Kayyana Putri hanyalah seorang gadis yang sedang berusaha ingin membahagiakan ibunya. Di tengah kehidupannya yang serba kekurangan, suatu malam, Kayya kebetulan menolong seorang gadis bernama Vira.
Bermula dari sana, Nasib Kayya perlahan berubah. Seperti apa perubahan nasib Kayya? Apakah nasib baik atau nasib buruk? Simak kisahnya di sini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emmarisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Bertemu Pak Lesmana
Kayya tidak menyadari jika alis Nicky berkerut tajam. Auranya menjadi semakin dingin.
"Siapakah anda ini? Beraninya menilai orang-orangku!" Suara Nicky langsung membungkam perempuan di seberang telepon.
Tak butuh waktu lama, panggilannya langsung terputus. Pihak seberang sepertinya ketakutan. Akan tetapi, hal itu justru membuat Kayya merasa tertekan. Apakah dia telah melakukan kesalahan pertamanya.
"Maaf, Pak. Saya akan segera menghubungi pihak Permata Grup lagi," kata Kayya agak panik. Dia khawatir ini akan merugikan perusahaan. Kayya bahkan tidak menghiraukan kata kata kasar yang tadi ditujukan padanya.
"Tidak perlu. Kerja sama ini, mereka lah yang memerlukan kita. Tidak usah dihubungi. Lagipula saya sepertinya harus berpikir ulang untuk melanjutkan kerja sama dengan perusahaan ini. Abaikan perusahaan itu," ujar Nicky sambil menatap Kayya. Tatapan mata Nicky kali ini tanpa disadari melembut.
Menjelang sore, Saat Kayya mengerjakan tugas dari Nicky, Kayya merasakan sesuatu bergolak di bawah sana, perlahan wajahnya memucat. Dia mengusap perutnya yang terasa tidak nyaman. Saat dia melihat kalender di mejanya, ia baru menyadari sesuatu.
"Kayya, pergilah ke ruangan Jovan. Tolong mintakan padanya laporan dari divisi keuangan," kata Nicky.
Namun, sampai beberapa detik tidak ada jawaban dari Kayya. Nicky yang masih mengerjakan beberapa pekerjaannya, seketika langsung mengangkat wajahnya.
Melirik ke meja Kayya, dia mendapati gadis itu sedang menunduk sembari memegangi perutnya. Merasa penasaran, Nicky bangkit dari kursinya dan mendekati meja Kayya.
"Ada apa? Apakah kamu sakit?"
Kayya mengangkat wajahnya, dia menggeleng dengan lemah. Setiap datang bulan, dia merasa seperti ada ribuan tangan yang mengaduk perutnya hingga terasa seperti terpelintir.
"Tidak ada apa-apa, Pak. Saya akan ke ruangan pak Jovan, tapi sepertinya saya butuh waktu agak lama. Saya perlu ke toilet. Apakah tidak apa-apa?" Kayya terlihat sangat pucat dan lemah. Nicky melihatnya menjadi tidak tega.
"Ya," jawab Nicky. Dia kembali ke mejanya, tetapi sesekali mengamati Kayya.
Kayya buru-buru berlari keluar dari ruangan. Beruntung dia memakai celana berwarna hitam, Kayya segera masuk ke toilet.
Kayya berdiri di depan cermin, wajahnya sungguh terlihat sangat pucat. Dia membasuh wajahnya sesaat dan kemudian pergi ke ruangan Jovan.
"Pak Jovan, saya diminta pak Nicky untuk mengambil laporan keuangan."
"Oh, ini." Jovan memberikan setumpuk berkas. "Nanti bilang ke pak Nicky, file auditnya sudah saya kirim ke emailnya."
Hari ini semua berjalan lancar, kecuali Kayya yang sedang menstruasi. Nicky menyuruh Kayya untuk pulang, pria itu tidak tega melihat wajah mungil itu pucat pasi. Kayya pun segera mengemasi barang untuk pulang.
