perjalanan anak remaja yang berusaha bekerja keras , namun perjuangannya penuh dengan duri
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bang deni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berguru
" nama Jombang itu kalau kata kakek dulu berasal dari Ijo - Abang" ucap pak Joyo
" ijo Abang itu karena apa pak ?" tanya Rangga lagi .
" ijo Abang itu berasal pertempuran antara kebo kicak dan Surontanu . pada masa kerajaan Majapahit menurun banyak penjahat yang bermunculan , salah satunya Surontanu , Surontanu sangat sakti dan mempunyai seekor banteng , yang di tenggarai merupakan wujud dari siluman.
Benteng itu juga di duga menjadi biang keladi dari kemunculan penyakit yang sangat aneh yang menyerang warga. Saking susah di sembuhkan penyakit tersebut menjadi pagebluk (wabah), wabah itu sangat ganas , dan tak ada obat yang bisa mengobatinya ,siang sakit malem mati ,begitu juga sebaliknya , malem sakit siang mati.
Oleh gurunya kebo kicak di suruh menangkap peliharaan surontanu itu.
Kebo kicak aslinya bernama Joko tulus awalnya manusia seperti yang lain ,namun karena durhaka ia di kutuk menjadi manusia berkepala kerbau.
Sebelum di utus oleh sang guru, kebo kicak yang di kutuk sering berpindah tempat , hingga suatu hari ia bertemu sang kyai dan membimbing kebo kicak untuk bertobat dan akhirnya kebo kicak menjadi muridnya
saat kyai mendengar tentang Surontanu kyai itu mengutus kebo kicak agar menangkap banteng Surontanu untuk mengakhiri pagebluk yang melanda daerah itu.
setelah beberapa hari mencari Surontanu kebo kicak akhirnya bertemu dengan surontanu ,pertarungan mereka berlangsung sengit , beberapa hari lamanya pertarungan mereka mengeluarkan sinar ijo dan Abang , dari situlah nama Jombang , pertarungan mereka berakhir di Rawa Tebu mereka bertarung dan masuk ke dalam tawa dan tak pernah keluar lagi hingga sekarang." pak Joyo mengakhiri ceritanya ,Rangga mengangguk ia senang dengan cerita cerita rakyat yang mana kini telah tergeser dengan cerita cerita luar.
Pagi hari nya Rangga berpamitan dengan pak Joyo . Ia sangat berterima kasih dengan bantuan pak Joyo, dengan di antar oleh pak Joyo Rangga berangkat ke terminal Jombang .
" Pak tunggu dulu" Rangga menepuk pelan sebagai kode agar pak Joyo berhenti .
" ada apa nak Rangga apa ada yang ketinggalan?" tanya pak Joyo .
" itu perguruan silat kan pak?" tanya Rangga menunjuk sebuah bangunan di sebrang jalan
" ooh ,iya , kenapa kamu tertarik ?" , tanya pak Joyo " di sini ada 8 perguruan besar, kamu mau masuk kemana?" tanya pak Joyo kemudian.
" saya tertarik tapi saya nyari yang yang biasa saja, tak terikat seperti itu" ucap Rangga dengan adanya banyak perguruan silat, pasti ada bentrokan bentrokan kecil antar mereka dan Rangga tak mau ada nya yang begitu, dia ingin tenang belajar silat, ia ingin belajar silat karena tak punya jurus , rasanya percuma bila memiliki tenaga dalam tapi tak punya jurus untuk menangkis atau melawan musuhnya.
" ke Pamanku saja ,kalau begitu, dia sebenarnya sakti, hanya saja ia tak mau menonjol" saran pak Joyo .
" kita kesana dulu saja paman, maaf merepotkan" ucap Rangga, dia tak enak hati sebenarnya dengan pak Joyo .
" santai saja, ayo kita putar arah," pak Joyo memutar arah kembali menuju kampungnya , namun tak berhenti di rumahnya ia masih terus jauh ke dalam .
Rumah paman pak Joyo ternyata lumayan jauh, berada di kaki gunung Anjasmoro.
Rumah paman pak Joyo , sangat terpencil dan jauh dari keramaian , di pelataran pendopo ada empat murid yang sedang berlatih tanding berpasangan.
Tok
Tok
Tok
" Assalamualaikum" pak Joyo mengetuk dan mengucap salam.
