Status sebagai anak angkat, membuat Sita Anggraini selalu berusaha untuk membahagiakan kedua orang tua angkat yang sudah memberikannya kasih sayang berlimpah. Termasuk saat kedua orang tua Sita memintanya untuk menikah dengan anak dari teman mereka, Sita juga hanya menurut.
Namun nyatanya, pernikahan yang Sita harapkan akan langgeng dan bahagia, seketika berubah menjadi bencana setelah Akshara, suami Sita di-PHK dari tempat kerjanya. Akshara berubah menjadi sosok yang temperamental dan kerap melakukan KDRT pada Sita.
Lalu bagaimana selanjutnya nasib pernikahan Sita dan Aksha?
Bagi Robert Erlangga, cinta sejati miliknya hanyalah untuk Sheila Arinda. Apapun rela Robert lakukan demi Sheila. Bahkan ketika keluarga besarnya menentang hubungan Robert dan Sheila, Robert tetap pada pendiriannya dan rela angkat kaki meninggalkan semua kemewahan demi Sheila.
Hingga akhirnya, sebuah takdir memaksa Robert untuk melepaskan cintanya pada Sheila selamanya.
Dunia Robert runtuh seketika.
Lalu tiba-tiba seorang bocah laki-laki dengan sorot mata lembut datang ke hadapan Robert dan seketika memberikan aura baru untuk dunia Robert yang terasa hampa.
"Om baik hati, mau jadi papa aku, nggak?"
Siapa sebenarnya bocah laki-laki itu?
Apakah Robert akan tetap bersedia menjadi Papa untuk bocah tersebut setelah tahu asal-usulnya?
Cerita tentang Robert Erlangga (asisten Liam Halley) dan Sita Anggraini (sahabat Teresa di "Bukan Perebut Suami Orang")
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bundew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENJAUHLAH!
"Itu putramu?" Tanya Dyrtha tiba-tiba yang ternyata sudah berada di kantin rumah sakit dan menghampiri Robert serta Angga yang sedang memesan makanan.
"Kau sedang apa disini?" Tanya Robert ketus.
"Mencari makan! Memangnya kau pikir sedang apa? Aku juta lapar," jawab Dyrtha yang langsung berjongkok dan menyapa Angga.
"Hai, Buddy! Siapa namamu?" Sapa Dyrtha sok ramah pada Angga.
"Angga! Om siapa?" Angga balik bertanya pada Dyrtha.
"Om Dyrtha, temannya Papa Robert." Dyrtha menunjuk sok tahu ke arah Robert yang langsung berdecak. Angga langsung tertawa kecil.
"Angga umur berapa? Om Dyrtha juga punya seorang putri yang seusia dengan Angga," cerita Dyrtha seraya mengusap kepala Angga.
"Enam tahun!" Jawab Angga lantang.
"Ah, iya! Seusia dengan putri Om!" Ujar Dyrtha lagi yang langsung membuay Robert berdecak sekali lagi.
"Bukannya putrimu masih lima tahun?" Tanya Robert sedikit sinis.
"Hanya selisih satu tahun, jadi anggap saja seumuran," sergah Dyrtha seraya mendongak dan menatap pada Robert.
"Lalu putri Om mana? Namanya siapa? Angga boleh main dengannya?" Cecar Angga yang memang cerewet sekali. Berbeda dengan sang mama yang irit bicara sekali saat bersama Robert. Atau jangan-jangan Sita sebenarnya juga cerewet, tapi sedikit jaim di depan Robert?
"Sedang memikirkan siapa, Papa Robert? Kenapa senyum-senyum sendiri?" Tegur Dyrtha yang langsung membuat Robert membuang senyumnya.
"Siapa yang senyum-senyum sendiri? Dasar sok tahu!" Sanggah Robert seraya mendelik pada Dyrtha.
