Memiliki Suami tampan,baik, penyanyang, pengertian, bahkan mertua yang baik adalah sebuah keberuntungan. Tapi bagaimana jika semua itu adalah hanya kamuflase?
Riska Sri Rahayu istri dari Danang Hermansyah. Mereka sudah menikah selama 4 tahun lebih namun mereka belum memiliki buah hati. Riska sempat hamil namun keguguran. Saking baiknya suami dan mertua nya tidak pernah mengungkit soal anak. Dan terlihat sangat menyanyangi Riska, Riska tidak pernah menaruh curiga pada suaminya itu.
Namun suatu hari Riska terkejut ketika mendengar langsung dari sang mertua jika suami nya sudah menikah lagi. Bahkan saat ini adik madu nya itu tengah berbadan dua.
Riska harus menerima kenyataan pahit manakala yang menjadi adik madu nya adalah sepupu nya sendiri.
Sanggupkah Riska bertahan dan bagaimana Riska membalaskan sakit hati nya kepada para pengkhianat yang tega menusuk nya dari belakang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 Skenario
"Hmmm, sudah dulu yah Mas. Besok aku kabarin kalau sudah sampai rumah. Nggak enak ada tuan rumahnya. Assalamualaikum." klik. Segera kuputuskan sambungan telepon sepihak.
Inilah salah satu daftar yang membuatku ingi segera menjual rumah di sana. Tidak ingin lagi dimanfaatkan oleh manusia-manusia tidak punya hati macam mereka. Dulu, aku dengan sukarela akan mengeluarkan apapun dan berapa pun untuk Ibu. Namun, itu dulu. Pengkhianatan dia dan anaknya di belakangku merubah segala. Tidak sudi aku memberikan apa pun secara gratis pada Ibu atau pun Mas Danang. Sudah cukup kebodohanku selama ini.
Saat ini aku duduk di kursi teras rumah Septia. Aku harus bersabar menunggunya. Sebab sahabatku itu sedang keluar bersama suaminya. Dia bilang mengantarkan suaminya ke loket DAMRI. Suaminya akan pergi ke Jakarta untuk urusan pekerjaan. Mendadak ada urusan ke luar daerah, katanya.
Kubunuh rasa jenuh dengan cara berselancar di aplikasi hijau status orang selalu menjadi daya tarik tersendiri di saat seperti ini.
Status Siska menduduki urutan pertama.
[Terima kasih banyak, Sayang. Kamu memang selalu mengerti apa yang ingin aku inginkan. Cintamu yang besar mampu membaca apa yang ada di dalam isi kepala ini meskipun tidak kuungkapkan kata-kata atau pun tidak perlu memberikan kode keras. Mungkin, semua ini karena ikatan batin kita yang kuat]
Di samping tulisan tersebut, terpajang dengan jelas gelang emas berbentuk rantai yang indah. Hatiku mencelos setelahnya.
Darahku mendidih seketika. Dadaku bergemuruh dengan hebat. Emosi bergulung-gulung di dalam hati. Bagaimana aku tidak marah?.
Baru saja Mas Danang meminta aku untuk memberikan uang dan belanjaan ibunya. Sementara uang hasil kerjanya di gunakan untuk menyenangkan hati istri mudanya. Kentara sekali kalau di ingin memeras aku! Tidak punya otak kamu, Danang!.
Dan mulai sekarang aku sudah tidak akan peduli lagi dengan nasib Ibumu, Danang! gembel-gembel lah ibumu itu.
Entah apa pekerjaanmu di sana sekarang, Danang? Tapi aku yakin gajinya besar, buktinya kamu mampu memberikan perhiasan pada istri barumu. Padahal, empat tahun bersamamu belum satu gram pun yang kamu belikan untukku. Selain mahar yang sampai saat ini masih melekat di jari manis. Dan sebentar lagi akan kuperjelas.
Aku sudah tidak sabar lagi ingin memberikan pelajaran pada mereka yang telah menyakiti dan mengkhianati ku.
"Kenapa cemberut sambil melamun begitu, Riska?." aku terkesiap saat Septia menepuk pundakku dengan pelan.
"Kapan datang?." aku nyengir kuda setelahnya.
"Dari tadi kali. Apa sih yang kamu pikirkan sampai tidak mendengar salam ku. Dan tidak menyadari kedatanganku. Ada apa, Ris?." Di rengkuhnya aku yang sudah mulai berkaca-kaca. Tak lama kemudian kami saling melepaskan pelukan.
"Yuk, masuk! kita cerita di dalam." di tuntun nya tanganku setelah Septia berhasil membuka pintu
Aku tidak dapat menyembunyikan kesedihan di hadapan Septia. Air mata pun berdesakan keluar mengaliri pipi.
"Minum dulu, Say. Ini air zam zam." Septia telah kembali dari dapurnga. Di sodorkan segelas air putih dan beberapa aneka makanan khas Timur Tengah.
