“Menikahlah denganku, lahirkan keturunanku, dan aku akan membantumu.”
Penawaran dari Sagara dengan imbalan yang cukup fantastis membuat Lisa seakan mendapatkan angin segar di tengah tuntutan hutang yang menggunung. Namun, gadis itu tak memiliki cukup keberanian untuk mengambil tawaran itu karena Lisa tahu bahwa Sagara telah memiliki istri dan Lisa tidak ingin melukai perasaan istri Sagara.
Hingga akhirnya Lisa kembali dihadapkan pada kabar yang mengguncang pertahanannya.
Ia harus memilih antara menjadi istri kedua dan melahirkan keturunan Sagara dengan imbalan yang besar, atau mempertahankan harga diri dan masa depannya, tetapi ia harus kehilangan orang yang ia sayangi.
Lalu, bagaimana dengan keputusan Lisa? Dan apa sebenarnya yang buat Sagara akhirnya berpaling dari istrinya?
Yuk, ikuti terus kisah selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadya Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengadu
“Sudah berapa kali aku katakan, jangan lancang menyentuh ponselku!” seru Sagara begitu keluar dari kamar mandi.
Tubuhnya yang tegap atletis mengeluarkan aroma segar yang memikat, bahkan Dewi pun turut terpesona melihat penampilan suaminya pagi ini. Rasanya sudah lama wanita itu tidak menjamah tubuh indah suaminya. Namun, rasa takjub itu berubah tegang ketika Sagara menatapnya begitu tajam sembari merebut ponsel yang ada dalam genggaman Dewi.
“Sejak kapan kamu melarangku memegang ponselmu, mas? Kita suami istri, lho. Kenapa harus main rahasia-rahasiaan begini?” Dewi mencoba tenang meskipun hatinya sedang ketar-ketir ditatap tajam oleh suaminya. Terlebih tindakannya barusan begitu mencurigakan.
Ada perasaan asing yang dirasakan Dewi. Entah mengapa, semakin hari sikap Sagara semakin dingin dan tidak peduli padanya.
Padahal masih teringat jelas di kepalanya kejadian dua bulan yang lalu, di mana dirinya hari itu tengah berulang tahun. Saat itu Sagara mempersiapkan pesta privat yang cukup mewah untuknya.
Meski hanya dihadiri keluarga serta sahabat dekat, hal itu tidak mengurangi nilai kemeriahan pesta yang begitu indah. Namun, sejak sebulan yang lalu, tepatnya setelah dirinya pulang dari liburan bersama teman-temannya, sikap Sagara mulai berubah.
Pria itu dari ke hari semakin dingin, sering berangkat pagi sekali dan pulang begitu larut, Sagara juga tidak pernah lagi meminta haknya bahkan ketika dirinya berpakaian seksi sekalipun.
“Kamu yang memulainya lebih dulu dan aku hanya mengikuti permainanmu saja!” jawab Sagara sembari berlalu menuju walk in closet, mengabaikan Dewi yang hendak menuntut jawab padanya.
“Apa maksudmu, mas? Mas! Mas buka dulu pintunya!” teriak Dewi sembari menggedor pintu di hadapannya. Namun, lagi dan lagi, Sagara mengabaikan dirinya.
Ada apa dengan pria itu, kenapa sekarang sikapnya semakin dingin, batin Dewi.
“Aku harus menemui mama dan memintanya menasehati Sagara,” gumam Dewi panik.
Pagi yang diimpikan Dewi akan diisi dengan mimpi indah, kini berganti. Dirinya harus bergegas menuju ke rumah mertuanya bahkan tanpa mandi dan berganti pakaian terlebih dahulu agar bisa segera sampai di sana. Saat ini pikirannya sedang menduga-duga tentang apa yang terjadi pada suaminya hingga bisa sampai seperti ini.
