NovelToon NovelToon
JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN

JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berbaikan / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:221
Nilai: 5
Nama Author: Sarah Siti

JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN

Zhao, putri bangsawan yang terkenal cantik dan keras kepala, kembali membuat kehebohan di kediaman keluarganya. Kali ini, bukan karena pesta atau keributan istana… tapi karena satu hal yang paling ia hindari seumur hidup: perjodohan!

Dirinya dijodohkan dengan Pangeran Wang pangeran kerajaan yang dikenal dingin, tegas, dan katanya... kejam?! Zhao langsung mencari cara kabur, apalagi hatinya telah tertambat pada sosok pria misterius (pangeran yu) yang ia temui di pasar. Tapi semua rencana kacau saat ia malah jatuh secara harfia ke pelukan sang pangeran yang tak pernah ia pilih.

Ketegangan, kekonyolan, dan adu mulut menjadi awal dari kisah mereka. Tapi akankah hubungan cinta-benci ini berubah jadi sesuatu yang lebih hangat dari sekadar perjodohan paksa?

Kisah cinta kerajaan dibalut drama komedi yang manis, dramatis lucu, tegang dan bikin gemas!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarah Siti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ANTARA KEBENARAN DAN PERASAAN YANG TAK TERUCAP

Siang itu, di taman istana yang dipenuhi semerbak bunga musim panas, Zhao duduk diam di bangku batu di bawah naungan pohon. Daun-daun bergoyang lembut oleh angin, seolah ikut menyanyikan kecemasan dalam hatinya.

(Voice-over Zhao)

"Aku tak tahu berapa lama waktu yang tersisa... Kaisar pasti akan segera tahu. Setelah itu? Mungkin hukuman, mungkin pengusiran... atau lebih buruk, membuat Pangeran Wang semakin membenciku. Rasanya seperti mimpi buruk yang tak kunjung usai."

Langkah ringan Meilan terdengar dari arah belakang. Ia melangkah perlahan sambil menatap cemas majikannya yang duduk membatu.

“Nona, kenapa duduk sendiri di sini? Bukankah Pangeran Wang sedang di ruang latihan? Kenapa tak menemani beliau?” tanya Meilan dengan suara hati-hati.

Zhao menarik napas perlahan, tanpa menoleh.

“Karena dia bahkan tak mau menoleh padaku, Meilan,” balasnya lirih. “Aku benar-benar seperti istri yang ditolak.”

Meilan menggigit bibir bawahnya pelan, menatap Zhao dengan sorot mata prihatin.

Zhao kembali menghela napas.

“Sekarang... aku hanya tinggal menunggu hukuman dari Kaisar. Tapi sebelum itu... walau hanya aku yang tahu... aku ingin tahu siapa dalangnya. Siapa yang menjebakku dengan Pangeran Yu,” gumamnya, nyaris tak terdengar.

Meilan tampak ragu, matanya bergerak ke kanan dan kiri memastikan tak ada orang yang mendekat. Ia lalu berkata pelan, hampir berbisik.

“Nona… sebenarnya, saya...”

Zhao menoleh cepat. Sorot matanya berubah tajam.

“Ada apa? Kau kenapa, Meilan?” tanyanya penuh tanda tanya.

Meilan menunduk sedikit, lalu menarik napas.

“Maaf, Nona. Sebenarnya saya dan Pangeran Jae Min... diam-diam sudah menyelidiki semuanya...”

Zhao terbelalak.

“Apa? Kau dan Pangeran Jae Min menyelidiki?! Kenapa kalian tak bilang padaku?”

Meilan buru-buru memberi isyarat dengan tangan agar Zhao mengecilkan suara.

“Maaf, Nona... ini hal sensitif. Kami tak ingin Anda terlibat sebelum waktunya.”

Zhao menatap Meilan lekat-lekat, lalu perlahan menggenggam tangan dayangnya itu dengan erat.

“Kau tak salah, Meilan. Aku justru... bersyukur. Tapi ini berbahaya untukmu. Bagaimana kalau kalian ketahuan? Yang paling dirugikan adalah kau sendiri.”

Meilan tersenyum tipis.

“Tenang saja, Nona. Saya tahu risikonya. Tapi saya tak bisa tinggal diam melihat Nona difitnah.”

Zhao menatapnya dalam-dalam, lalu bertanya pelan.

“Lalu... apa kalian menemukan sesuatu?”

Meilan mengangguk. Ia mengambil gulungan kecil dari balik lengan bajunya, lalu menyerahkannya kepada Zhao.

