NovelToon NovelToon
My Enemy, My Idol

My Enemy, My Idol

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Enemy to Lovers
Popularitas:372
Nilai: 5
Nama Author: imafi

Quin didaftarkan ke acara idol oleh musuh bebuyutannya Dima.

Alhasil diam-diam Quin mendaftarkan Dima ikutan acara mendaftarkan puisi Dima ke sayembara menulis puisi, untuk menolong keluarga Dima dari kesulitan keuangan. Sementara Dima, diam-diam mendaftarkan Quin ke sebuah pencarian bakat menyanyi.

Lantas apakah keduanya berhasil saling membantu satu sama lain?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon imafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

Dari sekian banyak makanan yang dimasak oleh mamanya pagi itu, Quin hanya mengambil kentang rebus dan saus sambal. 

“Sama ayamnya juga dong, Quin. Kamu juga butuh protein,” kata Mamanya seraya menuangkan satu sendok dada ayam yang dipotong dadu dengan bumbu steak.

“Udah, Ma. Kebanyakan,” kata Quin sambil menyendokkan ayam teriyakinya ke piring Papanya.

“Dulu, Papa seumuran kamu itu makannya banyak banget! Nggak cukup cuma makan kentang doang,” kata Papanya Quin sambil menyuap ayam yang diberikan Quin.

“Hmmm,” Quin fokus makan sambil menatap hapenya. Dia sedang mencari tahu pengumuman lomba puisi.

“Jadi kapan pengumuman YAMI?” Tanya Papanya yang kemarin tidak sempat menjemput Quin dan Mamanya.

“Minggu depan. Kan seminggu ini masih audisi, Pa.”

“Semoga ya, kamu lolos, Quin,” jawab Papanya sambil mengusap kepalanya Quin.

Quin tetap fokus menatap hapenya. Dia tidak peduli lolos audisi atau tidak.

Dima sekarang duduk di kursi Danu, di pojok kelas. Danu duduk di kursinya bersama Givan. Seharian Dima hanya menunduk dan diam. Sesekali tertidur dan ditegur oleh guru.

“Kamu jadi audisi nggak sih, Quin?” Tanya Shanaz yang datang lalu duduk di sebelah Nisa yang duduk berhadapan dengan Quin di salah satu kursi di kantin. 

Shanaz adalah teman sekelas Quin waktu kelas 10, tapi sekarang mereka beda kelas. 

Dima yang sedang menunggu pesanan baksonya, melirik ke arah meja Quin, mencoba mendengar apa jawaban Quin.

“Jadi!” Jawab Nisa kesal karena Quin lama menjawabnya.

“Gitu dooong!” Kata Shanaz sambil membuka snack yang dibawanya. “Banyak nggak yang audisi?”

“Banyak,” jawab Nisa lagi.

Dima yang membawa semangkuk bakso duduk di meja sebelah Quin dan yang lain. Quin melirik ke Dima. Dima melirik Quin balik. Quin memalingkan wajahnya dari Dima.

“Terus, gimana ceritanya? Cerita dong!” Paksa Shanaz sambil mengunyah snack tanpa menutup mulutnya sehingga suara kunyahannya terdengar keras.

“Ya udah, audisi ya gitu aja,” jawab Nisa menirukan Quin yang menjawab pertanyaannya yang sama tadi pagi.

“Hah, gimana gimana?” Tanya Shanaz sambil menatap Nisa heran.

“Tadi emang Quin gitu ceritanya ke aku!” Jelas Nisa.

“Naz, minta tisu dong,” tiba-tiba Dima nimbrung, meminta tolong mengambilkan sambel ke Shanaz yang sebenarnya lebih dekat minta tolong ke Quin.

“Nih!” Kata Shanaz memberikan tisu ke Dima.

“Naz, balikin lagi tisunya. Gue juga make,” kata Quin kesal.

“Lah, napa jadi gue yang kena?” Shanaz mengambil tisu dari meja Dima, lalu menyimpannya di dekat Quin.

“Nggak make tisunya, kenapa minta tisu?” Tanya Dima pada Shanaz.

“Lah, mana gue tau! Quin yang minta, bukan gue!” Bela Shanaz bingung ada apa antara Dima dan Quin.

“Sabar dong, gue minta tisu bukan berarti nggak make,” jawab Quin sambil mengambil selembar tisu dari tempat tisu.

“Astagfirullahaladzim! Perkara tisu doang, ribut!” Nisa mengambil tisu dari meja yang lain lalu memberikannya ke Dima. “Bisa nggak sih makan nggak sambil berantem?”

Dima makan dengan serius. Quin bangkit, dan pergi membayar mie ayamnya yang tidak habis.

“Kalau makan tuh diabisin!” Kata Dima setengah menggumam, tapi Quin dan yang lainnya bisa mendengarkan dengan jelas.

“Kalau mau, abisin aja!” Kata Quin pada Dima lalu pergi dari kantin.

“Oke!” Jawab Dima mengambil mie ayam dari meja di depan Shanaz lalu memakannya dengan lahap. “Lumayan!”

Nisa dan Shanaz saling lirik, lalu bergegas pergi dari kantin.

Shanaz berbisik pada Nisa, “Mereka itu kayak orang pacaran yang lagi berantem nggak sih?”

Nisa menepuk kedua tangannya sekali sambil teriak, “Nah! Gue juga mikir gitu!”

