Husna, putri bungsu kesayangan pasangan Kanada-Indonesia, dipaksa oleh orang tuanya untuk menerima permintaan sahabat ayahnya yang bernama Burak, agar menikah dengan putranya, Jovan. Jovan baru saja menduda setelah istrinya meninggal saat melahirkan. Husna terpaksa menyetujui pernikahan ini meskipun ia sudah memiliki kekasih bernama Arkan, yang ia rahasiakan karena orang tua Husan tidak menyukai Arkan yang hanya penyanyi jalanan.
Apakah pernikahan ini akan bertahan lama atau Husna akan kembali lagi kepada Arkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Setelah pertengkaran itu, Husna mengambil bantal kecil dan menaruhnya di lantai.
"“Apa yang kamu lakukan?” tanya Jovan.
Husna tidak menjawab pertanyaan dari suaminya dan ia langsung memejamkan matanya dan tidak memperdulikan Jovan.
Jovan naik ke atas tempat tidur tanpa berkata apa-apa.
Ia mengambil laptopnya dan kembali meneruskan pekerjaannya yang sempat tertunda.
Husna mendengar suara suaminya yang sedang bekerja.
"Ya Allah, apa aku harus hidup seperti ini?" ucap Husna dengan air matanya yang mengalir.
Dengan cepat Husna menghapus air matanya yang mengalir.
Jovan menghentikan jemarinya yang sedang mengetik.
Ia melihat ke arah punggung istrinya yang naik turun.
"Cengeng sekali, dia. Beda dengan Aisyah yang selalu bisa membahagiakan aku tanpa harus drama." ucap Jovan.
Husna yang mendengarnya hanya bisa mengelus dadanya.
"Ya Allah, kuatkan aku,” ucapnya dalam hati.
Sementara itu di tempat lain dimana Liliana yang marah ketika mendapatkan kabar dari Mama Riana tentang resepsi malam nanti.
"Seharusnya aku yang ada disana menjadi pengganti Kak Aisyah! Bukan wanita rendahan itu!" ucap Liliana sambil membuang semua barang-barangnya.
Ibu Ayu yang dari dapur mendengar suara keras dari kamar putrinya.
Ia segera berlari dan masuk ke kamar Liliana yang sedang menangis.
"Liliana, tenangkan diri kamu!" ucap Ibu Ayu yang langsung memeluk tubuh putrinya
Liliana menggelengkan kepalanya dan semakin menangis sesenggukan.
"Bagaimana bisa aku tenang, Ma! Seharian aku yang menggantikan Kak Aisyah. Bukan wanita rendahan itu, Ma!"
Mama Ayu yang mendengarnya langsung membisikkan sesuatu.
Liliana langsung tersenyum tipis dan ia setuju dengan apa yang dikatakan oleh Ibunya.
Di sisi lain beberapa menit berlalu, Husna masih terduduk di lantai, memeluk bantal kecil sambil menenangkan dirinya.
Ia melihat Jovan yang tertidur pulas setelah melakukan pekerjaannya.
Tok... tok.... tok....
"Husna, apakah kamu masih tidur?" tanya Mama Riana.
Husna yang mendengar langsung bangkit dan membuka pintunya.
“Na, sekarang waktunya bersiap-siap. MUA sudah datang. Aku ingin kamu tampil cantik malam ini, Nak. Bukan sebagai bayangan siapa pun, tapi sebagai Husna yang kuat dan anggun.” ucap Mama Riana.
Husna menganggukkan kepalanya, meskipun hatinya masih sakit dengan perkataan Jovan.
"Baik, Ma,” jawab Husna sambil tersenyum tipis, mencoba menenangkan diri.
Mama Riana memegang bahu Husna dengan lembut.
“Na, ingat ya. Malam ini kamu akan berdiri di depan semua orang. Tunjukkan siapa dirimu yang sesungguhnya. Aku akan membantumu bersiap, jangan khawatir soal apa pun.”
Husna mengangguk, lalu perlahan melangkah masuk kembali ke kamar.
Ia mulai menyiapkan diri, membersihkan sisa air mata, dan menenangkan pikirannya.
Mama Riana menatap Husna dengan tatapan seorang Ibu.
“Na, jangan pernah lupakan, kamu bukan pengganti siapa pun. Kamu adalah Husna. Dan malam ini, semua orang akan tahu itu.”
Husna tersenyum tipis saat mendengar perkataan dari Mama Riana.
Kemudian Mama Riana mengajak Husna ke kamar bawah dimana MUA sudah menunggunya.
Disaat akan duduk, Husna mendengar tangisan Ava.
Husna langsung berlari ke ruang kelas dan menggendong Ava yang sedang menangis.
"Nyonya, maafkan saya yang tidak bisa menenangkan Nona Ava." ucap Bi Marta.
"Tidak apa-apa, Bi. Ava memang sedang rindu sama Mamanya." ujar Husna sambil menimang-nimang Ava.