" Waalaikum salam ," terdengar suara berat berwibawa menjawab salam pak Joyo . Dan tak lama pintu terbuka, seorang kakek yang masih gagah nampak keluar dari dalam rumah
" eh Joyo , tumben kamu kesini" tanya pria itu yang ternyata paman pak Joyo,
" he he he , maaf paman baru sempet" Joyo tertawa kecil
" pasti ada maunya kamu ini" tegur paman pak Joyo tanpa basa basi, dia sudah hapal dengan pak Joyo keponakannya itu , kalau udah cengar cengir pasti ada sesuatu.
" eh ini siapa?" tanya paman pak Joyo melihat Rangga berada di sisi keponakannya.
" saya Rangga paman, maaf mengganggu" ucap Rangga sambil menyalami dan mencium punggung tangan kakek itu.
" panggil saya , kakek Jayeng " ucap kakek itu, ia cukup senang dengan Rangga yang sopan.
" saya kesini selain sowan juga karena nak Rangga ingin berlatih silat paman" ucap pak Joyo
" benar itu nak Rangga ?" tanya kakek Jayeng
" benar kek, saya ingin bisa silat agar bisa membela diri" jawab Rangga pasti. Kakek Jayeng memperhatikan Rangga dengan seksama , saat mencoba mengamati dengan mata batin , kakek Jayeng kaget karena ia merasa ada satu kekuatan yang menghalangi nya.
" dari kapan kamu punya tenaga dalam ?" tanya kakek Jayeng .
" saya ga tau kek, hanya saya merasa badan saya lebih kuat setelah latihan pernapasan" ucap Rangga singkat
" dari kapan kamu berlatih pernapasan?" tanya kakek Jayeng lagi,
" sudah hampir enam tahun kek, kenapa ada yang salah kek?" tanya Rangga pura pura khawatir.
" ooh , tidak ada apa apa itu bagus, kamu sudah punya tenaga dalam setara yang berlatih 5 tahun" ucap kakek Jayeng . Apa yang terdeteksi oleh kakek Jayeng memang hanya 25 persen dari kekuatan asli Rangga .
"Baiklah , tapi aku tak mengajarkan tenaga dalam, aku akan membimbing dalam kebatinan dan juga jurus jurus sebagai latihan fisik " ucap kakek Jayeng kemudian.
" teriak kasih guru" Rangga melakukan penghormatan kepada gurunya .
" sekarang istirahatlah, besok kamu mulai latihan, dan jangan mengeluh, atau aku usir!" tegas kakek Jayeng .
" baik guru"sahut Rangga , Rangga di beri kamar di belakang , tidak terlalu luas namun nyaman dan sejuk , Rangga melatih pernapasan dengan tenang , lingkungan yang masih bersih dari polusi tentu saja mempunyai energi yang lebih besar dan baik untuk berlatih tenaga dalam. tenaga dalam nya semakin meningkat , daya penglihatan dan pendengarannya pun kini semakin tajam.
Di pagi hari, Rangga mulai berlatih, kakek Jayeng tak langsung mengajarkan jurus tapi menyuruh Rangga mengisi gentong gentong air yang berukuran besar sampai penuh dengan air sungai yang berada agak jauh dari rumah kakek Jayeng, Rangga dengan tekun mengisi bak bak itu, setelah penuh Rangga kini di suruh membelah glondongan kayu besar agar menjadi kayu bakar. tangan Rangga yang tak terbiasa memegang Kampak menjadi melepuh dan sebagian kapalan. Namun Rangga tak mengeluh, ia menyelesaikan tugas dari sang guru.
Di malam hari Rangga di bimbing bermeditasi untuk meningkatkan kemampuan batinnya . Kakek Jayeng belum memberikan ilmu ilmu kebatinan , ia masih memfokuskan pada latihan fisik dan latihan semedi.
ke esokan harinya Rangga kembali mengisi hari dengan mengisi gentong gentong kosong dan membelah kayu dengan Kampak .
Setelah satu Minggu, kampak yang di pakai Rangga di tukar dengan yang agak tumpul , pikulan air yang terbuat dari jalinan rotan kini di kurangi sedikit demi sedikit , hingga pikulan yang ia bawa sedikit menyusut yang pastinya membuat susah untuk mengangkat air , namun Rangga tetap melakukan tugasnya