NovelToon NovelToon
Cinta Dua Bersaudara

Cinta Dua Bersaudara

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Tamat
Popularitas:93
Nilai: 5
Nama Author: Siti Gemini 75

Di Kota Pontianak yang multikultur, Bima Wijaya dan Wibi Wijaya jatuh hati pada Aisyah. Bima, sang kakak yang serius, kagum pada kecerdasan Aisyah. Wibi, sang adik yang santai, terpesona oleh kecantikan Aisyah. Cinta segitiga ini menguji persaudaraan mereka di tengah kota yang kaya akan tradisi dan modernitas. Siapakah yang akan dipilih Aisyah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rintangan Di Jalan Pengembangan

Hari-hari setelah Abi mengirimkan pesan ke grup kerja terasa penuh harapan. Andini sering melihat patung tiga bunga di meja kerjanya dan tersenyum, menyadari bahwa jarak antara mereka bertiga mulai menyusut perlahan. Pramudya juga terlihat lebih rileks, tahu bahwa hubungan antara kakaknya dan kekasihnya mulai berjalan ke arah yang lebih baik.

Mereka memutuskan untuk mengadakan rapat bersama di toko seminggu kemudian, dan kali ini Abi datang tepat waktu. Cahaya matahari menyinari ruang kerja yang dipenuhi kerajinan dari berbagai daerah, membuat suasana terasa hangat dan penuh semangat. Mereka merencanakan untuk membuka lokasi kerja sama sementara di Samarinda tempat pengrajin dari Papua, Kalimantan, dan Yogyakarta bisa bertemu, berbagi keterampilan, dan menciptakan karya baru bersama. Abi menawarkan untuk membantu mencari dana dan menghubungi lembaga pendukung, sedangkan Andini dan Pramudya akan menangani koordinasi dengan pengrajin. Semua terasa sempurna, seolah impian lama mereka akan segera terwujud.

Namun, semuanya berubah ketika telepon toko berdering pada hari Sabtu pagi. Seorang pria dengan suara tegas dan percaya diri memperkenalkan dirinya sebagai Pak Herman, pemilik perusahaan kerajinan besar dari Jakarta. Dia mengatakan telah melihat produk Warna Warni Nusantara di media sosial dan ingin menawarkan tawaran: membeli sebagian saham perusahaan dengan harga yang sangat tinggi. Dengan modal dari saya, ucap dia melalui telepon, produkmu akan sampai ke negara-negara Eropa dan Amerika. Kita bisa membangun puluhan pusat kerajinan di seluruh Indonesia.

Andini mendengar kata-kata itu dengan hati yang berdebar. Dia tahu bahwa modal besar seperti itu bisa mempercepat semua rencana mereka, membantu lebih banyak pengrajin yang membutuhkan. Tapi kemudian Pak Herman menambahkan syarat yang membuat hatinya terasa dingin: Hanya satu hal kita harus mengubah sebagian motif tradisional agar lebih sederhana dan mudah diproduksi secara massal. Jangan terjebak dengan ide keaslian yang terlalu kaku pasar butuh yang mudah diterima, bukan yang terlalu rumit.

Setelah menutup telepon, Andini duduk terkejut di bangku. Dia merasa bingung antara keinginan untuk mengembangkan program dan keinginan untuk menjaga nilai budaya yang telah mereka jaga sepanjang waktu. Pramudya yang melihat wajahnya pucat segera mendekati. Apa yang terjadi, sayang? Siapa yang menelepon?

Andini menceritakan semua yang dikatakan Pak Herman. Pramudya juga merasa terbagi dia setuju dengan kebutuhan akan modal, tapi juga tidak ingin merusak keaslian karya pengrajin. Mungkin kita bisa membahas ini dengan Abi besok, ucap dia dengan hati-hati. Dia tahu tentang pasar internasional, mungkin dia punya ide untuk menemukan titik tengah.

