Ana yang baru masuk ke tempat kerja baru, terpikat dengan Aris, pemuda yang tampan, baik, rajin bekerja dan sopan. Sempat pacaran selama setahun sebelum mereka menikah.
Di tahun kedua pernikahan mereka, karakter Aris berubah dan semakin lama semakin buruk dan jahat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Frans Lizzie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 - Info 2 tentang Aris
Informasi kedua mengenai Aris datang dari kedua ciwi-ciwi FB (food and beverage) yang sedang berbincang-bincang di ujung tangga naik ke lantai 3.
Ana dan Dita baru saja kembali sehabis makan malam sate kambing di warung tenda tak jauh dari mess mereka ketika melihat anak-anak FB yang secara struktural ada di level D atau E.
“Santi. Fika,” panggil Dita. Ia mengira ciwi-ciwi itu mencarinya karena mereka memang anak buah Dita di coffee shop. “Kalian cari aku ya? Ada perlu apa?”
“Selamat malam Bu Dita.” Ciwi-ciwi itu mengucapkan salam hampir bersamaan. Biasa standar etika seorang karyawan hotel.
Lalu cewek berwajah manis yang lebih pendek sedikit dibanding temannya menjawab, “Bukan Bu, kami bukan cari ibu. Kami cari Pak Aris, mau minta tolong ada masalah di kamar kami.”
“Pak Aris ada di lantai 3,” kata Dita.
“Tapi Pak Aris sedang cuti. Sudah beberapa hari tak masuk,” sambung Ana.
Kedua ciwi itu terlihat kecewa. “Kapan Pak Aris masuk lagi ya, Bu?”
“Kata Pak Huda tadi siang sih, Sabtu terakhir cutinya. Mungkin hari Senin baru masuk lagi “
Kening di dahi Ana berkerut.
“Ehmmm, sebetulnya jika ada masalah tentang kamar kalian di mess, bukankah seharusnya kalian lapor ke Pak Huda atau HR yang lain? Biar nanti HR yang koordinasi dengan engineering untuk tugaskan siapa yang akan ke kamar kalian.”
Kedua ciwi-ciwi itu berbisik-bisik satu sama lain. Kelihatan mereka sedang bertukar pendapat harus menjawab apa kepada Ana.
“Oh ya sudah kalau begitu Bu. Kami akan tunggu hari Senin saja. Kami permisi Bu.” Ciwi yang bertubuh lebih jangkung menundukkan kepala sejenak untuk berpamitan, diikuti dengan temannya.
Dita mengangguk juga.
Tapi Ana menambah bicara ketika kedua ciwi udah sudah mau melangkah berlalu. “Besok baru Sabtu. Kalian lapor besok saja ke Personalia, agar cepat diatasi kerusakan di kamar kalian. Ada staff engineering yang lain. Tak perlu tunggu Pak Aris.”
“Terimakasih, Bu. Permisi.” Dua ciwi itu berpamitan sekali lagi dengan hormat.
Ana menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal. “Kenapa aku ngerasa kalau mereka cuma sekedar iya iya aja ya. Kayaknya mereka gak bakalan melakukan seperti kata aku. Kayaknya mereka akan tetap bergantung pada Mas Aris untuk masalah di kamar mereka.”
Dita tertawa terdengar dengan agak sinis. “Biasa itu kalau Pak Aris. Suka berlebihan kalau menawarkan bantuan.”
Ana tertegun dengan jawaban Dita yang menurutnya agak tersirat maksud yang tersembunyi. “Berlebihan, maksudnya gimana?”
Dita membuka pintu kamarnya, “Mau mampir kamarku ngga? Belum pernah masuk kan, selalu cuma di depan aja.”
“Mau.” Ana langsung ikut masuk ke kamar Dita. “Sekalian lanjutin ghibah-an soal Aris.”
Kamar Dita lebih kecil dibanding kamar Ana yang di lantai 2, namun terlihat rapi. Ada beberapa foto di atas meja kecil bersama dengan produk skincare dan makeup.
Ada juga foto Dita sedang dipangku oleh cowok bule yang masih muda. Hal ini menarik perhatian Ana.
“Wah laki Dita bule ya?” Ana mengambil bingkai foto itu agar bisa memperhatikan lebih jelas.
“Ganteng. Kukira Dita jomblo. Sebab ku perhatikan terlihat pede kemana-mana selalu sendirian. Eh, ternyata cowoknya bule, cing. Masih muda pula. Bukan yang tua-tua gitu. Jadi pasti akan dijadikan istri lah ya….”
