Istri penurut diabaikan, berubah badas bikin cemburu.
Rayno, pria yang terkenal dingin menikahi gadis yang tak pernah ia cintai. Vexia.
Di balik sikap dinginnya, tersembunyi sumpah lama yang tak pernah ia langgar. Ia hanya akan mencintai gadis yang pernah menyelamatkan hidupnya.
Namun ketika seorang wanita bernama Bilqis mengaku sebagai gadis itu, hati Rayno justru menolak mencintainya.
Sementara Vexia perlahan sadar, cinta yang ia pertahankan mungkin hanyalah luka yang tertunda.
Ia, istri yang dulu lembut dan penurut, kini berubah menjadi wanita Badas. Berani, tajam, dan tak lagi menunduk pada siapa pun.
Entah mengapa, perubahan itu justru membuat Rayno tak bisa berpaling darinya.
Dan saat kebenaran yang mengguncang terungkap, akankah pernikahan mereka tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Bekerja
Rayno menggeleng pelan, matanya tak berani menatap langsung.
“Bukan… aku hanya takut. Takut nanti jadi tergantung padamu. Kalau aku dinas ke luar kota nanti, aku malah gak bisa ngapa-ngapain sendiri.”
Sejenak hening. Hanya suara napas keduanya yang terdengar.
Nada suaranya terdengar tenang, tapi matanya… gelisah.
Ia takut. Takut jatuh.
Vexia hanya menatapnya beberapa detik sebelum tersenyum kecil.
Senyum yang setengah pasrah, setengah mengerti.
“Baiklah.”
Namun dalam hatinya, kalimat lain bergema lirih:
"Kau tak ingin barangmu kusentuh… atau ada wanita lain yang masih kau jaga di hatimu, hingga kau membentengi diri seperti ini?"
Rayno menunduk, pura-pura sibuk membereskan jasnya.
Tapi jantungnya berdegup terlalu cepat untuk bisa berbohong.
Setiap kali matanya sempat menangkap wajah Vexia, ia tahu, dinding itu makin retak.
Dua sosok di ruangan yang sama, tapi terasa jauh.
Vexia masih berdiri menatap punggung Rayno.
Senyumnya tetap terpasang, tapi di baliknya tersimpan luka.
Bukan karena ditolak.
Tapi karena ia mulai benar-benar jatuh cinta.
Pagi harinya.
Rayno berdiri di depan ranjang dengan pandangan kosong.
Tak ada kemeja yang dilipat rapi di ujung tempat tidur seperti biasanya.
Hanya ranjang yang sudah tersusun bersih dan rapi.
Hatinya terasa aneh.
Kosong.
Padahal kemarin, dia sendiri yang meminta Vexia berhenti menyiapkan semua itu.
“Dia memang penurut…” gumamnya pelan, tersenyum getir.
"Tapi kenapa dada ini malah terasa sesak?"
Ia menggeleng, lalu bergegas mandi. Setelah siap dengan pakaian kantor, ia melangkah keluar kamar.
Begitu tiba di ruang makan, aroma roti panggang dan kopi hangat menyambutnya.
Vexia sudah duduk di meja bersama kedua orang tuanya, mengenakan blus sederhana, wajahnya segar, senyum kecil di bibirnya.
Begitu melihat Rayno, ia berdiri pelan dan mengambilkan makanan untuknya dengan gerakan lembut dan penuh perhatian.
Rayno hanya bisa menatapnya sekilas, menahan napas yang terasa berat.
Kahyang meletakkan sendok, menatap Vexia dengan lembut.
“Xia, apa kamu tak ingin melanjutkan pendidikan? Kuliah, mungkin?”
Vexia menoleh, tersenyum tipis.
“Aku malas belajar akademik, Ma. Aku lebih suka belajar secara otodidak, atau ikut les privat aja. Gak harus ke kampus.”
Kahyang mengangguk, suaranya lembut tapi hati-hati.
“Begitu ya. Maaf, Mama cuma takut kamu bosan di rumah seharian.”
Rayno dan Mandala saling pandang.
Keduanya tahu topik ini bisa jadi sensitif, tapi di dalam hati mereka juga berharap… suatu saat, Vexia mau berubah pikiran.
Vexia menatap Kahyang, senyumnya masih lembut tapi matanya serius.
“Aku nggak bosan kok di rumah. Aku senang bisa ngobrol dan masak sama Mama.”
Ia menunduk sebentar, memainkan ujung sendoknya.
“Tapi…” katanya pelan, mengangkat wajahnya lagi, “apa Mama malu punya menantu yang cuma lulusan SMA?”