Hari berikutnya, mereka bertiga berkumpul di toko untuk membahas tawaran itu. Awalnya rapat berjalan dengan tenang, sampai Abi mendengar syarat yang diberikan Pak Herman. Kita harus menerima tawarannya! ucap dia dengan suara yang tegas, mata yang biasanya tenang sekarang terlihat penuh semangat. Kita butuh modal banyak untuk membuka pusat di Samarinda. Kita bisa mengubah beberapa motif tanpa merusak inti maknanya itu bukan masalah besar.

Andini mengangkat kepala, matanya penuh tegas. Tidak bisa! jawab dia. Kita telah berjanji untuk menjaga keaslian setiap karya. Jika kita mengubahnya untuk massal, itu hanya akan menjadi barang dagangan biasa, bukan kerajinan yang memiliki cerita. Pak Herman hanya ingin untung, dia tidak peduli dengan budaya kita.

Pramudya mencoba menenangkan kedua orang itu. Mungkin kita bisa menemukan titik tengah? Ubah sebagian motif tapi tetap simpan maknanya yang inti? Seperti menggabungkan motif tradisional dengan elemen modern tanpa menghilangkan ceritanya?

Tapi Andini tidak mau bersedia. Dia menggeleng dengan tegas. Tidak ada titik tengah di sini, Pramudya. Entah kita jaga keaslian atau kita tidak. Kita tidak bisa mengkhianati pengrajin yang telah mempercayakan kita dengan karya mereka.

Abi merasa kesal. Dia berdiri dengan cepat, meletakkan telapak tangan di meja. Kamu terlalu kaku, Andini! Seperti dulu yang tidak mau mendengar pendapat orang lain. Kita butuh modal, dan ini satu-satunya kesempatan kita. Kalau kita menolaknya, program di Samarinda akan hancur, dan banyak pengrajin akan kecewa!

Tanpa menunggu jawaban, Abi berjalan cepat menuju pintu dan keluar dengan kencang. Bunyi pintu yang ditutup keras membuat seluruh ruang terasa sunyi. Andini merasa hatinya hancur dia tidak ingin bertengkar dengan Abi lagi, tapi dia juga tidak mau mengorbankan apa yang dia percayai. Pramudya mendekati dia dan memeluknya dengan lembut, memberikan rasa nyaman yang dia butuhkan. Jangan khawatir, ucap dia pelan. Kita akan menemukan cara lain. Tapi kita harus berbicara dengan Abi lagi dia hanya khawatir tentang pengrajin, itu semua.

Beberapa hari kemudian, Andini mendengar kabar dari salah satu pengrajin Kalimantan yang telah mereka hubungi. Kabar itu membuat hatinya terasa terluka dan dikhianati: Abi telah menghubungi Pak Herman tanpa memberitahu dia dan Pramudya, menawarkan untuk bekerja sama secara terpisah membangun program kolaborasi di Kalimantan dengan syarat mengubah motif seperti yang diminta Pak Herman.

Tanpa berpikir panjang, Andini memesan tiket pesawat ke Samarinda. Dia ingin bertemu Abi langsung, menjelaskan perasaannya dan memastikan bahwa pengrajin tidak akan kehilangan cerita yang ada di balik karya mereka. Ketika dia tiba di kantor tempat Abi bekerja, dia melihat Abi sedang berdiri di halaman depan, berbicara dengan beberapa pengrajin perempuan dari Kalimantan. Pria itu terlihat senang dan penuh semangat, menjelaskan rencana programnya dan menunjukkan desain motif yang akan diubah. Tapi ketika salah satu pengrajin bertanya tentang makna motif baru itu, Abi terlihat ragu dan tidak bisa menjawab dengan jelas.

Andini mendekat perlahan, tanpa ingin mengganggu. Dia berdiri di kejauhan selama beberapa menit, melihat wajah pengrajin yang penuh harapan. Kemudian dia berjalan maju, suara dia lembut tapi jelas: Abi, apakah kamu yakin dengan apa yang kamu lakukan?

\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!