“Kami menemukan ini... dan satu nama yang terus muncul Nona Lee.”

Zhao menerima gulungan itu dengan hati-hati, lalu menatap Meilan penuh tanya.

“Nona Lee? Tapi... aku tak mengenalnya. Bagaimana mungkin dia melakukannya?” gumamnya tak percaya.

Meilan mendekat sedikit, nada bicaranya berubah lebih serius.

“Nona masih ingat Pangeran Chun yang akhir-akhir ini sering muncul di dekat Nona? Nona Lee adalah istrinya. Ia wanita yang ambisius, tak ingin tersaingi, dan punya banyak mata-mata. Jika Pangeran Chun tak punya motif, Nona Lee jelas memilikinya.”

Zhao terdiam. Matanya menatap ke tanah yang basah oleh embun sisa pagi, otaknya berpacu menyusun potongan teka-teki. Ia menarik napas panjang dan pelan.

“Baiklah... aku harus memastikannya sendiri.”

Dari kejauhan, di balik pilar batu taman, sepasang mata memperhatikan mereka. Nona Lee berdiri diam bersama dayangnya, menyipitkan mata penuh rasa tidak suka.

“Dia masih bertahan? Harusnya sudah tumbang...” gumam Nona Lee dingin. “Kalau begitu, aku akan mengingatkan dia bahwa tempatnya bukan di sini.”

Dengan langkah ringan namun penuh maksud, Nona Lee dan dayangnya mendekat. Meilan yang lebih dulu menyadari, segera membisikkan sesuatu pada majikannya.

“Dia... Nona Lee.”

Zhao mengangguk pelan, lalu berdiri anggun dan memberi hormat kecil ketika Nona Lee sampai di hadapannya. Senyum Zhao tampak sopan, tapi tatapan matanya tetap siaga.

“Senang bertemu denganmu, Nona Zhao... ah, maksudku... Kakak Zhao,” sapa Nona Lee sambil membungkuk dengan cara yang terlalu dibuat-buat.

Zhao dalam hati menggumam sambil menatap dinginnya aura wanita di depannya.

> "Dingin sekali... bahkan lebih dingin dari Pangeran Wang. Tapi tenang Zhao, kau adalah kakak iparnya di sini. Jangan gugup."

“Anda Nona Lee, istri Pangeran Chun?” tanya Zhao, mengangkat dagu dengan percaya diri.

Nona Lee menatap balik, sinis dan licik.

“Ternyata benar yang dibicarakan orang-orang. Kakak Zhao memang sangat cantik... bahkan terlalu cantik. Sampai para pangeran pun tertarik melirik.”

Zhao langsung menangkap maksud sindiran itu. Wajahnya tetap tenang, tapi dalam hati ia sudah menyusun strategi.

> "Apa maksudnya? Apa dia menyindirku soal suaminya?"

“Ah, Nona Lee terlalu berlebihan. Saya tidak semenarik itu. Saya di sini hanya sebagai istri Pangeran Wang, dan itu artinya saya adalah kakak ipar Anda. Tak ada hubungannya dengan pangeran lain,” balas Zhao dengan suara lembut tapi tegas.

Nona Lee sempat terdiam. Ia tak menyangka Zhao akan menjawabnya setenang itu. Ternyata si kecil Zhao ini tak mudah digoyang.

“Tapi sayang... desas-desus tentang perselingkuhan Anda dengan Pangeran Yu sudah cukup merusak citra kecantikan Anda, Nona,” ucapnya dengan senyum licik yang tipis.

Zhao tersentak sejenak, tapi langsung menarik napas dan mengendalikan diri. Wajahnya tetap anggun, hanya tatapan matanya yang kini menajam.

Meilan memperhatikan majikannya, cemas sekaligus takjub.

“Nona benar, desas-desus itu memang ada. Tapi sayangnya, itu hanya jebakan. Dan Pangeran Yu tahu itu.” ujar Zhao dengan tenang.

Nona Lee melipat tangan di depan dada.

“Sayangnya, orang-orang di istana lebih percaya gosip daripada dugaan jebakan tanpa bukti.”

Zhao menyunggingkan senyum tipis, kali ini senyum kemenangan.

“Tanpa bukti, katamu? Kau hanya mengenalku dari kejauhan, Nona Lee. Aku memang terlihat diam, tapi itu bukan berarti tak ada yang bergerak di balik diamku.”

Ia menatap langsung ke mata Nona Lee.

