Mendadak Jadi Mommy Anak Satu

Saat Dallie pergi kuliah, Ayanna kembali keluar dari kostan. Dia berencana menjual harta satu-satunya yang dia punya saat ini, yakni ponsel yang dia beli seharga dua digit. Namun, jika dijual mungkin tidak akan lagi sama harganya.

"Nggak apa-apa, aku bisa beli lagi yang harganya lebih murah supaya bisa dipake buat usaha. Seenggaknya sekarang aku bisa bantu dia!" gumam Ayanna, dia pergi naik angkutan umum. Mencari toko yang memperjualbelikan hp second. Sebisa mungkin yang jauh dari lokasi kostan.

Untuk seumur hidupnya, baru kali ini dia merasakan kesengsaraan. Karena selama ini kehidupan Ayanna selalu berjalan dengan mulus, memiliki orang tua lengkap, kakak dan saudara kembar yang baik, serta senantiasa berkecukupan.

Bahkan di saat ia baru terjun ke dunia bisnis, yakni dengan menjual bunga-bunga cantik yang berhasil dia rangkai, dia langsung mendapat pelanggan, karena keluarganya memiliki banyak sekali koneksi.

Setelah menjelajahi kota Jakarta dengan bus, akhirnya Ayanna turun di salah satu pemberhentian. Dia tidak tahu daerah tersebut, tapi dia yakin ini sudah cukup jauh dari tempat tinggalnya yang sekarang.

"Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya seorang pelayan toko yang Ayanna datangi.

"Katanya di sini bisa jual beli hp ya?" Ayanna balik bertanya sambil menimang-nimang Nael yang mulai merengek.

"Benar, Nona mau beli atau jual?"

"Aku mau jual, sebentar ya," jawab Ayanna seraya mengeluarkan ponselnya yang masih mati. Dia menyerahkan benda persegi panjang itu kepada pelayan toko dan kembali berkata. "Kira-kira berapa harganya?"

"Kami bantu cek dulu ya, Nona."

"Oke!"

Saat pelayan toko ingin menyalakan benda pipih tersebut, Ayanna buru-buru berseru.

"Hah, memangnya harus dinyalakan?"

"Tentu saja, bagaimana bisa kami mengecek kalau dalam keadaan mati?"

"Kalau uangnya dulu bagaimana? Hp itu masih baru kok, belum lama aku beli," ujar Ayanna yang malah membuat pelayan toko jadi curiga jika ponsel tersebut adalah hasil curian. Bahkan tatapannya pada Ayanna pun langsung berbeda.

"Tidak bisa, Nona, kalau Anda tidak bersedia, maka kami juga tidak bisa menerimanya," tegas sang pelayan, membuat Ayanna jadi serba salah. Namun, kalau dia gagal, bahkan di tempat yang sejauh ini dengan menggendong-gendong bayi, maka semuanya hanyalah sia-sia.

"Ck, ya udah deh, silahkan cek, tapi jangan lama-lama ya," ujar Ayanna pasrah. Sambil menunggu, dia berusaha membuatkan Nael susu, karena sepertinya sang anak mulai lapar. "Sabar ya, Sayang, sebentar lagi kita akan dapat uang."

Lagaknya benar-benar sudah seperti ibu pada umumnya. Jika keluarganya melihat, mungkin dari mereka tidak akan ada yang percaya jika itu Ayanna.

"Gimana masih bagus 'kan?" tanya Ayanna setelah beberapa menit.

"Lumayan, kami memberi harga di tujuh juta ya, Nona," ujar sang pelayan yang membuat Ayanna terbelalak.

"Hah tujuh juta? Mbak harga setengahnya aja nggak segitu lho, lagian itu masih baru banget, belum lama aku belinya," protes Ayanna, tak menerima jika ponselnya dihargai sekian.

"Maaf, Nona, yang namanya sudah dipakai tetap saja second, mau itu lama atau sebentar. Jadi kami tidak bisa menghargainya tinggi, kalau Nona mau silahkan, kalau tidak pun ya tidak masalah," jelas wanita itu. Ayan a semakin dibuat gamang, apalagi dia tidak pernah menjual barang-barang pribadinya seperti ini.

"Ck, ya udah deh. Sekalian cariin hp yang murah, Mbak, nanti potong aja dari hasil penjualannya," pungkas Ayanna tak ingin berlama-lama di sana.

