Reinkarnasi Menjadi Tokoh Utama Wanita Jahat

-o0o-

Kepulangan Freya dan pasukan disambut meriah oleh masyarakat. Mereka mengadakan pesta dua hari satu malam dengan meriah, bukan hanya berhasil meraih kemenangan tapi bersyukur karna pasukan yang pertama maju telah kembali dengan selamat.

Kalian tau siapa yang paling mencolok? Elvis tentu saja. Pria tampan tapi memiliki dua kepribadian itu tak hentinya memberikan buket mawar dengan air mata berderai. Bahkan Chaiden hanya bisa pasrah saat dipaksa menari oleh tangan kanan sekaligus sekretaris Freya tersebut. Untuk ukuran manusia tampan Elvis benar-benar spesies langka.

Lusanya Freya kembali disibukkan dengan segudang laporan mulai dari masalah internal sampai pesan dari kementrian. Secara bergilir para mentri melapor hingga pada pukul tiga sore Freya bisa beristirahat sejenak.

“Yang Mulia saya membawakan teh dan cemilan untuk anda”. Seru Charlotte datang bersama beberapa pelayan. Menata ke atas meja setelah merapikannya.

Astaga efek tokoh utama memang benar-benar menyilaukan, bagaimana bisa dia tampak begitu sempurna, pakaian pelayan sama sekali tidak merusak apapun melainkan membuatnya semakin mempesona. Aturan novel memang begitu hanya saja Freya tidak memyadari akan sekuat ini.

Freya menatap Charlotte sejenak kemudian meraih selembar kertas.

“Charlotte”.

“Ya, Yang Mulia”.

“Kau akan kirim ke Pulau Bulan dan tetaplah di sana selama dua tahun”.

“A, apa? Yang Mulia itu....”.

“Jangan salah paham, aku juga sudah mengutus beberapa orang untuk menjadi mentri di sana. Pulau Bulan sekarang dalam masa pemulihan akibat dari perang besar. Banyak anak-anak telantar yang membutuhkan bantuan”.

“Kau pintar dan sudah menjadi guruku selama beberapa tahun ini, berhentilah menjadi pelayan untuk sementara dan kembali setelah dua tahun. Kau akan menjadi guru dan kepala panti asuhan selama di sana, apa kau keberatan?”.

Charlotte terdiam tak tau harus berkata apa, di sisi lain ia merasa Freya mengusirnya namun di sisi lain dirinya merasa tersentuh saat dirinya diberikan kepercayaan sebesar itu.

Perlahan Charlotte tersenyum seraya membungkuk hormat.

“Saya menerima tugas dengan senang hati, Yang Mulia. Saya bersumpah akan menjalankannya dengan baik”.

“Tidak perlu sejauh itu”. Balas Freya menyeruput tehnya.

“Berkemaslah karna kau akan pergi saat matahari terbenam, jangan cemas karna selama perjalanan dua kesatria akan mengawalmu”.

“Baik, Yang Mulia. Terima kasih telah percaya pada saya”. Balas Charlotte kemudian berlalu pergi.

Freya membuang nafas lega saat hanya tinggal dirinya sendiri di sana. Entah kenapa dirinya masih belum terbiasa berhadapan dengan Charlotte karna wajah gadis itu bagaikan alarm bagi Freya tentang datangnya malaikat pencabut nyawa.

Karna itu dengan mengirimnya ke Pulau Bulan adalah pilihan yang tepat. Singkirkan tokoh utama selagi dirinya menyelesaikan tugas satu persatu. Sangat sulit menghadapi semuanya sekaligus dan anggap saja ia sedang memantapkan mental sampai Charlotte kembali nantinya.

Setelah menyelesaikan tugasnya, Freya memutuskan untuk jalan-jalan ke taman. Sendiri? Tidak. Karna Chaiden berada di sisinya, jangan lupakan bahwa pria itu sekarang menjadi kesatria pribadi Freya.

“Yang Mulia anda baik-baik saja? Wajah anda pucat”.

“Aku baik-baik saja, oh ya bagaimana dengan pekerjaamu? Seleksi kesatria baru sudah selesai?”.

“Sudah, mereka akan mulai berlatih besok”.

“Baguslah”.

Freya bersantai duduk di bangku taman memandang langit perlahan mulai berubah warna menjadi jingga.

“Yang Mulia~”. Seru sebuah suara senada dengan derap langkah kaki berlari mendekat.

Sesaat sebelum Elvis datang berhambur memeluk gadis itu, Chaiden datang sebagai penyelamat dengan menarik Freya.