Apa mungkin Sagara selingkuh? Atau jangan-jangan, sebenarnya hari itu, Sagara tahu kalau aku menginap di kamar hotel yang sama dengan Kelvin, batinnya menduga.
Tanpa menemani sarapan suaminya, Dewi segera melajukan mobilnya menuju ke rumah mertuanya yang berjarak kurang lebih dua kilo dari rumahnya. Wanita itu bahkan lebih sering mengumpat karena satu dua kali dirinya hampir menabrak pejalan kaki. Salahnya sendiri, sudah tahu tubuhnya lelah, tetapi masih nekat pergi menyetir mobil sendirian.
"Sh*it! brengs*ek! nggak bisa pada minggir, apa?!"
Sikap ramah, sopan, baik hati, dan berbudi luhur yang selalu diagungkan seakan lenyap dari dirinya. Dewi yang ada sekarang adalah wanita pemarah yang terlihat menyeramkan.
Sementara itu, di rumah Sagara.
Pria itu berjalan dengan tenang menuruni satu persatu anak tangga menuju ke lantai dasar. Pagi ini dirinya akan melakukan kunjungan ke pabrik sehingga memutuskan untuk sarapan di rumah.
“Mau saya buatkan kopinya, Tuan?” Tanya mbok Surti, wanita paruh baya yang dulunya menjadi asisten rumah tangga di rumah mamanya.
“Boleh, tapi jangan terlalu manis, ya Mbok,” pinta Sagara.
“Siap, Tuan!”
“Oh, ya, Mbok, pergi kemana lagi wanita itu?”
Mbok Surti yang hendak menuju dapur pun menghentikan langkahnya kemudian menoleh dengan ekspresi bingung. Siapa wanita yang dimaksud tuannya itu.
“Maksudnya siapa, Tuan?”
“Dewi,”
“Oh, nyonya, ya Tuan? Saya kurang tahu, Tuan. Tadi saya lihat nyonya buru-buru keluar dan pergi. Padahal setahu saya, nyonya baru saja pulang pagi tadi,” jawab mbok Surti.
Dirinya bukan bermaksud untuk mengadukan Dewi, tetapi memang sejak awal Sagara sudah meminta pada wanita tua itu untuk mengawasi Dewi. Awalnya Sagara meminta mbok Surti mengawasi istrinya karena khawatir wanita itu memerlukan sesuatu, tetapi tidak berani meminta bantuan mereka yang ada di sana. Sehingga Sagara menerapkan peraturan itu. Namun, rupanya peraturan itu sangat berguna karena pekerjanya akan dengan gampang mengatakan yang mereka lihat dan dengar tanpa rasa takut sedikitpun.
“Memangnya ada apa, Tuan?”
“Oh, nggak ada, Mbok, hanya bertanya saja,” jawab Sagara melanjutkan acara sarapan paginya. Sementara mbok Surti mengangguk dan segera pergi dari sana.
***
Dewi memasuki pelataran luas milik mertuanya. Rumah tiga tingkat yang tampak mewah bahkan lebih mewah dari kediamannya saat ini menjadi tujuan utama wanita itu. Setelah memarkirkan mobilnya dengan asal, Dewi segera masuk setelah mengucapkan salam.
Di sela langkah kakinya, wanita itu sesekali berdeham dan merubah mimik wajahnya menjadi sendu dengan lelehan bening yang membasahi pipinya.
“Ma… .”
Dewi mendekat ke arah Ibu mertuanya yang tengah duduk di ruang makan. Rida yang melihat menantunya datang dengan penampilan berantakan begitu terkejut. Terlebih wanita itu juga menangis dan langsung menghambur ke pelukannya.
“Dewi? Ada apa sayang? Kenapa kamu menangis?” tanya Rida sambil terus mengusap punggung sang menantu dengan lembut.
“Ma, mas Saga, Ma… huhuhu, mas Saga.”