"Mau dibantu untuk aktifkan hp barunya?" tanya sang pelayan kembali ramah, bahkan tersenyum terus, sementara wajah Ayanna sudah tertekuk.

"Nggak, nggak usah. Aku bisa sendiri, langsung bungkus aja," balas Ayanna judes. Setelah mendapatkan apa yang dia butuhkan, dia langsung kembali ke halte untuk kembali naik bus dengan alamat yang ada di tangannya. Alamat kosan Dallie yang belum dia hafal, alhasil dia mencatatnya.

*

*

*

Ayanna menunggu Dallie pulang. Meski mengantuk, sebisa mungkin dia tahan. Sampai akhirnya terdengar suara motor di luar sana, Ayanna mengintip di jendela, dan ternyata benar Dallie pulang diantar oleh temannya.

Saat Dallie masuk, pemuda itu dibuat terlonjak karena Ayanna berdiri tepat di depan pintu.

"Astaga, bikin kaget aja!" cetus Dallie ambil memegangi dadanya.

Ayanna tersenyum, kemudian meraih plastik yang ada di tangan Dallie. Seperti sebelumnya, pemuda itu selalu membungkus makan malam supaya bisa dinikmati dengan Ayanna.

Kali Ayanna yang menyiapkannya. Namun, dia dibuat terkejut dengan kotak makanan yang cukup familiar, kemarin dia belum terlalu sadar.

"Kamu kerja di Delizio Resto?" tanya Ayanna dengan wajah yang sedikit pias. Dallie langsung mengangguk, sementara Ayanna meneguk ludahnya dengan kasar sebab restoran tersebut adalah milik salah satu ipar ayahnya.

'Ini kan restorannya Aunty Prilly. Kok bisa dia kerja di sana?' batin Ayanna.

"Kenapa sih? Ada yang salah?" tanya Dallie sambil memperhatikan wajah Ayanna serta kotak yang ada di tangan gadis itu secara bergantian.

Ayanna langsung menggelengkan kepala, tak ingin Dallie jadi curiga bahwa sebenarnya dia adalah anak orang berada. Tepatnya anak durhaka yang mempermalukan kedua orang tuanya tepat di hari penting.

"Enggak ada apa-apa. Aku cuma baru sadar ternyata kamu kerja di sana, pantas makannya enak," jawab Ayanna sambil menyendokkan nasi ke dalam mulutnya.

"Emang sebelumnya kamu pernah makan di sana?" tanya Dallie dengan kening mengernyit.

"Pernah," jawab Ayanna sekenanya. Tak tahu jika itu jebakan.

"Tapi kan biasanya yang makan di sana itu orang-orang kaya. Kamu punya uang?"

Deg!

Ayanna hampir tersedak mendengar pertanyaan spontan itu. Jelas Dallie tahunya dia adalah orang miskin, bagaimana bisa dia bilang kalau pernah makan di Delizio Resto—dimana hanya kalangan menengah ke atas yang bisa masuk kesana.

"Nggak, bukan—bukan aku yang beli. Dulu aku pernah kerja dan ditraktir bos sebelum aku jadi gembel," ujar Ayanna gelagapan mencari alasan. Namun, Dallie menanggapinya dengan gelengan di kepala, merasa bahwa Ayanna hanya sedang mendongeng.

"Oh iya, aku mau kasih ini ke kamu." Ayanna mengalihkan perhatian dengan sebuah uluran plastik berisi uang sebesar satu juta setengah. Sementara sisanya, akan Ayanna pakai untuk modal.

"Apa ini?" tanya Dallie.

"Aku abis jual hp, karena cuma itu yang aku punya. Dan sekarang uangnya aku serahin ke kamu buat bantu-bantu kehidupan kita. Ya nggak seberapa sih, tapi seenggaknya aku nggak jadi benalu banget kan?" jelas Ayanna.

"Terus sekarang kamu nggak punya hp dong?"

"Ada, aku beli yang lebih murah buat bikin usaha online. Semoga aja bisa berjalan sesuai rencana," jawab Ayanna.

Awalnya Dallie ingin merasa kasihan, tapi mendengar itu dia justru tersenyum lega. "Baguslah ... Akhirnya kamu sadar juga. Harusnya dari awal dong begini." ceplos pemuda itu, membuat Ayanna mengernyitkan bibirnya sinis.

'Hih, nggak dibantu kasihan, dibantu malah songong!'