Nada suaranya bukan menyalahkan, lebih seperti rasa ingin tahu yang jujur dari hati yang masih belajar percaya.
Kahyang sontak menggeleng cepat, wajahnya panik.
“Enggak, sayang. Mama nggak malu sama sekali.”
Ia tersenyum lembut, menatap Vexia. “Mama cuma khawatir kamu bosan, itu aja. Bukan karena pendidikanmu.”
Mandala menatap istrinya, lalu menimpali dengan nada tenang.
“Nak, jangan salah paham sama Mama, ya. Tapi Papa juga setuju kalau kamu mau melanjutkan pendidikan. Pendidikan itu penting, Nak.”
Rayno akhirnya ikut bicara. Suaranya dalam dan tenang, tapi ada kehangatan samar di dalamnya.
“Yang Papa dan Mama bilang itu benar. Pendidikan penting. Tapi kalau kamu gak suka kuliah, kami gak akan memaksa.”
Senyum kecil muncul di bibir Vexia. “Aku ngerti, Kak. Tapi meski aku gak kuliah, aku juga belajar banyak soal bisnis dari Kakek.”
Ia menatap Rayno dan Mandala bergantian.
“Mungkin kemampuanku jauh dari Papa dan Kak Rayno, tapi… kalau Mama dan Papa takut aku bosan di rumah, aku mau bantu di perusahaan. Posisi apapun akan aku terima. Aku mau buktiin kalau aku juga bisa, meski gak belajar akademik.”
Hening.
Kahyang menatapnya dengan mata berkilat bangga, Mandala mengangguk pelan, dan Rayno… hanya diam menatap wajah Vexia.
Untuk pertama kalinya, ia benar-benar melihat. Vexia bukan gadis manja yang tiba-tiba jadi istrinya. Tapi seorang perempuan yang kuat, mandiri, dan tulus. Dan tanpa sadar, sesuatu dalam dirinya bergetar lagi.
Suasana ruang makan pagi itu terasa hangat namun tegang.
Setelah sesaat diam, Mandala akhirnya membuka suara.
“Apa kamu nggak keberatan kalau Papa titipkan kamu di bagian administrasi?”
Mandala menatap Vexia dengan nada lembut, seolah takut gadis itu merasa tersinggung dengan posisinya nanti.
Sebelum Vexia sempat menjawab, ia menambahkan, “Jangan khawatir, kalau performamu bagus, kamu pasti bisa naik jabatan.”
Rayno dan Kahyang ikut menatap, menunggu jawaban.
Vexia menegakkan punggungnya, lalu tersenyum kecil.
“Aku setuju, Pa. Ditempatkan di mana pun aku nggak keberatan, asal jangan di bagian resepsionis atau office girl. Aku nggak bisa berkembang kalau di situ.”
Nada bicaranya ringan, diselingi tawa kecil yang membuat suasana mencair.
Mandala mengangguk puas.
“Baik. Kalau kamu sudah siap, bilang saja sama Papa. Nanti Papa telepon bagian HRD.”
“Terima kasih, Pa.” Vexia menunduk sopan, tapi sorot matanya penuh semangat. “Kalau Papa setuju, aku mau mulai kerja besok.”
“Papa nggak keberatan,” ujar Mandala tenang. “Besok kamu sudah boleh mulai.”
Kahyang tersenyum lega, menggenggam tangan menantunya lembut.
“Kalau besok kamu mulai kerja, hari ini kita beli pakaian kantor dulu, ya, Sayang?”
Mandala ikut menimpali, “Benar kata Mama kamu. Hari ini belilah pakaian dulu.”
“Iya, Pa.”
Jawaban itu meluncur cepat dari bibir Vexia, disertai senyum yang tak bisa ia sembunyikan.
Rayno memerhatikan dari samping.
"Penurut sekali," gumamnya dalam hati, tersenyum getir tanpa sadar.
Setiap kali gadis itu begitu patuh, ada rasa aneh yang mengaduk dadanya. Campuran antara kekaguman dan ketakutan halus… seolah bila ia terlalu dekat, ia akan kehilangan dirinya sendiri.
“Kalau gitu aku kerja dulu,” ujar Rayno, bangkit.
“Aku antar,” sahut Vexia cepat, lalu menyusul langkahnya.
Kahyang dan Mandala hanya saling pandang sambil tersenyum.
Dari luar jendela, terlihat Vexia mengantar Rayno sampai ke mobil, melambaikan tangan seperti kebiasaannya.
Rayno sempat menoleh, melihat senyum itu lagi. Senyum yang membuat pagi terasa lebih terang.