Dua hari berlalu. Quin masih menunggu pengumuman lomba puisi. Setiap kali ada waktu untuk melihat hapenya, Quin memeriksa media sosial milik lomba puisi, tapi yang ada malah chat dari Arka.

Arka : Temen gue kemaren ada yang ikutan audisi, katanya keren-keren!

Quin : Pasti lah. 

Arka : Kalau gue lolos audisi, tapi elu nggak lolos audisi. Gue mau mengundurkan diri, ah!

Quin : Idih, kenapa?

Arka : Nggak pede. Kalau ada elu, setidaknya gue ada temen.

Quin : Maksud elu, gue sama-sama nggak bagus suaranya?

Arka : Hehehe…

Quin terkekeh sendirian di kelas ketika murid lain kebanyakan lagi istirahat di luar. 

Meta yang duduk di bangku sebelah mendekati Quin, “Chat sama siapa, sih? Ketawa-tawa sendiri.”

“Nggak. Lagi liat Tiktok aja,” Quin langsung beralih ke Tiktok.

“Iya deh, yang sekarang rahasia-rahasiaan,” Meta jalan keluar kelas. “Mau nitip makanan, nggak?” 

Quin menggelengkan kepala, lalu kembali serius menatap hapenya.

Di lorong kelas, ada Dima yang sedang bersandar di pagar balkon, “Quin chat sama siapa?” Tanyanya pada Meta.

“Mau tau aja apa mau tau banget?” jawab Meta yang berhenti berjalan.

“Mau tau aja,” jawab Dima cuek lalu balik badan dan menatap ke lapangan di lantai satu.

Meta berdiri di sebelah Dima, “Elu sama Quin kenapa?”

“Kenapa apa?”

“Diem-dieman. Nggak berantem lagi.”

“Bukannya bagus ya kalau nggak berantem lagi?”

“Hmmm, bagus nggak ya? Nggak tau ah! Nggak jelas lu! Ntar kalau Quin diambil orang baru tau rasa!” Jawab Meta pergi meninggalkan Dima.

Dima termenung, dari luar kelas dia bisa melihat Quin masih serius chatting di hapenya sambil sesekali tertawa. ‘Apakah benar Quin lagi dideketin cowok lain?’, pikir Dima. 

“Gue tuh heran, kenapa belum ada pengumumannya!” Teriak Quin kesal sambil memeluk guling di kasurnya.

“Mungkin jurinya bingung, mau milih yang mana,” kata Nisa yang mengusapkan micellar water ke wajahnya dengan selembar kapas.

“Hmmm…,” Quin menatap hapenya. Terlihat ojol yang mengantarkan makanan sudah dekat dengan rumahnya.

Tak lama kemudian, terdengar suara bel berbunyi.

“Bentar, ya!” kata Quin sambil bangkit dan bergegas keluar kamar dan menemui ojol yang membawakan kopi susu aren yang dibelinya online.

Quin tertegun melihat Mang Ujo memakai jaket ojol dan menggunakan motor Dima, “Mang Ujo sekarang ngojek?”

“Sementara aja. Ayahnya Dima lagi kambuh asam lambungnya. Jadi saya yang gantiin dulu.”

“Oh.”

“Mari, Neng.”

“Iya.

Sambil membawa minuman yang dibelinya, Quin kembali masuk ke rumah. Teh Santi baru saja selesai menyetrika, sedang merapikan meja makan.

“Teh, Mang Ujo ngojek pake motornya Dima?” tanya Quin pada Teh Santi.

“Iya. Udah tiga hari ini. Kan dua hari yang lalu, Dima nganter ayahnya subuh-subuh ke klinik. Ayahnya tiba-tiba sesek napas, nggak taunya geret!” Jelas Teh Santi dengan logat sundanya.

“Oh, Gerd?”

“Iya, geret!”

Quin masuk ke kamarnya dan memberikan minuman pada Nisa sambil kemudian bercerita, “Ayahnya Dima sakit?”

“Iya.”

“Kok elu nggak cerita?”

“Elu nggak nanya!”

“Dari kapan?”

“Senin dini hari itu. Pas hari elu audisi.”

“Pas gue berantem sama dia?”

“Nah!” Jawab Nisa sambil menepuk kedua tangannya sekali.

Quin terdiam, merasa bersalah telah marah padanya. Dia baru sadar kalau ternyata Dima waktu itu lagi stres sehingga kehilangan kendali dan membentaknya.

“Gue harus minta maaf nggak sih sama dia?” Tanya Quin pada Nisa.

“Gimana ya, dia juga salah sih sama elu. Harusnya nggak teriak-teriak gitu juga sih.”

Quin menghela napas. Apa yang akan terjadi kalau dia minta maaf duluan? Apa yang akan terjadi kalau dia tidak minta maaf? Apakah akan menyesal seperti dia dulu menyesal bertengkar dengan neneknya? Tapi Dima bukan neneknya. Dima bukan siapa-siapa. Quin merebahkan diri ke kasur, lalu mengambil hapenya. Dia tiba-tiba duduk dengan sikap sempurna, menatap hapenya dengan mata melotot.

Ternyata sudah ada pengumuman lomba puisi.

1
Leni Manzila
hhhh cinta rangga
queen Bima
mantep sih
imaji fiksi: makasih udah mampir. aku jadi semangat nulisnya.🥹
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!