“Dan... tidakkah kau bertanya-tanya, kenapa sampai sekarang belum ada satu pun titah dari Kaisar? Padahal masalah ini sangat... sensitif.”

Nona Lee tersentak. Ia memang sempat bingung soal itu.

“Apa kau... punya bukti?” tanyanya, kini dengan nada sedikit gemetar.

Zhao mendekat setengah langkah, suaranya tak meninggi, tapi penuh tekanan.

“Seharusnya bukan hanya bukti... tapi cukup untuk menunda kemarahan Kaisar. Kenapa, Nona Lee? Apa kau ingin mendengar sesuatu dariku?”

Wajah Nona Lee mulai pucat. Meilan hampir tak bisa menahan senyum puasnya melihat lawan Zhao terdesak.

“Wajah Nona terlihat sangat pucat,” tambah Zhao datar.

Nona Lee merasa terjebak. Dengan cepat ia menunduk dan memberi hormat terburu-buru.

“Maaf, Kakak Zhao. Saya ada urusan. Kita lanjutkan lain kali.” ucapnya sambil mencengkeram roknya erat dan pergi tergesa.

Begitu Nona Lee menghilang dari pandangan, Zhao mengembuskan napas panjang. Bahunya turun perlahan, seolah baru saja selesai dari medan perang.

“Astaga, Meilan... bagaimana penampilanku tadi? Kapok tidak dia, menurutmu? Atau justru akan balik menyerang lebih keras?”

Meilan menepuk pelan tangan Zhao, matanya berbinar-binar.

“Semoga saja tidak, Nona. Tapi tadi... tadi Nona seperti bukan Nona Zhao yang saya kenal. Nona keren sekali. Saya yakin dia akan begadang semalaman!”

Zhao tersenyum kecil, meski di matanya masih tampak kecemasan.

“Tapi, nona benar. Kenapa sampai sekarang belum ada tanda-tanda Kaisar bereaksi? Padahal... biasanya masalah sekecil apapun di istana langsung sampai ke telinganya.”

Meilan menatap kosong sesaat, lalu berkata pelan.

“Apa mungkin... Pangeran Wang sengaja menahannya?” gumamnya dalam hati.

Zhao menepuk dahinya sendiri.

“Aish... aku cuma menggertak tadi. Tak benar-benar tahu apa-apa.”

Meilan mengangguk pelan.

“Yang penting sekarang... bagaimana caranya kita memberitahu Kaisar lebih dulu. Sebelum rumor yang sebenarnya sampai ke telinga beliau.”

Zhao mengangguk setuju.

“Tapi bagaimana caranya? Kita tak bisa sembarangan masuk menghadap Kaisar, bahkan Pangeran Yu dan Jae Min pun belum tentu bisa.”

“Dan aku... bahkan belum menyampaikan salam resmi pada Kaisar dan Permaisuri setelah pernikahan. Kalau saat itu semua meledak... habis aku!” ucapnya sambil mencengkeram rok.

Meilan ikut cemas, tapi kemudian matanya berbinar.

“Nah, itu dia! Nona... itu jawabannya!”

Zhao menoleh cepat.

“Apa? Itu apaan?”

Meilan mendekat.

“Pangeran Wang! Beliau satu-satunya orang yang bisa bicara langsung pada Kaisar dan didengarkan.”

Zhao menyipitkan mata curiga.

“Hmmm... benar juga. Tapi dari mana kau tahu itu, Meilan?”

Meilan tersenyum misterius.

“Belum saatnya kita membahas itu, Nona.”

Zhao mendengus gemas.

“Baiklah. Tapi siapa yang akan bicara dengan Pangeran Wang?”

Meilan melirik ke arahnya pelan.

“Nona...”

Zhao menunjuk dirinya sendiri spontan.

“Aku?!”

Meilan mengangguk mantap.

Zhao menatap langit sambil menghela napas panjang.

“Hei, anak manis... Kau bercanda ya? Suamiku yang dingin itu bahkan menatapku saja tidak mau. Bagaimana aku bisa bicara padanya?”

Meilan menggenggam tangan Zhao dengan gaya manja.

“Coba minta maaf dulu, Nona. Mungkin itu bisa meluluhkan hatinya.”

Zhao menatap Meilan, lalu menutup wajahnya dengan tangan.

“Astaga... dia bisa membunuhku di tempat, Meilan!”

“Nonaaa...” ucap Meilan sambil menggoyangkan tangan Zhao, manja sekali.

Zhao menghembuskan napas berat, tapi akhirnya tersenyum lemah.

