Harap bijak memilih bacaan.
riview bintang ⭐ - ⭐⭐⭐ = langsung BLOK.!
Barra D. Bagaskara, laki-laki berusia 31 tahun itu terpaksa menikah lagi untuk kedua kalinya.
Karena ingin mempertahankan istri pertamanya yang tidak bisa memliki seorang anak, Barra membuat kontrak pernikahan dengan Yuna.
Barra menjadikan Yuna sebagai istri kedua untuk mengandung darah dagingnya.
Akibat kecerobohan Yuna yang tidak membaca keseluruhan poin perjanjian itu, Yuna tidak tau bahwa tujuan Barra menikahinya hanya untuk mendapatkan anak, setelah itu akan menceraikannya dan membawa pergi anak mereka.
Namun karena hadirnya baby twins di dalam rahim Yuna, Barra terjebak dengan permainannya sendiri. Dia mengurungkan niatnya untuk menceraikan Yuna. Tapi disisi lain Yuna yang telah mengetahui niat jahat Barra, bersikeras untuk bercerai setelah melahirkan dan masing-masing akan membawa 1 anak untuk dirawat.
Mampukah Barra menyakinkan Yuna untuk tetap berada di sampingnya.?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Cindy menundukkan pandangan beberapa saat. Meski sudah melakukan kesepakatan dengan Barra, tapi dia tidak bisa menahan rasa penasarannya untuk melihat seperti apa sosok wanita yang telah dipilih oleh Barra sebagai istri keduanya.
"Aku mengerti." Jawab Cindy pasrah.
"Aku harus mandi, sampai jumpa besok." Cindy melambaikan tangan sembari mengulas senyum.
"Nggak usah dimatiin, aku mau liat kamu mandi." Goda Barra dengan senyum mesum.
"Jangan mulai." Tegur Cindy, wajahnya seketika merona.
"Bye,,, love you."
"Semangat kerja keras nanti malam." Cindy balik menggoda Barra, sebelum Barra menegurnya, Cindy lebih dulu memutuskan panggilan.
Barra menghela nafas berat.
"Apa aku bisa melakukannya dengan wanita lain.?" Gumamnya frustasi.
Hingga detik ini, hanya Cindy satu-satunya wanita yang dia sentuh.
Barra tidak pernah membayangkan akan mengalami permasalahan rumah tangga serumit ini hingga memaksanya harus membawa wanita lain dalam kehidupannya bersama Cindy dan harus berbagai ranjang.
Jika bukan untuk mempertahankan Cindy disisinya, Barra tidak akan pernah melakukan pernikahan konyol ini bersama Yuna.
...****...
Cindy masuk kedalam kamar mandi. Duduk dengan memeluk kedua lututnya di bawah guyuran shower. Air matanya tumpah bersamaan dengan banyaknya air yang mengguyur tubuhnya.
Cindy sudah berusaha untuk ikhlas, tapi pada kenyataannya mengucapkan tak semudah menjalankan. Hatinya selalu sakit setiap mengingat bahwa ada wanita lain dalam hidup Barra.
Memang Cindy sendiri yang menyuruh Barra untuk menikah lagi setelah mempertimbangkan dengan matang selama hampir 2 tahun belakangan.
Sampai akhirnya Barra menyerah dan setuju untuk menikah lagi.
Awalnya Cindy bermaksud melepaskan Barra, dia tidak mau egois dengan mempertahankan Barra yang masih terbilang muda dan dia bisa memiliki anak karna tidak memiliki masalah pada kesehatannya.
Walaupun ribuan kali Barra mengatakan jika dirinya tidak mempermasalahkan tentang anak, dan mengatakan sudah cukup bahagia hidup bersamanya, tapi Cindy memikirkan kedua orang tua Barra yang pasti memiliki harapan besar untuk memiliki cucu dari darah daging Barra.
Saat ini Barra mungkin berfikir bisa hidup tanpa seorang anak, karna Cindy masih berada disampingnya dan bisa mengurus serta memberikan kebahagiaan padanya.
Tapi Cindy justru berfikir panjang dan realistis, berfikir bahwa pada akhirnya semua yang bernyawa akan pergi.
Cindy tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya Barra jika suatu saat dia yang pergi lebih dulu meninggalkan Barra.
Jika itu terjadi, mungkin Barra akan terpuruk dan tidak memiliki semangat hidup karna Cindy tau bahwa Barra menyerahkan seluruh hati dan hidupnya hanya untuk dirinya.
Setidaknya dengan adanya anak kandung, Barra tidak akan terlalu hancur saat dia pergi lebih dulu meninggalkan Barra.
"Semua ini demi kebahagiaan dan kebaikan kamu, tapi kenapa begitu sakit untuk berbagi." Air mata Cindy semakin tumpah tak terbendung.
Ribuan benda tajam seakan menancap di dadanya.
Aku harap dia wanita yang baik, tidak mengambil seluruh hati Barra dariku." Ucapnya penuh harap.
Selalu ada ketakutan dalam diri Cindy. Takut Barra akan memberikan seluruh cintanya pada madunya dan pada akhirnya meninggalkan dirinya.
Dulu Cindy yang bersikeras meminta cerai, namun Barra selalu menolak. Hingga Cindy menggunakan cara lain dengan bersikap buruk didepan keluarga Barra agar kedua orang tua Barra benci padanya.
Cindy pikir kedua orang tua Barra akan menyuruh Barra menceraikannya setelah dia menunjukan sikap buruk di depan meraka dan adik Barra, tapi pada kenyataannya kedua orang tua Barra tidak pernah mau ikut campur dengan rumah tangga putranya.
