Lanjutan dari novel yang berjudul Cinta yang terluka.
"Om, om baik, aku ceneng deh kalo baleng cama om," ucap Lala gadis kecil yang imut,manis dan cerdas itu.
"Iya, om juga seneng kalo bisa ketemu sama Lala tiap hari," kata Antonio yang sudah balik dari Australia sejak tiga tahun yang lalu sejak perceraian dirinya dengan Laras yang membuat dia sangat shock dan patah semangat untuk melanjutkan hidupnya.
"Om baik, kata mama ...papa nya aku itu pelgi jauh.....cekali tapi campai cekalang papa gak datang-datang aku Lindu cama papa...," ucap Lala yang lucu dan cadel itu.
Entah mengapa Antonio selalu merasakan kehangatan dan kebahagiaan saat dia bersama Lala.
Antonio tidak mengerti dengan perasaannya sendiri yang selalu ingin bertemu dengan Lala si bocah perempuan kecil yang selalu membuat hatinya bahagia.
Siapakah Lala.....yuk baca di sini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Isshabell, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 15
"Oh ya aku lupa kalau siang ini aku ada meeting di butik dengan beberapa desainer," ucap Amel tiba-tiba saat melihat ke arah jam tangan nya itu.
"Bagaimana ini, kak Laras aku harus buru-buru, kak Laras nanti ...," Amel tidak meneruskan kata-katanya karena Antonio sudah memotong nya terlebih dahulu.
"Biar aku aja nanti yang antar Bu Laras ya," ucap Antonio pada Amel.
"Oh. Ya gak apa-apa, kak Laras ikut kak Anton aja ya nanti pulangnya sekalian kan searah jalan ke kantornya," Amel menoleh pada Laras yang duduk di hadapannya itu.
"Emmm ... gak usah aku naik taxi saja nanti," kata Laras pada Amel.
"Tapi Bu Laras, jalan kita kan searah jadi lebih baik Bu Laras bareng saya saja." Antonio sedikit memaksa Laras untuk bareng dengannya.
"Enggak pak, saya naik taxi saja." Laras tersenyum tipis pada Antonio.
"Ya udah kak Anton ... kalau kak Laras gak mau gak usah di paksa, kak Laras maunya naik taxi saja katanya."
Antonio menatap Laras tapi Laras membuang muka dengan perlahan menghindari tatapan Antonio itu.
"Oke, kalau Bu Laras gak mau saya ajak bareng," ucap Antonio sambil tersenyum tipis pada Laras.
"Ya udah, kalau begitu aku pamit duluan ya aku udah di tunggu ini," pamit Amel pada Antonio.
"Kamu hati-hati ya honey," pesan Antonio pada Amel menyebutnya dengan panggilan kesayangan.
"Ya kak Anton sayang...aku pasti akan hati-hati," Amel tersenyum manja pada Antonio.
Laras tersenyum getir melihat kemesraan Antonio dan Amel yang mereka tunjukkan di hadapannya itu.
"Aku harus kuat, aku harus kuat demi pekerjaan dan demi Lala dan ibuk," Laras menutup matanya sesaat sambil bergumam menyemangati dirinya sendiri.
Sekilas Antonio melihat Laras yang memejamkan matanya, perasaan Antonio semakin kuat kalau ada yang aneh dengan sikap Laras.
"Kak Laras aku duluan ya," ucap Amel pada Laras sambil bangkit dari tempat duduknya.
"Iya, hati-hati ya Mel," ucap Laras tersenyum pada Amel.
"Emmm...pak Antonio kalau begitu saya juga pamit duluan ya," Laras hendak beranjak dari tempat duduknya tapi tiba-tiba ponselnya berdering.
Sambil berdiri Laras menerima telepon yang masuk itu dan ternyata yang menelpon dirinya adalah Bu Weni, ibunya sendiri.
"Halo iya Bu, ada apa?" ucap Laras saat menerima telepon dari ibunya itu.
"Ini Lala badannya panas lagi, kamu ijin pulang dulu aja ya kasihan Lala," kata Bu Weni dengan suara yang terdengar sangat khawatir.
"Ya Tuhan...kok bisa panas lagi Bu," Laras terlihat sangat panik setelah menerima telepon dari ibunya.
Antonio yang sedari tadi masih duduk di tempatnya itu dengan segera bangkit dari duduknya saat melihat Laras yang panik setelah selesai menerima telepon.
Antonio berdiri tepat di hadapan Laras dan bertanya padanya," ada apa Bu Laras? kelihatannya ada sesuatu yang sangat genting," tanya Antonio sambil menatap Laras yang masih panik itu.