Di dalam dekapan sang mertua, Dewi mulai mengambil peran. Ia harus menunjukkan wajah menyedihkan miliknya agar mertuanya bersimpati pada dirinya. Terlihat begitu natural, bahkan isakannya terdengar memilukan di telinga.
Rida tampak kebingungan, tetapi wanita paruh baya itu mencoba menenangkan sang menantu sebelum nantinya ia menanyakan maksud dari ucapannya itu.
“Tenang dulu, sayang. Ayo, duduk dulu. Mama ambilin minum sebentar.”
Rida menggiring Dewi untuk duduk di kursi kosong yang ada di sana kemudian memberikan wanita itu segelas air putih. Setelah dirasa cukup dan Dewi mulai tenang, Rida pun mulai angkat bicara.
“Kenapa? Ada apa dengan Saga, sayang? Apa dia menyakitimu, hm?”
“Mas Saga, Ma … aku nggak tahu apa salahku, tapi sikap dia mulai berubah dingin dan akhir-akhir ini dia sulit buat didekati. Bahkan sebulan ini, dia sama sekali nggak nyentuh aku, Ma. Tadi, ketika aku nggak sengaja lihat ponselnya, aku lihat ada pesan dari wanita bernama Lisa, dia meminta kiriman uang sama mas Saga, Ma. huhuhu ... Pas aku baru aja selesai baca, Mas Saga justru marah-marah ke aku, dia bilang aku sudah lancang membuka ponselnya,” adunya dengan dramatis.
Rida tentu saja syok bukan main. Ia tidak menduga putranya akan melakukan hal seperti itu pada menantu pilihannya. Jika itu memang benar, lalu apa kurangnya Dewi sehingga Sagara bisa berpaling dari istrinya dan mengkhianati pernikahan mereka.
“Mungkin kamu salah baca, sayang.”
“Nggak mungkin, Ma. Aku udah baca berulang kali dan memang seperti itu, bahkan nama wanita itu tertulis begitu spesial. Aku salah apa, ma, sampai mas Saga memilih berpaling. Atau karena aku yang belum bisa memberikan dia keturunan sehingga mas Saga memilih mencari wanita lain?” lirihnya di akhir kalimat.
Sebagai artis yang sudah membintangi banyak film dan sinetron, Dewi begitu mudah mendramatisir keadaan. Membuat siapa saja yang melihat kesedihannya turut merasakan hal yang sama.
Apa karena permintaanku yang menuntut Sagara agar lekas memberikan cucu, sehingga Sagara memilih mencari wanita lain, mengingat Dewi masih belum ingin hamil, batin Rida sedih.
Rida tahu menantunya itu meminta waktu untuk hamil. Mengingat kontrak pekerjaannya yang masih lama, Dewi beralasan khawatir tidak bisa menjaga buah hatinya jika ia memilih memiliki anak di saat dirinya sedang sibuk-sibuknya bekerja.
Dan Rida memaklumi hal itu, tetapi akhir-akhir ini dirinya dibuat iri oleh teman-temannya yang sudah memiliki cucu dan akhirnya meminta Sagara dan Dewi untuk melakukan program kehamilan.
Wanita paruh baya itu tidak menyangka efeknya akan seperti ini. Hubungan putra dan menantunya menjadi kurang harmonis dan Sagara justru berbelok ke arah wanita lain.
“Kamu tenang saja, sayang. Mama akan bicarakan hal ini sama Saga. Apapun yang terjadi, mama akan selalu ada untuk kamu. Maaf karena mama sering sekali menuntut kalian untuk segera memberikan mama cucu,”
Rida begitu geram pada putranya yang sudah menyakiti wanita sebaik dan sepolos Dewi. Ia tidak akan tinggal diam begitu saja dan bertekad akan mencari tahu dan memberikan pelajaran pada wanita yang sudah dengan berani menjadi orang ke tiga di rumah tangga putranya.
Aku harus akan mencari tahu, siapa wanita itu. awas saja, aku tidak akan mengampuni pelakor itu, batin Rida, geram.