NovelToon NovelToon
PENGHIANATAN SANG ADIK

PENGHIANATAN SANG ADIK

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Mengubah Takdir / Pelakor jahat
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: Ristha Aristha

Ariana harus menerima pukulan terberat dalam hidupnya, ketika suaminya ketahuan selingkuh dengan adiknya. Siapa yang mengira, berkas yang tertinggal suatu pagi membawa Ariana menemukan kejam suatu perselingkuhan itu.
Berbekal sakit hati yang dalam, Ariana memutuskan untuk pergi dari rumah. Namun dibalik itu, dia secara diam-diam mengurus perceraian dan merencanakan balas dendam.

Apakah Ariana berhasil menjalankan misi balas dendamny??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ristha Aristha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BYE MANTAN

Aku meremas pemecatan itu dengan kuat. Nafasku memberat, tatapan tajam menghunus tajam pada udara yang mendadak terasa bertekstur kasar. Jadi, pria itu menggunakan kekuasaannya untuk bertindak seenaknya?

"Pak Julio, keparat!" Gumamku lirih, hampir tidak bisa didengar oleh orang lain, tapi aku mengatakannya penuh penekanan.

Tak peduli dengan tatapan dan pertanyaan dari rekan kerja yang lain, aku berbalik dan buru-buru menuju ruangan pria brengsek Julio. Sengaja tak dipanggil Bapak, manusia seperti itu tak layak mendapatkan gelar kehormatan.

Pintu di depanku terlihat lebih tinggi dari biasanya. Mungkin karena di dalam, aku menyadari ada serigala yang bersembunyi dibalik buku domba. Namun meski begitu, aku tidak mau diam saja walaupun dihadang bahaya.

Aku mengetuk pintu sekali dan langsung mendapatkan sahutan dari dalam. Dengan langkah gamang dan dada sesak penuh emosi, aku masuk kedalam ruangan manager kurangajar kami , Julio.

Bisa kulihat, sudut bibirnya sedikit naik, tersenyum seolah-olah yakin aku datang untuk memohon. Padahal tidak, aku menemuinya untuk menuntut keadilan.

"Ada apa, Riana?" Tanyanya dengan tampang menyebalkan. "Kenapa diam saja? Duduk dulu". Sambungannya.

Aku bergeming sesaat. Sengaja memberi jeda untuk menahan napas dan emosi yang hampir meledak. Barulah ketika wajah Julio semakin tengil, barulah aku meletakkan kertas di tangan keatas meja dengan kasar.

"Apa maksudnya ini?" Tanyaku, masih bersikap sopan meskipun tanpa sapaan.

Bukannya menjawab, Julio malah menyeringai. Matanya berhenti sebentar padaku, kemudian beralih ke kertas yang aku lempar, dan pura-pura membacanya.

"Oh, kalau gak salah ini surat pemecatan", ujarnya tanpa rasa bersalah. "Bagian mana yang membuatmu gak mengerti, Riana?"

Melihat senyum diwajahnya, membuatku semakin marah.

"Apa anda melakukan ini karena semalam?" Tanyaku, mencoba sopan walaupun kedua tanganku sudah mengepal di samping rok yang aku kenakan.

"Semalam?" Kulihat Julio sedikit memiringkan kepalanya, agaknya keparat ini berpura-pura sedikit memancingku. "Memangnya apa yang terjadi semalam?"

Dadaku semakin terasa sesak menahan kemarahan yang memuncak. Apa menyenangkan mempermainkan orang lain seperti ini? Aku bergeming sambil menatap Julio dengan tajam. Jika bisa, aku ingin melubangi kepala pria itu sekarang.

Mungkin karena aku tak kunjung menimpali, Julio kembali mengambil alih kesempatan berbicara. Tangannya diletakkan diatas meja, sebelum berkata, "kenapa, Maira? Apa kamu keberatan dengan surat pemecatan itu?"

Tentu saja, aku samasekali tidak melakukan kesalahan soal pekerjaan. Namun atasan tidak tahu diri ini malah menyalahgunakan jabatan atas kejahatan yang dia lakukan padaku semalam.

"Kamu datang kesini buat minta maaf dan memohon untuk tidak diberhentikan?" Sambung pria itu. "Ya, saya tahu. Bagaimanapun, sekarang kamu janda dan mau gak mau harus kerja ".

Aku masih mencoba sabar. Jangan sampai kalap atau membunuh orang itu sekarang. Sialnya, jabatan Julio yang tinggi tidak menjamin otaknya bekerja dengan baik. Semakin dibiarkan, dia justru semakin ngelunjak.

"Oke, gak masalah. Saya bisa kasih kamu kesempatan sekali lagi", katanya. Lalu apa selanjutnya? Dia menyeringai sambil berucap, "Asalkan kamu menuruti apa yang saya mau".

"Saya tidak melakukan kesalahan apapun. Kenapa Anda memecat saya seenaknya seperti ini?" Tanyaku dengan datar, namun penuh penekanan. "Anda tahu kan, saya bisa saja melaporkan anda untuk kasus pelecehan dan penyalahgunaan jabatan".