Saat berpamitan pada Nicky, pintu di dorong dari luar. Kayya agak kaget melihat kedatangan papa Vira, begitu juga sebaliknya. Pak Lesmana tidak menyangka Nicky akan memperkerjakan Kayya di dekatnya.
"Selamat sore, Pak." Kayya menunjukkan kesopanan, tetapi papa Vira justru tersenyum sambil menepuk bahu Kayya.
"Jangan terlalu formal. Kita ini kan kenalan. Kamu kan berteman dengan Vira. Panggil saya Om seperti saat di rumah."
Nicky hanya melihat dua orang itu sekilas. Dia masih sibuk menyelesaikan pekerjaannya, ia sepenuhnya mengabaikan kedatangan papanya.
Merasa sungkan untuk segera pulang, Kayya meletakkan tasnya lagi di meja. Saat papa Vira sudah duduk, dia mendekat. "Mau minum apa, Om?"
"Tolong buatkan saya kopi, ya, terima kasih, sebelumnya." Kayya mengangguk dan bergegas ke pantry.
Tidak lama kemudian Kayya kembali dengan secangkir kopi. Aromanya begitu menggugah selera.
"Ini kopinya, Om. Kalau begitu saya permisi pulang dulu."
Kayya langsung pergi setelah berpamitan pada pak Lesmana, papanya Vira. Nicky yang merasa seperti diabaikan mendecakkan lidah.
"Ada apa?" tanya Pak Lesmana mengulum senyum. Dia menatap putranya dengan pandangan aneh.
"Tidak."
Pak Lesmana tersenyum penuh arti, "Kamu merasa diabaikan dan marah? Papa tidak menyangka, kamu yang paling keras menolak Kayya, tetapi kamu juga yang justru mengikat dia di dekatmu."
"Jangan sembarangan bicara, Pah. Papa ada urusan apa ke sini?" tanya Nicky. Dia berjalan mendekat dan duduk di sofa yang berhadapan dengan papanya.
"Tiga hari lagi, papa mau pinjam Jovan. Abdillah sedang aku suruh untuk mengurus beberapa pekerjaan di Surabaya. Jadi aku butuh asisten sementara."
"Ga bisa gitu, Pah. Besok Jovan mau aku suruh ke Singapore. Perwakilan dari tuan Morino terkendala untuk ke Indonesia, jadi aku minta Jovan buat handle masalah ini. Lagian perusahaan papa lebih besar dari punyaku. Ambil satu jadikan asisten tambahan."
Pak Lesmana tidak mempedulikan saran dari Nicky, ia tiba-tiba memiliki ide random di kepalanya. "Kalau begitu biar Kayya saja, toh dia kan masih baru. Di sini juga pasti tidak terlalu membantu. Biarkan dia ikut ke perusahaan papa. Gimana?"
"Ga bisa juga. Sebaiknya papa ikuti saranku tadi saja. Jangan usik Kayya. Dia masih dalam masa percobaan."
"Nah, justru karena itu, biarkan dia kerja sama papa."
Nicky dengan tegas menolak ide pak Lesmana. Dia khawatir Kayya akan menggoda papanya. Ya, itulah alasannya Nicky memperkerjakan Kayya di perusahaannya. Ia harus selalu memantau Kayya. Ia khawatir Kayya akan menjadi duri dalam keluarganya jika bekerja pada kedua adiknya atau di perusahaan papanya.
Di rumah, Kayya baru saja selesai mencuci piring setelah makan malam, dia masuk ke kamar sebentar untuk mengecek ponsel dan Ipad kerjanya. Bagaimana pun juga, meski dia sudah di rumah, bisa saja sewaktu waktu ada pekerjaan mendadak.
Saat membuka ipadnya, sebuah pesan masuk. Kayya buru-buru membuka pesan itu dan membacanya, Kayya seketika menghubungi nomor Nicky.
"Halo, Pak. Maaf saya mengganggu. Ini ada pesan dari Pak Andre, beliau mengatakan ada masalah di pembangunan resort di Mandalika. Beliau meminta anda langsung untuk datang ke sana."
