bramono atau biasa disapa Niko.
Keduanya pun menyantap hidangan dengan santai, mengobrol beberapa patah kata, meski kebanyakan yang bicara duluan adalah Niko, sementara Rena hanya menanggapi saja.
"Jadi kamu akan berangkat besok sore?" tanya Niko meski agak kecewa karena rencananya untuk lebih dekat dengan Putri dari anak bungsu Pak Wijaya itu akan sedikit terhambat karena jarak.
"Iya, karena besok paginya ada kegiatan posyandu di balai desa-" Jawab Rena tapi perkataannya keburu dipotong oleh lelaki yang ada di depannya itu.
"Apakah kamu betah bertugas di perkampungan seperti itu, padahal kalau kamu mau, kamu bisa menjadi salah satu pimpinan di sebuah rumah sakit yang pak Wijaya kelola, dan itu sudah pasti jelas jenjang karir serta kesuksesan yang kamu capai suatu hari nanti," ucap Niko memotong penjelasan dari Rena.
"Saya pikir Bang Niko terlalu meremehkan suatu kesuksesan dengan cara mendefinisikan kesuksesan hanya sesederhana itu, memang saya pun tidak menafikkan bahwa saya bisa sejauh ini, karena kedua orang tua saya yang mempunyai harta berlebih, bahkan meski saya memilih menjadi seorang bidan yang notabenya sedikit berbeda dengan ketiga kakak saya, tapi menurut pemahaman pribadi saya itu sama saja, yaitu melayani dengan baik pasien yang datang pada kita, bahkan meski itu dari kalangan orang yang biasa sekalipun, dan asal Bang Niko tau, ada kebanggaan tersendiri ketika saya berada di tengah-tengah masyarakat yang kalian anggap biasa saja, yaitu rasa gotong royong yang masih sangat tinggi,"
Rena menjelaskannya dengan panjang kali lebar, kali tinggi dengan perasaan menggebu-gebu, bak prajurit pejuang kemerdekaan yang tidak mau harkat dan martabatnya diinjak-injak kembali oleh bangsa belanda, selepas negeri matahari terbit menyerah tanpa syarat pada sekutu, usai kedua kota di negaranya dijatuhi bom nuklir oleh tentara Amerika.
Sementara Niko hanya bungkam mendengar perkataan dari Rena, dalam hatinya dia merasa heran dengan gadis yang tengah makan malam bersamanya itu, kenapa dia harus repot-repot menjadi seorang bidan dan bertugas di perkampungan, ketika orang tuanya mempunyai beberapa rumah sakit elit bahkan universitas kedokteran ternama di negara ini.
***
" Assalamualaikum, punten," seru Rehan di depan rumah Aki Darja, terlihat dia membawa sesuatu di tangannya dengan ditemani Rijal sohib terdekatnya yang ingin sekali ikut ketika dia bilang akan ke rumah Aki Darja yang ada di paling ujung di kampung tersebut, sambil membawa gitar bututnya.
" Waalaikumsalam, manggaa, silahkan masuk tidak di kunci ini kok cu," jawab orang yang ada di dalam yang tidak lain adalah Aki Darja sendiri.
Rehan dan Rijal pun naik ke rumah panggung tersebut, untuk masuk ke dalam, setelah meletakan kantong kresek yang ternyata berisi makanan, sebab tadi sore selepas Ba'da magrib di rumahnya Rehan mengadakan acara tasyakuran kecil-kecilan, karena sudah selesai memanen padi di sawahnya, dengan mengundang ustadz dan para tetangga untuk melakukan doa bersama pada Sang Maha pemberi segala Nikmat untuk semua makhluk ciptaan-Nya.
Malam ini Rehan dan Rijal tidak langsung pergi untuk sekedar nongkrong di Pos Ronda seperti biasanya, karena mereka ingin sesekali merasakan hembusan angin malam di ujung kampung, tepatnya di rumah Aki Darja.
"Hmmz... Semilir angin kemarau sudah mulai terasa ya," ucap Rijal menangkupkan tangannya pada gitar yang dia bawa.
"Sepertinya begitu, ya mudah-mudahan jangan sampai kemarau panjang kayak dua tahun yang lalu," timpal Rehan sambil membolak-balikan lembaran buku yang dia bawa dari rumah, yaitu buku panduan tentang audio video yang dia pinjam dari tempat kursusnya.
"Fiuh.. Yang dua tahun kemarin mah gak ada apa-apanya, dulu Aki mah pernah ngalamin kemarau sampai tujuh bulan, eh ngomomg-ngomong, Kapan kau melaksanakan pernikahanmu dengan anak juragan sapi dari kampung sebelah itu? denger-denger kemarin katanya kau sudah melakukan tunangan?" seru Aki Darja ikut nimbrung sambil menghembuskan asap rokok kreteknya, setelah dia beres memakan nasi dan lauk pauknya yang dibawa oleh Rehan tadi.
"Iya memang betul sih Ki tadi pagi acara tunangannya, tapi kalau nikahannya palingan habis lebaran idul Qurban," jawab Rijal menjelaskan tentang rencana pernikahannya dengan Maryati.
"Bukannya awalnya kau itu tidak ingin di jodohkan dengan Si Yati?" ucap Rehan sedikit menggoda temannya itu.
"Hehee.. Kan pada awalnya kami tidak saling mengenal, tapi setelah beberapa kali bertemu dengannya aku merasa sangat cocok satu sama lainnya, eh terus bagaimana hubungan kau dengan Bu Bidan?"Jelas Rijal sambil tersenyum dan balik bertanya pada Rehan.
"Hmmzz.. Ah biasa baik-baik saja, doa kan saja" jawab Rehan singkat, karena dia masih bingun dengan status hubungan mereka, meski sudah mengungkapkan perasaan dan Rena menerimanya, tapi mereka berkomitmen untuk tidak terlalu mengumbar hubungan mereka hingga mereka berencana kejenjang yang lebih serius.
"Hah ternyata kau masih belum mengungkapkan perasaanmu pada Bu Bidan cantik itu," ucap Rijal mendesah kecewa, karena dia menyangka teman baiknya itu belum mengungkapkan isi hatinya pada Rena, yang membuatnya agak kecewa.
Kemudian Rijal pun memainkan gitar dengan petikan jarinya dan mencoba membacakan sebuah bait puisi Karya dari Maestro Sapardi Djoko Damono, dan di iringi oleh hembusan angin malam yang semilirnya terasa menyejukan
"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada"
Aki Darja dan Rehan terkesima dengan lantunan puisi yang di bawakan oleh Rijal tersebut, kagum dengan suara temannya itu
haloo kak aku nyicil bacanya yaa
jangan lupa mampir di karya terbaruku 'save you'
thankyouuu ❤
sukses selalu buat kakak 🤗🤗