Aku sengaja mengancamnya, tapi sepertinya itu tidak mempan. Sebab Julio malah tersenyum semakin lebar. Dia benar-benar meremehkanku.

"Silahkan laporkan. Tapi apa kamu punya bukti?"

"Anda juga tidak punya bukti untuk memecat saya tiba-tiba seperti ini", ucapku sambil menekan telapak tangan dengan kuku.

"Oh, ya? Tapi saya punya jabatan yang bisa membuat tuduhan-tuduhan itu terjadi!"

Aku terdiam, sedangkan Julio semakin terlihat bersenang-senang. Kehilangan pekerjaan disaat aku banyak masalah, apakah aku sanggup?

"Gimana, Riana? Sayang banget kalau kamu harus kehilangan pekerjaan, kan?" Julio memandangiku dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia seperti mengejek tapi juga membujuk disaat yang sama. "Kemari kalau kamu berubah pikiran".

Tiba-tiba aku ingin manusia, saking kesalnya melihat pria itu mengangkat alis dengan ekspresi meremehkan. Namun, aku harus berpikir dua kali untuk melepaskan pekerjaan yang sudah aku geluti bertahun-tahun.

Perlahan kakiku bergerak, melangkah maju mendekati meja pria itu. Tentu, reaksi Julio bisa aku tebak, dia menyeringai puas melihatku berjalan kearahnya.

"Benar, Riana. Kamu harus mikirin karier. Kemari, pikiranmu sudah tepat ", katanya. "Lagian gak ada ruginya kamu nurut sama saya. Bahkan saya bisa bikin kamu__"

PLAKK!!!

Aku menampar Julio kuat-kuat. Dia pikir aku mendekat karena mau? Tidak, aku datang karena mau menghajar pria brengsek itu. Kf

"Apa yang kamu lakukan, Ariana?" Julio mendelik tidak terim.

Aku sudah kadung tidak peduli. Kuambil gagang telepon yang paling dekat. Kemudian...

PLAK! Aku menghantamkannya ke kepala Julio.

"Argh! Kurangajar kamu, Maira!" Teriak pria itu, terdengar menggelegar di telingaku. "Kamu pikir apa yang kamu lakukan pada atasanmu, hah?"

"Atasan?" Kali ini aku tidak memperhatikan kesopanan. "Maaf. Tapi anda buka atasanku lagi. Aku keluar dari perusahaan ini!"

Setelah mengatakan itu, aku langsung berbalik dan buru-buru melangkah meninggalkan meja Julio. Namun sebelum keluar, aku melihat asbak diatas nakas samping pintu. Lalu tanpa pikir panjang, kulempar benda keras itu pada pria brengsek di belakang.

Bunyi benturan yang terdengar keras kemudian diiringi dengan teriakan yang bisa aku dengar bahkan setelah aku keluar dari ruangan.

"ARIANA!"

Aku mengorek telinga saat mendengar teriakan barusan. Tanpa rasa peduli sedikitpun, aku mengangkat bahu dan melenggang menuju meja kerjaku. Oh, lebih tepatnya bekas meja kerjaku.

Napas aku tarik dalam-dalam saat aku melihat barang-barang diatas meja. Sudah bertahun-tahun, pasti akan merepotkan memberikannya dalam waktu singkat. Namun harus bagian lagi, aku harus tetap berkemas dan meninggalkan perusahaan ini segera.

Pertama, aku mulai mengambil dengan kotak penyimpanan yang lumayan besar untuk barang-barang. Persetan dengan tatapan yang penuh prasangka dari orang-orang, jika dia tidak berniat membantu, ya tolong berhenti menatapku seperti itu.

"Bu Riana!"

Aku menoleh ketika suara tidak asing memanggilku. Diantara yang lain, cuma Kenzi yang terlihat tulus.

"Mau saya bantu?" Katanya.

Aku refleks tersenyum. Sejak pagi, baru kali ini aku mendengarkan kata-kata baik. Dan itu cukup melegakan dada yang sesak.

"Apa boleh ini saya masukkan?" Sambung Kenzi ketika aku memberikan sebuah anggukan.

"Ya, kamu bisa meletakkannya disana".

Kenzi mengiyakan. Kemudian dia membantuku membereskan barang-barang yang lumayan agak banyak, tapi tidak seperti biasanya, anak ini lebih banyak diam. Aku juga tidak banyak bicara, bagaimanapun berhenti bekerja tetap membuat hatiku tidak tenang.

Hingga saat hampir selesai, Kenzi tiba-tiba membuka suara, "Apa itu artinya, Bu Riana akan mencari pekerjaan baru?"

"Ya, aku butuh kerjaan buat hidup ", jawabku sekenanya, tak mau dikasihi meskipun keadaanku memang sangat menyedihkan sekarang.

Aku pikir Kenzi bertanya seperti itu hanya basa-basi, namun di detik berikutnya dia menyerahkan sebuah kartu nama padaku.

Saat aku menoleh meminta penjelasan, dia berujar, "Kenapa, Bu Riana tidak mencoba melamar di penerbit Fujio?"