"Iya pak, putri saya panas lagi kata ibu barusan," ujar Laras pada Antonio dengan wajah cemas.
"Lala?" ucap Antonio seketika dengan wajah sangat khawatir.
"Iya pak," Laras menganggukkan kepalanya pada Antonio.
"Kalau begitu kita harus cepat bawa Lala ke rumah sakit sebelum panasnya makin meninggi," Antonio berkata pada Laras dengan wajah yang cemas juga, entah kenapa jauh di dalam relung hatinya dia tidak mau terjadi apa-apa pada Lala.
"Iya pak, saya akan segera pesan taxi online," Laras segera mengutak-atik handphonenya untuk memesan taxi online.
Antonio meraih tangan Laras yang sedang memegang handphonenya itu sambil berkata padanya," Bu Laras ikut saya saja akan lebih cepat sampai daripada menunggu taxi online kelamaan nanti," Antonio menatap Laras sendu.
"Tapi pak...," belum sempat Laras melanjutkan kata-katanya Antonio sudah mendahului berbicara padanya.
"Tak ada tapi Bu Laras, kasihan Lala dia harus cepat di bawa ke medis segera," kata Antonio sambil tetap memegang tangan Laras.
Laras menatap Antonio dia melihat ada raut kekhawatiran di wajah Antonio.
"Mas Antonio terlihat sangat khawatir sekali pada Lala, apa mungkin karena adanya ikatan batin antara mereka berdua yang tidak akan pernah terputus sampai kapanpun," gumam Laras dalam hatinya.
"Tangan ini... sepertinya aku sudah pernah memegang tangan ini ribuan kali," gumam Antonio menundukkan kepalanya melihat tangan Laras yang sedang di genggamnya itu.
"Baiklah pak Antonio saya ikut bapak," tiba-tiba Laras berkata pada Antonio sambil melepaskan genggaman tangannya dari Antonio.
"Iya mari Bu Laras," Antonio dan Laras kemudian berjalan keluar dari cafe itu.
Setiba di mobil dengan segera Antonio membukakan pintu mobil itu untuk Laras lalu Laras pun masuk ke dalam mobil dan setelah itu Antonio pun menyusul masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Laras.
Lalu dengan segera Antonio menjalankan mobilnya menuju ke rumah Laras.
Selama dalam perjalanan itu mereka saling diam dan tidak berbicara sedikit pun, Antonio menoleh pada Laras dan dengan sedikit memberanikan diri dia bertanya pada Laras.
"Bu Laras,"' panggil Antonio pada Laras yang fokus melihat ke depan.
"Ya pak," sahut Laras sambil menoleh pada Antonio.
"Tolong Bu Laras jujur pada saya, siapa sebenarnya Bu Laras dan kenapa setiap saya bertemu dan bertatapan dengan Bu Laras hati saya berdebar-debar dan kenapa perasaan yang saya rasakan sangat kuat sekali pada Bu Laras dan hati saya selalu merasakan kedamaian dan ketenangan saat saya di dekat Bu Laras," Antonio berkata sambil sesekali menoleh pada Laras yang duduk di sebelahnya itu.
Laras menarik nafas dalam-dalam setelah mendengarkan pertanyaan dari Antonio itu sejenak dia terdiam dan tidak segera menjawab pertanyaan dari Antonio itu pandangannya tertuju ke jalan depan lewat kaca mobil itu.
"Kenapa Bu Laras diam, apa yang sedang Bu Laras sembunyikan dari saya?"
"Tidak ada yang saya sembunyikan dari bapak ," jawab Laras tanpa menoleh pada Antonio dan pandangannya tetap fokus ke depan.
"Saya tahu kamu berbohong, saya bisa melihatnya dari mata kamu. Mulut kamu bisa berbohong tapi tidak dengan mata kamu Bu Laras," Antonio menatap Laras lekat-lekat dia lupa kalau dirinya sedang menyetir.
Dan Antonio tidak menyadari kalau mobilnya hampir menabrak pohon yang ada di ujung jalan.
"Awas mas Antonio...!" teriak Laras.
Antonio segera mengerem mobilnya mendadak dan hal itu membuat Laras jatuh ke samping menimpa Antonio dan mereka saling menatap untuk sesaat," kamu panggil aku mas Antonio, itu panggilan kamu ke aku," ucap Antonio saat mereka masih saling menatap.
Laras menggeser tubuhnya menjauh dari tubuh Antonio dan buru-buru dia berkata pada Antonio," pak kita jalan lagi ya," Laras berusaha mengalihkan pembicaraan.