“Chaiden!! Kau memang ahli merusak suasana hatiku”. Wajah bodoh itu seketika berubah serius.

“Saya hanya menyelamatkan Yang Mulia dari pria mesum”.

“Apa? Mesum kau bilang”.

“Bisa tidak kalian diam?”. Kalimat Freya berhasil menghentikan perdebatan mereka.

“Elvis, kau itu kenapa sih?”.

Satu detik, ekspresi itu kembali berubah menjadi pria bodoh.

“Saya baru saja mendapatkan kabar dari Kaisar Arthur, katanya lusa ia akan datang bersama tuan muda”.

“What?!!”.

Demi apa? Kenapa tiba-tiba Arthur berniat datang padahal Freya baru saja merasa tenang.

“Lalu kenapa kau terlihat senang sekali?”.

“Memangnya salah? Bukankah Yang Mulia juga senang dengan kabar baik itu, Baginda akan datang bersama tuan muda lho t-u-a-n m-u-d-a”.

Seketika Freya mengerti arti dari kimik wajah itu.

“Chaiden sebaiknya kau mengawasinya, jauhkan dia dari Ray karna aku tidak mau malaikat kecilku diganggu”.

“Baik Yang Mulia”.

“Anda kejam sekali, aku bukan orang seperti itu. Yahh walaupun wajah imut tuan muda Ray benar-benar meluluhlantakan hatiku Awww”. Protesnya hingga Freya melempar batu kesal melihat wajah bersemu Elvis.

-o0o-

Langit berubah gelap gulita namun taburan bintang datang menyinari malam dengan cahayanya yang indah. Bulan sabit ikut serta dalam bertugas menjadikan pemandangan malam hari tampak begitu menawan dan romantis bagi para pasangan.

Sejak satu jam yang lalu Freya masih betah duduk di beranda ditemani segelas teh. Satu tangannya memegang biskuit coklat yang masih hangat dan menjadi makanan favoritnya.

“Hahhh ternyata semua tidak mudah, kenapa saat aku mengirim Charlotte keluar istana Arthur malah datang tanpa informasi apapun”.

“Padahal aku berharap tidak bertemu dengannya untuk sementara waktu tapi.... karna Ray juga ikut aku tidak bisa melakukan apa-apa”.

“Untungnya Morgan berhasil menemukan tempat pengasinganku karna bisa saja situasi berubah dan mengancam nyawaku. Karna dalam novel ini tokoh antagonis ditakdirkan untu mati, astaga mengingatnya saja membuatku merinding”.

“Bagaimanapun caranya aku harus bersiap untuk pindah dan hidup dengan damai”.

Freya terus mengoceh tanpa memperdulikan Chaiden yang mengawasi dari jauh. Walaupun tidak dengar tapi pria itu yakin saat ini Freya sedang bingung dan cemas.

“Sepertinya aku harus mengulang lagi rencananya. Hmmm sepertinya dua dan tiga tencana cadangan sangat berguna”.

Freya mengambil kertas dan pena lalu menulis dengan wajah serius saat rencana yang dia buat salah maka kertas itu berakhir ke dalam tong sampah.

“Sebenarnya dia itu kenapa sih? Hal apa yang membuatnya sepanik itu?”. Gumam Chaiden karna rasa penasarannya mulai meronta-ronta.

“Tuan Chaiden”. Sapa seseorang membuat pria itu sontak berbalik.

“Morgan”.

“Yang Mulia mendapatkan undangan pesta teh dari keluarga Viscount, dimana dia?”.

“Ahhh di sana”. Balas Chaiden membuat mereka sontak menoleh bersama.

“Lagi-lagi Yang Mulia seperti itu”.

“Lagi?”.

“Iya, akhir-akhir ini dia memang sering bergumam aneh bahkan menulis dengan emosi, minggu lalu para pelayan bahkan tidak bisa tidur karna menemani Yang Mulia yang stress tidak mau makan apapun selama dua hari”.

“Sebenarnya apa yang membuatnya seperti itu?”.

“Tidak ada yang tau. Jika sudah seperti itu jangan sampai siapapun menganggunya. Biarkan saja, dia akan berhenti jika sudah tenang”.

Chaiden mengangguk paham kembali memandang ke depan dimana Freya masih menulis dengan mulut penuh dengan biskuit, pipinya yang penuh makanan tampak imut dan menggemaskan, jarang sekali orang bisa melihat ekspresi itu keluar dari seorang Freya Grizelle dan Chaiden beruntung bisa melihatnya secara langsung.