Mataku sedikit melebar. "Apa lagi ada lowongan disana?"

Kenzi mengangguk. "Saya bisa bantu, Bu Riana buat masuk".

"Oh, apa ini? Apa kamu juga punya koneksi sama perusahaan besar ini?" Kataku mencoba menggoda. "Tapi makasih, ya. Mungkin aku bakal istirahat sebentar sebelum cari-cari kerjaan baru".

"Baik, Bu."

"Oh, ya". Aku tiba-tiba tersadar sesuatu. "Karena aku bukan lagi seniormu, berhenti memanggilku ibu ".

Entah kenapa, Kenzi terlihat ragu-ragu menuruti permintaanku. Kalau tidak salah lihat, saat ini telinganya memerah?

"Kenapa kamu malu-malu gitu?" Tanyaku semakin menggoda. "Ayolah, mulai sekarang kamu panggil aku, Kak Riana".

Sesaat Kenzi terdiam. Semakin ku tatap, dia terlihat semakin gugup, dan itu cukup menggemaskan .

"Ayo!" Aku terus membujuk.

"Kak... Ri__" tiba-tiba Kenzi menutup wajah. "Aku tidak bisa, Bu ".

"Dih..." Aku melipat bibir, pura-pura merajuk. "Ya udah, deh. Aku memang tua, Jadu pentasnya memang di panggil ibu".

Sontak Kenzi mendelik. "Bukan begitu, Bu. Maksud saya ___"

Aku terkekeh. "Iya, iya. Nggak apa-apa, kamu boleh manggil senyaman kamu", kataku. "Nah, sekarang... Kamu ada waktu luang nanti malam?"

"Bisa, Bu", jawabnya dengan semangat.

"Oke. Nanti malam aku traktir kamu makan, gimana?"

"Beneran?" Entah apa yang membuat Kenzi senang, matanya terlihat berbinar sekarang.

Menanggapi itu, aku mengiyakan. "Kamu mau makan apa? Tapi jangan mahal-mahal, soalnya aku pengangguran sekarang ".

"Saya bisa makan apa saja, Bu. Bahkan makanan sisa juga gak apa-apa".

Mendengarnya membuatku semakin tertawa. Anak muda ini memang pandai sekali mencairkan suasana. Yah, membayar makanan lumayan mahal sepertinya tidak masalah. Lagipula, Kenzi selama ini sudah banyak membantuku selama ini.

"Kalau gitu, kabari aku kalau sudah siap, ya?"

"Siap, Bu!"

Setelah selesai mengemasi barang-barang, aku memesan taksi online untuk mengangkut kotak yang cukup berat.

Di dalam taksi, aku kembali diam. Bohong jika aku bilang baik-baik saja, nyatanya luka di dalam sana jauh lebih besar dan menyakitkan.

Memandangi gedung yang mulai sekarang tidak lagi aku kunjungi, membuat air mataku mengalir tanpa sadar. Sepertinya Tuhan benar-benar ingin aku melanjutkan hidup di lembaran yang baru.

Ya, semoga aku bisa menemukan kebahagiaan setelah ini.

1
Kasih Bonda
next thor semangat
Kasih Bonda
next thor semangat.
Kasih Bonda
next thor semangat
Kasih Bonda
next thor semangat.
Kasih Bonda
next thor semangat
Kasih Bonda
next thor semangat.
Kasih Bonda
next thor semangat
Ma Em
Ada apa dgn papanya Riana mungkinkah Riana mau dijodohkan !
Kasih Bonda
next thor semangat.
Kasih Bonda
next thor semangat
Ma Em
Sabar Riana semoga kamu segera mendapatkan pekerjaan yg baik juga atasan yg baik juga yg bisa menghormati dan melindungi seorang wanita dari orang2 yg mau melecehkannya dan segera dapat pengganti Dimas.
Ma Em
makanya Riana kamu jgn lemah lawan Ayuna dan ibunya yg selalu menghina dan merendahkan mu Riana kalau kamu diam Ayuna dan ibunya makin menjadi tambah berani dia dan jgn dituruti kemauan mereka lebih baik cari kebahagiaanmu sendiri Riana tinggalkan orang2 yg tdk tau diri itu.
Kasih Bonda
next thor semangat
Ma Em
Semangat Riana kamu jgn patah semangat semoga kamu bisa melewati cobaan dgn legowo dan cepat lepaskan Dimas biarkan dia dgn Ayunda untuk apa Riana pertahankan lelaki mokondo yg cuma morotin uang kamu Riana, semoga Riana cepat move on dan aku berharap sih Riana berjodoh dgn Kenzi meskipun umurnya lbh muda dari Riana.
Ma Em
Bagus thor ceritanya aku langsung suka apalagi cerita perselingkuhan yg si istri yg diselingkuhin tdk bodoh dan berani melawan pada si suami dan pelakor .
Kasih Bonda
next thor semangat.
Kasih Bonda
next thor semangat
Kasih Bonda
next thor semangat.
Kasih Bonda
next thor semangat
Kasih Bonda
next thor semangat.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!