"Jika begitu hubungi Jovan. Biar dia yang atur semuanya. Kamu bersiap saja. Kamu harus ikut saya ke sana."
Setelah panggilan terputus, Kayya menatap ponselnya agak lama. Ikut? Berarti dia akan menemani bosnya pergi ke luar kota?
Kayya menghubungi Jovan dan menyampaikan apa yang Nicky perintahkan tadi.
Dia bertanya dengan ragu pada Jovan, "Pak, berarti saya harus ikut dengan pak Nicky ke Mandalika?"
"Ya, tentu saja. Kamu kan kerjanya gantiin aku. Jadi semua yang menyangkut pekerjaan, Pak Nicky akan mengandalkan kamu. Pak Nicky tidak pernah memberikan nomor ponselnya pada sembarangan orang. Dia tidak suka diganggu. Jadi jika pak Nicky pergi, kamu harus pergi juga."
Setelah mendengar kata-kata Jovan, Kayya merasa pekerjaannya menjadi beban tersendiri baginya. Ini sangat penting sekali. Pantas saja gajinya sangat besar.
Kayya segera mencari ibunya. "Bu, sudah tidur?" Kayya mengetuk pintu kamar ibunya.
"Ada apa?" Bu Rahayu membuka pintu sambil mengusap mata, sepertinya dia sangat mengantuk.
"Bu, kayaknya besok aku ikut pak Nicky tugas di luar kota. Ibu ga apa-apa sendirian?" tanya Kayya.
"Ibu ga apa-apa, Nak, tapi ibu justru khawatir sama kamu. Kamu di sana berapa hari?"
"Aku belum tahu, Bu."
"Ya sudah, yang penting hati-hati."
Bu Rahayu kembali masuk ke dalam kamar dan mengambil uang. Dia menyerahkan uang penjualan emas kemarin pada Kayya.
"Ini uang buat pegangan kamu saja. Ibu benar-benar tidak membutuhkannya."
Bu Rahayu berulang kali memberikan uang sisa hasil penjualan emas kemarin pada Kayya, tapi Kayya selalu berhasil mengembalikannya dengan banyak alasan.
"Ya sudah, Kayya bawa dulu uangnya. Aku khawatir juga, Bu. Ini pertama kalinya aku pergi jauh."
"Kamu benar-benar anak yang diberkati, Kayya. Ayah kamu benar, takdir kamu saat dewasa tidak akan suram."
Mendengar ibunya menyebut almarhum ayahnya, Kayya tersenyum sendu.
Ponsel Kayya bergetar, dia membaca pesan dari Jovan. Tiket pesawat sudah dipesan. Kayya menanyakan soal paspor dan Visanya, tetapi Jovan mengatakan semuanya sudah diurus olehnya, Kayya hanya tinggal berangkat besok sambil menunjukkan boarding passnya. Merasa semuanya sudah sesuai arahan atasannya, Kayya segera menghubungi Nicky untuk melapor.
Kayya segera membatalkan beberapa janji temu Nicky besok dengan beberapa kliennya. Dia mengatakan akan segera menjadwalkan ulang untuk pertemuan selanjutnya.
Setelah urusan pekerjaan selesai, Kayya membuka lemari pakaiannya. Dia agak tertegun melihat isinya. Terlalu sederhana karena hanya ada beberapa potong baju saja. Dia tidak tahu berapa lama dia akan tinggal nantinya. Yang jelas dia setidaknya harus siap dan tidak merepotkan siapa-siapa. Melihat uang di tangannya, Kayya akhirnya memutuskan untuk pergi ke sebuah tempat.
Melihat jam yang baru menunjukkan pukul setengah delapan malam, Kayya mengambil jaket dan keluar dari kamar. Saat membuka pintu rumahnya, Kayya dibuat kaget dengan kemunculan seseorang.
lgsg pecat z np..
gk yakn kdpn ny bgs manusia ni
next kk
visual ny mn