"Om Dyrtha belum menjawab pertanyaan Angga!" Tagih Angga karena Dyrtha yang memang belum menjawab cecaran pertanyaannya tadi.
"Ah, iya! Angga tadi tanya apa?" Tanya Dyrtha yang lupa pada pertanyaan Angga.
"Dasar pikun!" Gumam Robert seraya tertawa kecil.
"Putri Om namanya siapa dan sekarang dimana?" Angga mengulangi pertanyaannya.
"Namanya Kathlyn. Kebetulan sedang di rumah sekarang," jawab Dyrtha yang langsung membuat Angga mengangguk.
"Angga boleh main bersama Kathlyn?" Tanya Angga selanjutnya pada Dyrtha.
"Tentu saja boleh! Angga ajak Papa berkunjung ke rumah Omi dan Opi! Agar nanti Angga bisa bertemu dengan Kathlyn di sana!" Ujar Dyrtha berusaha mempengaruhi Angga.
"Jangan membuatnya bingung!" Sergah Robert yang langsung menjauhkan Angga dari Dyrtha.
"Kau tidak menceritakan soal Aunty dan Uncle pada putramu?" Dyrtha menatap tak percaya pada Robert.
"Bukan urusanmu!" Gertak Robert ketus.
"Ajaklah dia menemui Aunty! Aku yakin Aunty akan sangat senang jika ia tahu sudah punya cucu sebesar Angga!" Saran Dyrtha selanjutnya pada Robert.
"Aku tidak butuh saranmu dan silahkan pergi dari sini!" Usir Robert pada sepupunya tersebut.
"Baiklah, terserah!"
"Kamar perawatan Aunty ada di lantai paling atas kelas president suite."
"Barangkali kalu mau mampir dan membawa Angga bertemu dengannya," bisik Dyrtha pada Robery yang hanya dijawab decakan dari Robert.
"Om pergi dulu, Angga!" Dyrtha lanjut berpamitan pada Angga dan mengajak bicah enam tahun tersebut melakukan tos.
"Jangan lupa untuk mengajak Papa mengunjungi Omi dan Opi! Ada banyak mainan nanti di rumah Omi dan Opi!" Bisik Dyrtha yang kembali mempengaruhi Angga.
"Dyrtha!" Gertak Robert galak.
"Apa! Aku hanya membisikkan sebuah rahasia pada keponakanku!" Jawab Dyrtha mencari alasan.
"Pergi kau!"usir Robert galak.
"Siap, Tuan muda! Bye!" Pamit Dyrtha seraya mengacak rambut Angga sekali lagi, lalu keluar dari kantin rumah sakit. Robert sempat termenung beberapa saat sambil berpikir kenapa kedua orang tuanya bisa berada di kota ini dan sang mami dirawat di rumah sakit. Apa sakitnya parah?
"Om Robert!" Tegur Angga yang langsung membuat lamunan Robert menjadi buyar.
"Iya!"
"Jadi beli makanan tidak? Angga sudah lapar sekali," keluh Angga seraya memegangi perutnya.
"Tentu saja jadi! Ayo Angga pilih sendiri mau makan apa!" Robert menggendong Angga agar bisa melihat pilihan makanan yang ditawarkan oleh kantin rumah sakit. Karena Angga sudah kelaparan, jadi Robert menemani Angga makan di tempat dan tak lupa Robert juga membungkus dua nasi lagi untuk Bu Tutik dan Sita.
****
Robert yang sudah kembali dari kantin rumah sakit,baru saja akan membuka pintu kamar perawatan Pak Alwi, saat ternyata pintu malah sudah dibuka dari dalam. Ada Sita yang raut wajahnya terlihat khawatir. Apa Robert terlalu lama membawa Angga ke kantin rumah sakit?
"Hai, Sita! Kau sudah pulang kerja?" Sapa Robert pada Sita yang langsung melepaskan tangan Robert yang tadi menggandeng Angga. Sita menarik Angga ke arahnua dan raut wajah wanita itu terlihat marah.
