Gayatri adalah gadis berusia 30 tahun. Satu minggu lagi dia harus melangsungkan pernikahannya. Bukan rencana pernikahan biasa, tapi rencana pernikahan yang ke-tiga. Karena dua rencana pernikahan yang sebelumnya, telah gagal dilaksanakan dan menimbulkan kegaduhan.
Seisi kota mencibir dirinya dan keluarga. Melabelinya sebagai gadis sial dan terkutuk.
Lalu siapakah Dewa? Pria bodoh dari mana lagi yang nekad mengajukan lamaran kali ini? Akankah cinta dan tekadnya mampu meluluhkan hati gadis manis itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seruling Emas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Memanjat Plafon
Gayatri sudah dipaksa untuk mandi dan sarapan sejak jam tujuh. Dia merasa sangat enggan melakukannya. Wajahnya kusut dan ditekuk sepuluh. Tak ada pesan maupun miscall dari Dewa hingga detik ini.
"Mami, batalkan saja pernikahannya," rengek Aya.
"Bosen mami mendengar rengekanmu dari pagi. Sini mami dandani. Wajahmu kusut kaya kain tak disetrika bertahun-tahun."
Mami mengerutkan hidung dan mulutnya untuk menekankan maksud kata-katanya.
Biasanya Aya akan tertawa lucu melihat ekpresi mami yang seperti itu. Tapi tidak pagi ini. Dia masih duduk santai bersandar di kepala tempat tidur. Tak menoleh ke arah mami sama sekali.
Mami menyerah membujuknya. Wanita itu keluar kamar dengan murung. Pasti akan segera mengadu pada papi atau eyang. Gayatri sudah pasrah. Menurutnya, Dewa tidak berhasil memenuhi kesepakatan mereka. Itu sebabnya pria itu tak lagi menghubungi Aya.
Tak lama, eyang masuk kamar. Papi dan mami mengiringi dari belakang.
"Sekarang kau mau bikin ulah apa lagi? Dulu papimu yang masuk rumah sakit karena kelakuanmu. Apa sekarang kau ingin eyang, dan mamimu juga ikut sakit?" tanya eyang tajam.
"Dewa tak akan datang!" ujar Gayatri dengan nada yakin.
"Kau selalu menuduh orang lain yang bukan-bukan!" papi ikut bicara. Suaranya jelas tak senang.
"Apa yang kau katakan hingga kau yakin dia akan terpengaruh dengan kata-katamu?" tanya eyang.
"Aya tidak mempengaruhinya!" bantahnya.
"Lalu kenapa kau yakin dia tak akan datang?" desak eyang.
"Kami membuat perjanjian. Jika dia tak menyelesaikan syarat yang Aya ajukan, maka pernikahan tak bisa dilaksanakan!" jawab Aya.
"Kau!"
Eyang tak dapat lagi meneruskan kata-katanya. Dia terlalu emosi pada cucunya yang banyak ulah ini.
"Perjanjian apa?" tanya papi ingin tahu.
"Dia harus membalaskan dendam Aya pada Reynald lebih dulu, baru Aya mau menikah. Jika dia gagal, maka pernikahan batal! Waktunya berakhir kemaren. Dan dia tak memberi kabar sama sekali! Artinya dia gagal dan pernikahan ini tak perlu terjadi!"
Gayatri bicara sangat tenang dan jelas. Semua orang mengerti maksud kata-katanya. Tapi hal itu justru membuat eyang murka.
"Perjanjian itu tidak berlaku! Itu tak dibicarakan dalam pertemuan keluarga. Dan perjanjian yang merugikan satu pihak, tidak sah!"
Suara eyang keras dan memenuhi seisi kamar. Eyang sedang menahan diri untuk tidak sampai murka. Mami menangis di pelukan papi.
"Dandani dia. Ini kemauannya. Jika Dewa batal datang karena ulahnya, Maka aku akan menikahkannya dengan seorang duda, sebagai penggantinya. Hari ini juga!"
Eyang mendengus dan langsung berbalik keluar kamar. Pria tua itu sudah sangat marah sekarang.
"Eyang, itu bukan salah Aya. Ini salah Dewa. Dia yang tak mampu memenuhi syaratnya!" Gayatri masih mencoba membersihkan diri dari kesalahan.
Eyang tak peduli dan terus melanjutkan langkahnya keluar kamar.
"Syaratmu tak masuk akal! Kau mau dia berbuat kriminal untuk memenuhi syaratmu? Kau memang ingin jadi perawan tua dan jadi bahan lelucon seisi kota, bukan? Kau sangat ingin terkenal ya? Huh!" Papi juga keluar kamar setelah mengeluarkan semua uneg-uneg di hatinya.
Tapi mami tetap di situ. Setelah mencuci muka. mami siap dengan alat tempurnya. Sebuah beauty case dibuka di depan meja hias kamar Aya.