***
Usai belanja bersama ibu mertuanya, Vexia sibuk merapikan pakaian barunya di lemari.
“Biar pelayan saja yang menyusunnya, Sayang,” ujar Kahyang lembut, melangkah masuk ke kamar.
Vexia menoleh, tersenyum kecil. “Nggak apa-apa, Ma. Aku juga gak ada kerjaan,” jawabnya sambil melipat pakaian satu per satu dengan rapi.
Kahyang akhirnya ikut membantu. Tak banyak yang mereka bicarakan, hanya obrolan ringan seputar warna pakaian, motif, dan potongan yang cocok. Tapi di antara tumpukan kain dan aroma lembut pengharum lemari, Vexia merasakan sesuatu yang asing namun hangat. Kasih yang tak menuntut apa-apa.
Ia tak terbiasa ada yang menemaninya seperti ini.
Ibunya dulu juga menyayanginya. Itu Vexia tahu pasti. Tapi di balik setiap pelukan, selalu ada luka yang ikut mengintip. Luka karena ayahnya membagi cinta dengan wanita lain, meninggalkan ibunya dalam diam yang getir.
Maka, ketika Kahyang duduk di sampingnya, menemaninya tanpa banyak bicara, tanpa perintah, tanpa penilaian, ada sesuatu yang berbeda. Kasih sayang itu terasa utuh, tenang… seperti rumah yang tak pernah retak oleh rahasia. Untuk pertama kalinya, Vexia merasakan cinta seorang ibu tanpa bayang-bayang luka.
“Ah, akhirnya selesai juga,” gumam Vexia sambil menjatuhkan diri di sofa kamar.
Kahyang tersenyum, lalu duduk di sampingnya.
Tangan lembut wanita itu terulur, menggenggam tangan Vexia dengan hangat.
“Xia,” ucapnya pelan, “Mama tahu, semua ini terlalu cepat. Kau dan Rayno belum saling mengenal, dan anak itu... memang sulit membuka hati. Tapi Mama percaya, kalau kau sabar, dia akan belajar mencintaimu dengan caranya.”
Vexia menatap wajah lembut itu. Ada kelembutan yang membuat hatinya bergetar. Bukan karena kata-katanya, tapi karena ketulusannya.
Ia tersenyum tipis, menunduk. “Terima kasih, Ma.”
Kahyang mengelus punggung tangannya pelan. “Mama hanya ingin kalian bahagia. Selamanya.”
Kata selamanya itu menancap pelan di benak Vexia. Ia menatap tangan Kahyang yang masih menggenggam tangannya. Dan di saat itu juga, tanpa benar-benar ia sadari, sesuatu di dalam hatinya mulai berubah pelan-pelan.
Bila nanti pernikahan ini harus berakhir… mungkin bukan Rayno yang membuatnya berat pergi, melainkan wanita ini. Wanita yang, entah bagaimana, membuatnya merasa punya ibu lagi.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
asisten keren👍😂😂
Vega masih cari gara-gara maunya - dasar muka badak hati culas.
Nah..nah...nah...Rayno ke club yang sama dengan istrinya 😄.
Dani kaget wooooy.
Yovie teman Rayno ternyata tahu juga tentang masa lalu Rayno.
Masih mengharap gadis di masa lalunya - tapi pikiran dan hati tak bisa dipungkiri - Vexia menari-nari dibenaknya. Dasar Rayno o'on 🤭😄
Nah lo istri pergi gak pamit - rasain Rayno.
Sampai sepuluh kali Rayno menghubungi istrinya baru diangkat.
Dani jiwa kepo-nya kambuh lagi - tertarik melihat Vexia di tempat hiburan malam.
Vexia pergi mentraktir karyawan satu divisi di tempat hiburan malam paling mewah di kotanya.
Nova ikut ya - tak tahu malu ini orang - suka sirik terhadap Vexia - ee ikut bergabung. Ngomong gak enak di dengar pula.
Vexia hafal berbagai macam minuman - Vega semakin menjadi siriknya.
Jangan-jangan Rayno juga ke tempat yang sama dengan Vexia.
kira2 apa mereka saling menyapa pas ketemu.atau pura2 gak liat..harus banget nunggu ya thor...gak bisa sekarang aja apa? baiklah bakalan sabar menunggu, tapi gpl lho
hayo siapa tuh yang panggil vexia rayno atau cowok lainnya
Apa Vexia akan dikasih hukuman oleh Rayno atw malah Rayno yang dihukum Vexia dengan tidak disapa & tidak kenal yang namanya Rayno alias dicuekin 😛