Dara, seorang detektif yang menangani kasus pembunuhan berantai harus menelan kenyataan pahit. Pasalnya semua bukti dan saksi mengarah padanya. Padahal Dara tidak kenal sama sekali dengan korban maupun pelaku, begitu juga dengan anggota keluarga dan saksi-saksi yang lain.
Dalam keadaan yang terpojok dan tanpa bantuan dari siapapun, Dara harus berusaha membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam aksi pembunuhan keji tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pertiwi1208, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Semua anggota pun segera keluar dari balik gedung setelah mendengarkan tembakan, mereka juga segera mengamankan Pak Tama.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Dara pada sandera, saat baru saja Dani mengajaknya menuruni gedung. Dani mengenakan selimut ke badan sandera tersebut, terlihat saat ini sandera sedang dalam keadaan trauma, wajahnya pucat dan tubuhnya gemetar.
"Hmb, aku baik-baik saja," jawab sandera tersebut.
"Tunggu dulu." Dara melihat wajah sandera tersebut dengan seksama.
"Bukankah kamu adalah salah satu juri inti yang kami mintai keterangan waktu itu?" tanya Dara.
"Apa kamu mengingatku?"
"Iya, aku mengingat wajahmu," jawab Dara.
"Aku Arum, yang meninggalkan Dita di taxi sendirian malam itu," ucap Arum.
"Ah benar, kamu juga ada di dalam taxinya Pak Dion," sahut Dara.
Brruuuk.
Baru saja Dara menyelesaikan ucapannya, Arum tiba-tiba saja ambruk, sehingga membuat Dani yang berada di sampingnya tergopoh. Dani pun segera membopong tubuh Arum dan membawanya ke rumah sakit. Sama halnya dengan Pak Tama, para anggota yang lain juga segera melarikan beliau ke rumah sakit agar segera mendapatkan perawatan.
***
2 jam berlalu.
"Kamu sudah sadar?" tanya Dara, saat mendapati Arum baru saja menggerakkan tubuhnya dan mencoba membuka mata.
Rupanya dari tadi Dara sedang menunggu Arum yang tengah diinfus di sisi ranjang rumah sakit. Arum memijat pelipisnya, berusaha sekuat tenaga untuk membuka mata. "Apa kamu menungguku sedari tadi?" tanya Arum sembari mencoba duduk.
"Tidurlah dulu, santai saja," ucap Dara. Arum pun mengurungkan niatnya untuk duduk dan meletakkan kembali kepalanya, karena memang masih terasa sangat pusing.
"Pulihkan dulu tenagamu, setelahnya baru ceritakan pada kami apa yang sebenarnya terjadi," ucap Dara sembari terus memainkan ponselnya. Arum tidak menjawab, dia hanya berusaha mengatur nafasnya saat ini.
***
"Pak Tama sudah selesai menjalani perawatan." Tidak lama kemudian, Dani masuk ke ruangan dan memberikan informasi.
Dara pun segera beranjak. "Baiklah, mari kita selesaikan semua ini dengan cepat, agar publik juga segera tenang.”
Grep.
Namun, saat Dara hendak pergi, seketika Arum meraih pergelangan tangannya. "Dia bukan pelakunya," ucap Arum. Hal itu membuat Dani juga segera mendekat ke ranjang Arum.
"Apa yang kamu katakan?" tanya Dani dengan heran.
"Percayalah padaku," ucap Arum.
"Kamu bahkan hampir mati dibuatnya," sahut Dara.
"Aku tahu," ucap Arum yang lalu berusaha untuk duduk. Dara pun juga segera duduk kembali, sementara Dani menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan bersiap mendengarkan sembari tetap berdiri di sisi ranjang.
"Semalam... " Arum menatap kedua tangannya dengan tatapan kosong, dia mencoba kembali pada kejadian saat Pak Tama menyekapnya.
Malam itu Arum pulang kerja seperti biasa, dia memang menyewa rumah petak di atap, karena harganya yang murah. Arum tidak menemukan kejanggalan apapun saat itu, bahkan pintu rumah pun juga terkunci seperti biasanya. Arum masuk dan segera meletakkan printilan seperti tas, jaket, accesories, dan lainnya pada tempat biasanya, lalu dia segera mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Namun saat dia baru saja selesai menyikat gigi, sepertinya ada bayangan yang aneh tengah melintas, kebetulan pintu kamar mandi belum dia tutup, karena dia memang juga belum membuka baju.
Arum pun segera berkumur dan dengan perlahan keluar dari kamar mandi. Baru beberapa langkah dia keluar, tiba-tiba saja dari belakang, kakinya dipukul, hingga menyebabkan dia seketika berlutut. Pak Tama langsung membekap mulutnya hingga dia tidak bisa berteriak.
"Percayalah padaku bahwa aku tidak akan menyakitimu atau melakukan hal apapun padamu, kamu hanya perlu menurutiku saja," ucap Pak Tama. Tidak ada pilihan lain, Arum pun segera mengangguk. Pak Tama segera melepaskan bekapan di mulutnya dan mengikat kedua tangannya ke belakang. Sementara Arum hanya bisa menangis.