"Kemari!" panggil mami. Suaranya tegas, tak ingin dibantah. Pandangan matanya tajam menusuk. Aya tak boleh menolak kalau sudah seperti itu.
"Untuk apa lagi berdandan? Pengantin prianya tak akan datang!" gerutu Aya.
"Kalau keluarga Dewa tak datang, maka kau akan menikah dengan seorang pria beristri. Bagaimana pun juga, kau akan tetap menikah hari ini. Tak ada pilihan lagi!" ujar mami dingin.
"Mami! Masa Aya mau dinikahkan dengan pria beristri sih? Jangan tak masuk akal begitu dong!" tolak Aya.
"Mami yang salah karena terlalu memanjakanmu. Menuruti setiap keinginanmu dan membiarkan semua tingkahmu yang sering tak masuk akal. Sekarang saatnya kamu menerima konsekwensi dari sikapmu yang sembarangan!"
"Aya bukan sembarangan, Mami. Aya punya alasan untuk membalas dendam pada Reynald!" Aya memberi argumen.
"Apapun tujuanmu, Tapi memaksa orang melakukan tindakan kriminal untuk kepentinganmu sendiri, itu namanya egois. Kau mungkin senang dan puas. Tapi bagaimana dengan Dewa? Bagaimana jika dia kemudian berurusan dengan polisi karenamu?"
"Kau gadis yang sangat tidak bertanggung jawab! Bahkan jika Dewa membatalkan pernikahan ini, itu tetap bukan salahnya. Itu adalah kesalahanmu semata! Jadi jangan salahkan eyang menikahkanmu dengan seorang pria beristri. Mungkin itu memang takdirmu!"
"Mami ...!" Aya tak dapat berkata-kata lagi. Mendengar penjelasan mami, rasanya itu memang seperti kesalahannya.
"Apa aku emang seegois itu?" pikirnya. Gadis itu menunduk.
"Bagaimana sekarang? Eyang marah dan akan menikahkanku dengan pria beristri? Apa harus seperti ini akhirnya? Apa memang ini takdirku?" hatinya merasa sakit dan sangat tidak terima.
Mami mulai menyisir rambut Gayatri. Gerakannya lambat, seperti sedang melamun. Aya bisa melihat dari cermin, sesekali mami menyeka air matanya yang jatuh.
Hati Gayatri makin sakit melihat itu. "Apa yang harus kulakukan?" pikirnya.
"Mami pasti tak ingin aku menjadi racun di pernikahan orang lain. Apa aku kabur lagi saja?" batinnya.
Waktu tinggal sedikit lagi. Jika ingin kabur, maka dia harus merencanakannya sejak sekarang.
"Sial! Kenapa aku begitu percaya sama dia? Harusnya aku sudah menyusun rencana untuk kabur dari kemarin!" sesal Gayatri.
Satu jam kemudian, Tugas mami sudah selesai. Gayatri sudah selesai didandani. Tinggal mengenakan kebaya yang dibeli beberapa hari lalu.
"Biar Aya pakai sendiri, Mi. Aya masih mau pup dulu," ujarnya.
"Ada-ada saja. Jangan bikin masalah lagi. Kita tak punya cukup tabungan kalau keluarga Dewa juga membawa kasus ini ke jalur hukum!" Mami memperingatkan sekali lagi. Aya mengangguk.
Mami keluar dan kembali mengunci pintu kamar. Aya dengan segera menengok plafon. Berpikir cepat, bagaimana caranya untuk bisa naik ke atas sana.
Disingkirkannya segala peralatan di atas meja rias. Lalu Aya menaikkan kursi plastik ke atas meja. Dia mencoba naik dan berpegangan pada bingkai cermin.Plafon itu belum terjangkau.
"Tinggi sekali. Ditambahi apa lagi ya?" pikirnya. Matanya mencari-vari sesuatu yang bisa menambah tinggi pijakannya.
"Ah ... dingklik kamar mandi!" gumamnya senang. Gadis itu segera turun dan menuju kamar mandi. Diambilnya dingkik kayu yang biasa ada di sana. Benda itu segera di bawa ke kamar dan dinaikkan ke susunan meja dan kursi plastik. Posisinya agak tidak pas.
"Coba dulu sajalah," gumamnya nekad.
Gadis itu kembali memanjat naik ke atas meja dan kursi. Kemudian mencoba menginjak dingklik kayu dengan hati-hati. Agak goyah memang. Tapi tangannya segera berpegangan pada plafon.
Dadanya dag dig dug karena takut jatuh. Jaraknya ke lantai sekitar tiga meter. Jatuh di ketinggian itu, mungkin akan membuat kakinya tak bisa berjalan selama beberapa waktu.
**********
Oia othor mau nanyq, jd dewa knp meninggal sih sebenernya? alasannya,
tolong dijawab ya thor
aku bayangin dewa yg baik, tulus, penyayang, sopan.... semua yg diharapakan seorang perempuan pada laki"
seriussss.... smpe nyesek susah nafas.... bayangin dewa akan pergi