"Kau darimana?" tanya Sita seraya merengkuh kedua pundak Angga.
"Angga lapar. Jadi aku mengajakanya ke kantin rumah sakit untuk makan," bukan Angga, melainkan Robert yang menjawab pertanyaan Sita.
"Aku sedang bertanya pada Angga!" Sita mendelik ke arah Robert seolah memberikan perintah agar pria itu diam.
"Angga dari kantin rumah sakit bareng Om Robert, Ma! Angga lapar," jawab Angga seraya merengut.
"Kan bisa menunggu mama pulang! Mama juga bawa makanan untuk Angga!" Sergah Sita sedikit emosi.
"Mama kan juga sudah bilang untuk tidak jauh-jauh dari kamar Kakek, agar Nenek juga tidak kebingungan mencari Angga!" Sambung Sita lagi menasehati sang putra.
"Iya, Angga minta maaf, Ma! Angga tak akan mengulanginya lagi," jawab Angga seraya menundukkan kepalanya penuh rasa bersalah.
"Sekarang masuk dan minta maaf pada Nenek! Tadi Nenek kebingungan mencari Angga!" Titah Sita selanjutnya pada Angga dengan suara yang sudah lebih lunak.
Angga mengangguk dan langsung masuk ke dalam untuk menemui Bu Tutik. Sementara Sita sudah bangkit berdiri dan menatap tak bersahabat pada Robert.
"Aku benar-benar minta maaf karena sudah membawa Angga tanpa izin," ucap Robert dengan nada penuh rasa bersalah.
"Bisakah kau tidak terus-terusan menemui Angga dan membuatnya bergantung padamu?" Pinta Sita seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada.
"Kita tak ada hubungan apa-apa dan-"
"Tapi aku sudah pernah melakukannya kepadamu, Sita!" Robert menyela dan mengingatkan Sita perihal yang pernah terjadi di antara mereka.
"Itu hanya sebuah ketidaksengajaan dan kau juga sudah membayarku dengan penuh," jawab Sita seraya menahan sesak di dadanya.
Ya, malam itu Sita hanyalah wanita bayaran Robert. Robert saja menyebut nama wanita lain saat itu, jadi itu artinya Sita hanyalah sekedar wanita pemuas dan penghangat ranjang.
"Apa maksudmu? Bukankah aku sudah bilang kalau aku tak menganggapmu sebagai wanita seperti itu?" Robert menatap tak percaya ke arah Sita.
"Nyatanya aku memang seperti itu! Aku tidur bersamamu lalu kau membayarku."
"Mungkin bedanya sikapmu begitu sopan dan lembut. Tapi tetap saja," Sita menghela nafas dan tak melanjutkan kalimatnya.
"Tolong menjauh dari Angga mulai sekarang agar anak itu tak bergantung lagi kepadamu. Aku benar-benar tak mau mencari perkara dengan kekasihmu yang bernama Sheila atau siapapun itu!" Kalimat Sita sesaat membuat Robert mematung karena wanita itu menyebut tentang Sheila.
Darimana Sita tahu perihal Sheila? Apa malam itu saat Robert bermimpi tentang Sheila, Robert menggumamkan nama istrinya itu dan didengar oleh Sita?
"Kita tak ada hubungan apa-apa, Robert! Jadi silahkan menjauh dari kehidupan Angga! Terima kasih atas semua kebaikanmu selama ini." Sita menangkupkan sekali lagi tangannya di depan dada demi berterima kasih pada Robert.
"Selamat siang!" Pungkas Sita seraya masuk ke dalam kamar perawatan. Pak Alwi, menutup pintu, dan meninggalkan Robert yang masih mematung di depan kamar perawatan.
Hati Robert mendadak terasa sakit.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa like biar othornya bahagia.
konflik sederhana tp mengharukan juga sih