“Baiklah. Aku akan berusaha.”

Meilan mengepalkan tangan seperti memberi semangat.

“Harus berhasil, Nona!”

“Iya, iya... cerewet sekali. Doakan saja aku masih hidup setelah ini.”

Meilan tertawa kecil sambil menggandeng lengan Zhao.

Taman itu perlahan diselimuti kembali oleh semilir angin... namun badai yang lebih besar sedang menanti di depan.

Antara Maaf dan Ketulusan

Di kediaman Pangeran Wang, suasana dipenuhi kesunyian dan tumpukan dokumen. Di balik meja besar bertatahkan ukiran naga emas, Pangeran Wang tengah tenggelam dalam laporan-laporan penting yang belum ia sentuh sejak pagi. Pena bulu burung di tangannya menari cepat, sementara dahinya berkerut dalam konsentrasi.

Perlahan, pintu terbuka sedikit. Zhao masuk dengan langkah pelan dan canggung, seolah sedang menyelinap di wilayah musuh. Meilan berdiri di ambang pintu, menyemangati dengan gerakan tangan yang dramatis dari balik tirai.

“Semangat, Nona!” bisik Meilan sambil menggenggam kedua tangan di dada seperti sedang melihat idolanya naik panggung.

Zhao mengangkat alis dan mengedip ke Meilan, lalu kembali fokus. Ia berjalan pelan mendekati suaminya, sedikit membungkuk, sedikit merangkak, seperti anak kucing yang takut kena usir.

Pangeran Wang sadar sejak langkah pertama Zhao masuk. Tapi ia memilih tidak bereaksi, pura-pura tetap fokus pada laporan di depannya.

Zhao menghembuskan napas, lalu mencoba menyapa.

“Pangeran... kau sibuk, ya?”

Tak ada respons. Hanya derit halus pena yang terus menari.

Zhao mencibir pelan.

> "Dingin banget... bahkan dinding es di utara pun pasti iri."

Ia mencoba lagi, lebih dekat kali ini.

“Ehmm... ini aku. Istrimu yang membuat masalah...” katanya setengah bergurau.

Tanpa berkata apa pun, Pangeran Wang menutup bukunya dan berdiri. Ia melangkah hendak pergi melewati Zhao.

Zhao panik. Ia menggigit bibir dan

“M-Maaf...!”

Suaranya nyaris seperti bisikan, namun cukup untuk membuat langkah kaki sang pangeran terhenti.

Pangeran Wang menoleh pelan, menatapnya dengan mata dingin.

“Apa kau bilang?”

Zhao menelan ludah, lalu menunduk pelan.

“Aku... minta maaf karena sudah membuatmu marah...” katanya dengan hati-hati, nyaris gemetar.

Pangeran Wang mengangkat sebelah alisnya.

Zhao mencoba menjelaskan lagi, sedikit terburu-buru.

“Aku tahu kau marah karena aku... membuatmu malu... karena kejadian dengan Pangeran Yu. Tapi itu”

“Jadi kau berpikir itu alasan kemarahanku?” potong Pangeran Wang dingin.

Zhao mengangguk pelan, masih tak berani menatap matanya langsung.

“Itu bukan kesengajaan, Pangeran... aku yakin... aku dijebak.”

Tatapan Pangeran Wang menyipit, membuat Zhao sedikit bergidik.

“Lalu...?”

“Yah, tentu saja... kita harus membereskannya sebelum Kaisar tahu!” jawab Zhao cepat, nadanya sedikit panik.

“Rumor sudah menyebar. Mungkin sebentar lagi Kaisar akan tahu...” ucap Pangeran Wang sambil menatap jendela.

“Tapi Pangeran... kau bisa bicara duluan pada Kaisar. Kau bisa menceritakan versi sebenarnya, sebelum dia mendengarnya dari mulut orang lain.” bujuk Zhao.

“Kau ingin aku bicara tanpa bukti?” suara Pangeran Wang tetap datar.

Zhao buru-buru mengeluarkan gulungan kecil dari dalam bajunya.

“Aku punya... sesuatu. Aku tak yakin ini cukup kuat, tapi... siapa tahu bisa membantu.” katanya sambil menyerahkan bukti itu pada Pangeran Wang.

Pangeran Wang tertegun melihat benda yang ada di tangannya. Matanya menyapu setiap detil dengan serius.

> (V.O.) Bahkan aku pun belum mendapatkan ini. Aku hanya mampu menahan rumor agar tidak langsung sampai ke Kaisar. Tapi dia... lebih cepat dari yang kubayangkan.