Dita tertawa kecil. “Tentu-lah. Aku juga tak mau dijadiin wanita simpanan. Karl dulu long staying guest di sini. QC manager di PT Siemens yang ada di Muka Kuning. Kami ketemu saat aku in charge breakfast atau dinner. ”
“Woww… ” Mata Ana terbelalak antusias dengan cerita Dita. “Sekarang dia di mana? Masih lanjut ga hubungan kalian?”
“Dia udah balik ke Jerman. Ke pusatnya Siemens. Kami LDR-an udah 1,5 tahun ini. Tapi bulan depan aku ambil cuti tahunanku untuk ke Munich ketemu dia. Sekalian mau dikenalkan sama keluarganya.”
“Waahhhhh!!” Ana benar-benar takjub sekarang. “Wah, keren banget kamu Dita. Ternyata cowok bule ada ya yang serius sama kita cewek Indonesia. Ga lama lagi nih kayaknya bakal ada wedding.”
Dita tersenyum. “Doain ya. Aku sudah sangat sayang pada dia.”
“Pasti Dita. Aku pasti mendoakan yang terbaik buat kamu.”
“Terima kasih. Nah sekarang, apa yang mau Ana tanyakan tadi, yang di depan kamarku tadi.” Dita mengingatkan kembali.
Ana berdehem beberapa kali. Ia berusaha menyusun kata-kata di kepalanya agar bisa menyampaikan apa yang jadi pertanyaan di dalam hatinya.
“Ehmmm begini, Aku itu merasa kalau Mas Aris cukup perhatian ke aku. Jadi…, tentu aku ingin menimbang salahkah jika aku berpikir Mas Aris tertarik padaku. Aku punya trauma tentang hubungan serius perempuan dan laki-laki. Jadi ya, aku takut jika nanti tersakiti.”
“Coba aku tebak maksud dari pertanyaanmu,” potong Dita sambil menepuk-nepuk tangan Ana. “Ana ingin tahu …perhatian Pak Aris ke Ana itu…., karena menganggap Ana orang spesial karena itu didekati..atau memang itu sifat aslinya Aris yang suka menolong orang. Begitu kan, kira kira maksud Ana?”
Ana takjub. “Wah betul sekali kesimpulan Dita. Wow, hebat sekali. Aku susah payah banget lho mencari kalimat untuk menjelaskan keingintahuanku, eh ternyata Dita sanggup dengan sekejap merangkum semua dengan satu kalimat yang tepat. Oke lalu, apa jawabannya?”
Dita menggelembung-kan pipinya. “Oke. Pertama ya,...aku dan juga temen-temen yang lain, kayak Hendra, Pak Huda, Riadi… juga melihat sih effort Pak Aris buat deketin Ana.”
Mata Ana berbinar.
“Itu jadi gosip kita tau…kalo lagi ngerumpi ntah di mana. Apalagi yang naksir Ana juga bukan Pak Aris doang. Banyak yang naksir tau,..Satria, ada anak accounting, …Hendra..juga ada rasa…lho… Tapi dia langsung mundur, keder, liat atasannya sendiri adalah saingannya.”
Dita tertawa lepas sesaat.
“Yang kedua sih… begitulah selain Pak Halim yang selalu mencari Pak Aris kalau butuh pertolongan soal teknik atau listrik, tapi hampir semua manajer di hotel kita. Pak Aris mau menolong bukan hanya di hotel saja. Dia juga banyak bantu sampai ke rumah pribadi mereka. Pak Aris juga mau kasih saran buat siapapun orang di hotel bahkan anak training segala hal soal konstruksi bangunan dan kelistrikan.”
Ana terdiam mendengarkan penjelasan Dita. Oh, jadi Mas Aris memang selalu jadi malaikat penolong bagi semua orang.
Ada perasaan muncul di hati Ana. Kagum akan kebaikan hati Mas Aris yang berjiwa penolong.
Pastilah hatinya hangat dan baik, pikir Ana.
Sesuatu yang diam-diam Ana dambakan sejak kecil. Karena Ana datang dari keluarga yang dingin dan terluka.
Tanpa terasa senyum mengembang selaras dengan tumbuhnya harapan dalam hati Ana.
“Ehmm, ck, ada yang mulai jatuh hati nih,” sindir Dita. “Tapi yakin nih…., mau mulai merajut kasih di sini…. Yakin tak ada seseorang yang menunggu di seberang sana? Di Jawa?”