"Jadi kamu disekap semalaman?" tanya Dara, Arum pun mengangguk.
"Apa saja yang dia lakukan semalaman?" tanya Dani.
"Tidak ada," jawab Arum.
"Apa?" sahut Dara dan Dani secara bersamaan.
"Dia hanya membuat mie instan, bahkan dia juga melepaskan ikatan yang ada di tanganku, dan kita makan malam bersama, saat duduk di kursi, dia mengikat tangan kiriku saja ke kursi, sehingga aku masih bisa tetap makan dengan tangan kanan, sedangkan kedua kakiku tetap bebas," jelas Arum.
"Apa dia pergi ke rumahmu hanya untuk meminta makan?" tanya Dara.
"Mungkin dia memang kelaparan karena kabur tanpa persiapan," sahut Dani.
"Tapi kan di CCTV kita lihat bahwa dia dibawa oleh mobil berwarna abu-abu saat itu," sahut Dara.
"Apa lalu dia ditelantarkan oleh anggotanya?" gumam Dara.
"Lalu apalagi yang terjadi?" tanya Dara.
"Dia memaksaku untuk meminum obat tidur agar aku tidak berisik, karena aku terus menangis," jawab Arum.
"Apa kamu meminumnya?" tanya Dani.
"Iya, karena dia terus menjejalkannya padaku," jawab Arum.
"Lalu?" tanya Dara.
"Aku bangun sudah agak siang, dan aku memastikan bahwa bajuku masih utuh, bahkan posisi tidurku juga masih sama," jelas Arum.
"Orang tersebut memberikan ponselnya dan menyuruhku untuk lapor pada polisi," ucap Arum.
"Jadi kamu sendiri yang telah melapor?" tanya Dara dengan terkejut.
"Iya, atas perintahnya. Dia sendiri yang menekan nomor polisi dan meletakkannya di telingaku," jelas Arum.
Arum juga menceritakan semua kejadian sebelum Pak Tama masuk ke pintu yang terhubung dengan tangga bagian dalam, bahwa Pak Tama sangat pucat, gemetaran, dan sedang menunggu seseorang.
"Jadi dia bukan pelaku yang sebenarnya," ucap Arum sembari menatap ke arah Dara.
"Apa kamu sungguh sadar dengan semua yang kamu katakan ini?"
"Kamu tahu kan, bahwa diluar sana sudah terjadi pembunuhan yang sangat mengerikan, korbannya sudah dua dan mereka memiliki ciri-ciri yang sama," jelas Dara.
"Iya, aku tahu," ucap Arum.
"Aku hanya mengatakan semua yang aku alami dan aku amati," imbuh Arum.
"Tolong jangan sampai kalian salah tangkap, selidiki semua dengan benar." Arum memohon.
"Tentu saja kami selalu melakukan penyelidikan," ucap Dara. Dara pun beranjak dari duduknya dan segera keluar dari ruangan.
"Istirahatlah dulu hingga keadaanmu membaik," ucap Dani pada Arum, lalu dia juga segera menyusul Dara.
***
1 jam kemudian.
"Mau kemana kamu?" tanya Dara yang baru masuk lagi ke ruangan Arum dan mendapati Arum baru turun dari ranjang, dengan keadaan infus sudah terlepas.
"Aku sudah baikan, jadi aku mau pulang," jawab Arum. Dara pun segera mendekat ke arah Arum.
"Apa kamu yakin?" tanya Dara dengan lembut.
"Hmb," jawab Arum sembari mengangguk.
Arum berjalan ke arah nakas, dia mengambil kertas dan bolpoin yang ada di sana, lalu menulis sesuatu. "Ini," ucap Arum seraya memberikan secarik kertas pada Dara.
"Apa ini?" tanya Dara.
"Ini adalah nomor teleponku, aku berterima kasih karena kamu sudah menolongku dengan keadaan selamat."
"Lain kali aku akan membalas kebaikanmu," jelas Arum.
"Tidak perlu seperti itu, Itu memang sudah menjadi tugasku," ucap Dara seraya menyodorkan kertas itu kembali.
Seketika Arum memegang tangan Dara. "Simpanlah, siapa tahu suatu saat aku akan berguna untukmu, mengingat penyelidikan yang sedang kamu kerjakan selalu berhubungan dengan juri inti di perusahaan," ucap Arum.
Dara terdiam, seakan dia saat ini tengah berpikir. "Emb... baiklah, aku akan menyimpan nomormu," ucap Dara akhirnya, seraya meletakkan kertas dari Arum tadi di saku.
"Jangan lupa mencatatnya juga di ponselmu," ucap Arum.
"Baik," ucap Dara.
Arum mengulas senyum, dia pun segera beranjak dari ruangan tersebut dan pulang. Karena tadi dia pergi ke rumah sakit tidak membawa apapun, Arum pun memanggil taxi yang ada di sekitar rumah sakit, serta membayar ongkos taxinya saat sudah sampai di rumah sewa nanti.