*
Flashback
Setelah mengembalikan makanan milik Sisil, Barra menyeret Cindy ke dalam apartemen. Dia sudah geram dengan sikap istrinya yang semakin menjadi.
Entah harus berapa kali Barra memperingatkan Cindy untuk berhenti membuat masalah.
"Barra,, sakit.!!" Cindy menarik kasar tangannya yang di genggam Barra.
Braakk..!!!
Barra membanting pintu dengan kasar. Cindy sampai terperanjat kaget. Dia tidak pernah melihat Barra sampai semarah ini sebelumya. Wajah Barra bahkan memerah. Matanya menatap tajam padanya penuh amarah.
"Cukup Cindy.! Hentikan kegilaanmu mu itu.!" Bentak Barra.
"Percuma saja kamu bersikap seperti ini, mereka nggak akan pernah ikut campur urusan rumah tangga kita.!" Terang Barra mengingatkan.
Amarahnya sudah memuncak setelah bertahun-tahun menghadapi ulah Cindy dengan lembut dan sabar.
Hanya karena ingin berpisah dari Barra, Cindy sampai membuat citranya buruk didepan keluarga Barra.
"Kalau mereka tau aku nggak bisa punya anak, pasti mereka akan ikut campur."
"Aku akan bilang pada Mommy Sonya." Tegas Cindy.
"Lakukan saja. Sekalipun mereka tau, keputusan rumah tangga kita tetap ada di tangan ku."
"Harus berapa kali aku bilang, apapun yang kamu lakukan, perceraian yang kamu inginkan nggak akan pernah terjadi." Tutur Barra dengan nada bicara yang mulai tenang dan pelan.
"Sebaiknya akhiri permasalahan ini, kita tetap bisa bahagia meski hanya berdua. Aku hanya butuh kamu." Ungkapnya dengan tatapan memohon.
Barra mendekat, mencoba untuk menarik Cindy dalam dekapan.
Dia tidak bisa marah terlalu lama pada Cindy. Tidak pernah tega jika harus berulang kali bicara dengan suara tinggi.
"Aku tetap mau kita pisah,," Cindy menepis pelan tangan Barra.
"Kamu mungkin nggak bisa menceraikan aku, tapi aku bisa mengajukan perceraian kita di pengadilan."
Ucapnya tanpa keraguan sedikitpun di mata Cindy. Meski didalam hati sakit yang dia rasakan begitu menyiksa.
"Aku sudah lelah Cindy. Tolong jangan bersikap seperti ini. Lupakan perceraian, lupakan soal anak." Barra terlihat putus asa. Permasalahan ini selalu terjadi setiap dia dan Cindy bertemu dengan keluarganya. Karna Cindy hanya akan berulah di depan mereka.
"Keputusan ku sudah bulat."
"Tapi aku akan memberikan pilihan padamu." Cindy menatap lekat wajah Barra.
"Berpisah dariku, atau menikah lagi.!" Tegasnya
Barra langsung terkejut mendengarnya.
Pilihan itu sama - sama akan membuatnya gila.
"Jangan harap aku mau memilih." Tegas Barra, kemudian berlalu dari hadapan Cindy. Dia malas berdebat dan ingin menghindari kemarahan yang pada akhirnya hanya akan membuatnya membentak Cindy.
"Jika kamu mau menikah lagi, aku akan berhenti meminta cerai.!!" Teriak Cindy.
Barra menoleh sekilas, lalu masuk kedalam kamar untuk bersiap ke kantor.
Jika terus meladeni Cindy, maka perdebatan itu tidak akan berakhir sampai Barra kehabisan Kata-kata.
Cindy menunggu di depan pintu kamar karna Barra mengunci pintu. Saat pintu terbuka, Cindy langsung berdiri depan Barra.
"Aku mohon, menikahlah dengan wanita yang bisa memberikan kamu keturunan."
"Cari wanita yang juga bisa menerima aku sebagai istri pertama kamu." Cindy kembali mendesak Barra. Kali ini dia sampai mengatupkan kedua tangannya didepan dada.
Barra menarik nafas dalam. Menatap mata Cindy dengan tajam.
"Kamu yakin dengan keputusanmu.?" Tanyanya.
"Aku yakin." Cindy menjawab cepat tanpa keraguan sedikitpun di wajahnya.
"Baiklah." Pada akhirnya Barra menyerah. Dia menyetujui keinginan Cindy.
Permintaannya sudah terpenuhi, tapi bukannya merasa senang, Cindy justru merasa kebahagiaan rumah tangganya perlahan runtuh.
Pengorbanan terberat dalam mencintai adalah mengikhlaskan.
"Tapi aku akan memberikan syarat padamu dan kamu harus menurutinya." Ucap Barra dengan wajah serius.
"Aku sendiri yang mencari wanita itu, dan sebelum dia hamil, kalian tidak akan saling bertemu."
"Tapi,,," Ucapan Cindy di potong oleh Barra.
"Turuti saja perkataanku kalau kamu ingin aku menuruti keinginan kamu." Ujar Barra cepat.
"Baiklah. Terimakasih,,"
Cindy menghambur kepelukan Barra. Dia bukan senang karna Barra mau menuruti keinginannya, tapi ingin merasakan dekapan disaat hatinya terasa sakit dan rapuh.
Barra membalas pelukan Cindy. Mendekap erat tubuh wanita yang sangat dia cintai.
Pada akhirnya mereka sama - sama berkorban untuk keutuhan rumah tangganya.
Flashback off