Segera, kususut air mata dengan tidur yang tadi di berikan oleh Septia. Lalu ku minum air dari tanah suci tersebut. Tentu, setelah ku bacakan doa dan mengikuti adabnya.
"Apa yang sebenarnya terjadi?." tanya Septia setelah melihatku sedikit lebih tenang
Kuceritakan semua permasalahan yang saat ini terjadi. Termasuk sikap mama yang tidak terima dengan semua yang aku lakukan.
"Sudah jangan nangis terus. Mereka tidak pantas untuk di tangisi. Sudah saatnya kamu bangkit. Sini aku kasih tau sesuatu." Septia pun menceritakan apa yang di liatnya akhir-akhir ini. Lalu, dia pun memberikan ide agar aku melakukan sesuatu.
"Bagaimana, setuju?." aku mengangguk dengan antusias. Ingin tahu apa yang akan terjadi setelah aku lakukan hal itu.
"Yuk kita berangkat, eh. Tapi sebelum itu kamu cuci muka terus dandan yang cantik." Aku mengangguk menuruti saran Septia.
Sepuluh menit kemudian kami kembali meninggalkan rumah menuju rumah makan tersebut.
"Lihat itu! benarkan? mereka selalu makan di sini di jam segini." jari telunjuk Septia mengarah kepada kursi yang di huni oleh sepasang pengkhianat itu. Dari luar terlihat jelas Siska dan Mas Danang makan di rumah makan milik saudara suami Septia.
Dadaku bergemuruh hebat saat melihat Mas Danang menyuapi Siska dengan mesra. Hatiku sakit melihat semua ini. Biar bagaimana pun rasa cinta masih ada di dalam sini. Bohong kalau aku tidak terluka dengan semua ini.
"Singkirkan dulu rasa cemburumu, atur napas. Tenangkan hatimu dulu lalu hampir mereka dengan cara yang elegan." Septia membisikan kalimat itu tepat di samping telingaku.
Septia benar, sekarang bukan waktunya untuk cemburu. Danang sudah tidak layak di cintai. Aku harus membunuh rasa ini.
Segera kuatur napas agar emosiku menurun kadarnya. Lalu dengan langkah pasti aku berjalan menuju meja Danang dan Siska. Di belakangku Septia sudah siap dengan segala dokumentasi.
"Mas Danang, Siska! kalian sedang apa makan berdua di sini? ada hubungan apa kalian?." aku tidak mengendalikan emosi di sini. Otakku tidak bisa berjalan sesuai rencana. Aku benar-benar marah kepada mereka berdua. Cemburu kembali muncul ke permukaan.
Mereka mendongak, menatap ku dengan wajah pucat pasi. Tidak kuhiraukan tatapan orang-orang di sekitar.
"Kamu bilang tidak punya uang untuk Ibumu, tapi kamu punya uang untuk mentraktir sepupu ku. Siska ini istri orang lho, Iyah kan Siska? Eh atau dia istri muda mu?." aku menatap keduanya dengan nyalang. Dapat kulihat wajah Siska merah padam. Begitu pun dengan Mas Danang, wajah itu terlihat pias.
Otakku benar-benar buntu, apa yang aku lakukan di luar skenario awal.
"Mbak,... Mbak ini tidak seperti yang Mbak bayangkan." Siska berusaha beringsut dari tempat duduknya. Tubuhku berusaha menggapai tubuhku yang berdiri mematung di samping tempat meja makan.
Ya Allah... aku sudah melenceng jauh, bagaimana aku mau menjalankan rencana kalau emosiku besar begini. Aku memejamkan mata sejenak lalu mengambil napas panjang dan mengeluarkan perlahan. Emosiku harus turun. Aku harus percaya dengan ucapan mereka agar rencanaku berjalan sesuai keinginan.
"Sekarang jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?." kutatap Siska dengan lekat.
Dari ekor mataku pun bisa melihat Mas Danang sudah bisa menguasai keadaan. Wajah pucatnya kini sudah berlangsung normal.
"Sayang... sebenarnya begini. Tadi, aku, Siska dan suaminya janjian bertemu di sini. Aku mau di traktir suaminya Siska. Tapi tiba-tiba suami Siska di telepon bosnga untuk segera kembali ke tempat kerja. Karena sudah terlanjur di sini ya Mas sama Siska makan bareng aja. Toh dia kan adik sepupu mu." betapa pandai laki-laki itu bersandiwara. Baiklah aku ikuti apa mau mu, Mas.
"Oh gitu. Aku kira kalian selingkuh. Maaf yah sudah menuduh yang bukan-bukan." aku menyunggingkan senyum palsu. Sepertinya aku memang harus menurunkan ego agar semua berjalan sesuai rencana.
Segera ku tarik kursi di samping Mas Danang.
.
.
.
Bersambung...
tinggalkan aja suamimu riska......