“Kau dapat ini dari mana?” tanyanya tanpa mengangkat wajah.

Zhao tersenyum, sedikit bangga.

“Kau tahu, aku punya gadis kecil dan teman yang lucu...”

“Meilan dan... Pangeran Jae Min?” tebak Wang.

Zhao mengangguk cepat.

“Benar. Dan sekarang... bisa kau bantu?” katanya sambil mengedipkan mata sok manis.

Pangeran Wang menatapnya datar.

“Aku tidak yakin.”

Zhao menghela napas.

“Astaga, Pangeran... setidaknya kau bisa mencobanya. Ini bukan cuma tentang aku. Ini... tentang kehormatanmu juga.”

“Aku tidak peduli soal kehormatan atau harga diri di depan Kaisar.”

Zhao hampir ingin menjambak rambut sendiri.

“Astaga... orang ini!” gumamnya pelan.

Zhao menatapnya lebih serius.

“Baiklah. Jika kehormatan tidak penting bagimu, bagaimana dengan Pangeran Yu? Dia tidak bersalah. Jika hanya aku saja yang kena, aku tak keberatan. Tapi... mereka?”

Pangeran Wang terdiam. Tatapannya menurunkan tajamnya.

Zhao bicara pelan, hampir seperti bisikan.

“Aku hanya tak ingin kau dan Pangeran Yu kena masalah karena aku...”

Beberapa detik berlalu dalam sunyi. Lalu Pangeran Wang bicara lagi.

“Tapi harus ada solusi juga untuk mengalihkan rumor.”

Zhao langsung mengangguk cepat.

“Benar. Aku juga memikirkannya. Mungkin... bisa dengan mempercepat pernikahan Pangeran Yu dan Hwa Jin.”

Pangeran Wang menatap dalam ke arah Zhao. Sorot matanya berubah, seolah ada sesuatu yang ia pastikan di sana. Ia kemudian tersenyum samar, lalu...

plak! Mengetuk pelan dahi Zhao dengan jarinya.

“Awwww!” Zhao meringis, lalu menatap kesal.

“Kenapa kau memukulku?”

“Otakmu... akhirnya bisa bekerja dengan baik.” ejeknya datar.

Zhao mencibir.

“Hei! Maksudmu apa? Kau hanya belum tahu betapa pintarnya otakku ini sebenarnya!”

Pangeran Wang mengangguk pelan, seolah mengalah.

“Hmmm... baiklah, istriku.”

Zhao langsung membeku. Dadanya berdetak tidak normal, tapi ia tak paham kenapa. Ia hanya mematung sambil memeluk gulungan di tangannya.

Pangeran Wang membalikkan badan, dan sambil berjalan menjauh, bibirnya melengkungkan senyum kecil yang sulit disembunyikan.

> "Wanita ini... selalu di luar dugaanku."

---

Beberapa saat setelah kepergian sang pangeran, Meilan masuk tergesa-gesa.

“Bagaimana, Nona?” tanyanya tak sabar.

Zhao menoleh sambil menghembuskan napas panjang.

“Aku tak tahu. Semoga saja dia mau...”

Meilan menggenggam tangan Zhao erat.

“Tapi Pangeran Wang sudah mau mendengarkanmu, Nona. Itu... sudah sangat luar biasa.”

Zhao mengangguk pelan. Ia menatap keluar jendela. Angin berembus lembut. Entah mengapa... hatinya terasa jauh lebih ringan.

---

Di Kediaman Pangeran Yu

Pangeran Yu duduk diam di ruang pribadinya. Sejak Pangeran Wang diam-diam menemuinya beberapa hari lalu, kata-kata saudaranya itu terus terngiang-ngiang di kepalanya. Ucapannya seperti bekas luka yang tak bisa dihapus.

> “Aku tak peduli apa yang kau rasa. Tapi jika kau pernah menyentuhnya… aku akan membunuhmu. Saudara atau bukan.”

Yu mengepalkan tangan. Sorot matanya sendu, tapi tetap kuat.

> "Apa benar... aku harus menjauh demi melindunginya?"

Dari kejauhan, Hwa Jin berdiri memandang kediaman Pangeran Yu dari balik taman bunga. Senyumnya lembut meski sedikit menyedihkan.

“Aku percaya padamu... walau hatimu dan hatiku belum searah. Tapi... aku akan berusaha memperbaikinya.” gumamnya dengan suara setenang angin.

---

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!