Dalam hitungan detik tangisan Ava berhenti dan Husna membawanya ke kamar.
"Lusy, aku minta maaf karena membawa Ava kesini." ucap Husna yang takut jika Ava akan menggangu nya.
Lusy tersenyum tipis dan mempersilahkan Husna membawa Ava.
Lucy mulai merias wajahnya perlahan-lahan dan
kuas pun mulai menari di pipi Husna, menghapus jejak letih, menutupi lebam tipis di sisi wajah yang sempat membiru.
Ava menggeliat kecil di pangkuan Husna dengan matanya yang menatap wajah Husna di cermin dengan penuh rasa ingin tahu.
Tangannya yang mungil mencoba menyentuh pipi ibunya yang sedang dirias.
“Sayang, jangan nakal ya. Mama lagi didandani,” bisik Husna lembut sambil mencium kening Ava.
Ava bergumam kecil, suaranya seperti bergetar di antara napas bayi.
“M-ma…” gumam Ava.
Husna langsung menatap wajah Ava yang baru saja memanggilnya mama.
"Astaga, sepertinya Ava baru saja memanggil 'Mama" untuk pertama kalinya, ya?” ucap Lucy yang jug terkejut dengan Ava.
Husna menahan air matanya agar tidak keluar dan ia langsung mencium kening Ava.
"Iya, sayang. Ini Mama, Nak. Mama di sini.” ucap Husna.
Ava tertawa kecil, menepuk-nepuk dada Husna yang seolah-olah mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Husna
Mama Riana yang berdiri di dekat pintu tanpa sengaja menyaksikan pemandangan itu dan memanggil Burak yang baru saja keluar dari kamar.
"Ada apa?" tanya Burak dengan wajah kebingungan.
Mama Riana menunjukkan Ava yang baru saja memanggil Husna dengan sebutan 'Mama'.
“Lihatlah, Burak. Bahkan sebelum resepsi dimulai, Tuhan sudah menunjukkan siapa sebenarnya Husna bagi keluarga ini.”
Burak yang melihatnya langsung meneteskan air matanya.
"Dia wanita yang sangat tulus, Ma. Jovan sangat bodoh jika masih menyia-nyiakan wanita seperti Husna.
Mama Riana menganggukkan kepalanya dan setelah itu ia mengajak suaminya keluar untuk melihat persiapan dekor, catering dan penyanyi yang sudah ia undang.
Kembali ke dalam kamar dimana Husna menatap bayinya lagi, lalu tersenyum lembut.
“Terima kasih, Ava. Karena kamu yang akan membuat Mama kuat." gumam Husna.
Lucy melanjutkan riasannya dengan hati-hati, sementara Ava masih dalam pelukan ibunya, sesekali bergumam pelan.
“M-mama."
Sementara itu dikamar lain dimana Jovan baru saja bangun dari tidurnya.
Ia membuka matanya dan tidak melihat keberadaan Husna.
Bantal yang dipakai Husna juga sudah berada disampingnya.
Jovan bangkit dari tempat tidur dan membuka pintu.
"Van, lekas mandi dan bersiap-siap. Kalau kamu mencari Husna. Dia sedang berada di kamar bawah." ucap Mama Riana.
Jovan hanya diam dan ia turun ke bawah untuk mencari Ava.
Saat akan membuka pintu kamar yang digunakan oleh Husna.
Langkahnya langsung terhenti saat mendengar suara Ava yang memanggil Husna dengan sebutan 'Mama'.
Suara tawa kecil Ava menggema, disusul dengan panggilan lirih yang membuat jantung Jovan serasa berhenti berdetak.
“Mama…”
Suara itu begitu jelas dan panggilan pertama yang seharusnya ia dengar bersama mendiang Aisyah.
Jovan menatap pintu itu lama dan fari celah kecil, ia bisa melihat bayangan Husna yang sedang memangku Ava di depan cermin.
Wajah Husna tampak lembut, penuh kasih, sementara Ava tersenyum bahagia di pelukannya.
Jovan mundur selangkah dan memutuskan untuk kembali ke kamarnya.
Ia membuka lemari dan mengambil setelan jas hitam yang sudah disiapkan untuk resepsi malam nantii
Ia meletakkannya di atas ranjang, lalu segera ia menuju kamar mandi.
Gemuruh air shower mulai terdengar, menenggelamkan semua suara di luar kamarnya.
“Mama…”
Satu kata sederhana itu menancap di hati Jovan lebih dalam daripada semua teguran ayahnya atau kemarahan ibunya.
Jovan meneteskan air matanya saat mengingat putrinya yang memanggil Husna dengan panggilan 'Mama'.
"Apakah aku harus menerimanya sebagai istriku? Tapi, aku..."
Jovan merasakan detak jantungnya berdetak kencang dan ia tidak melanjutkan perkataannya.
Selesai mandi, Jovan keluar dengan handuk yang melilit di bagian tubuhnya.
Sebelum mengganti pakaiannya, Jovan menatap wajah Aisya bersama dirinya di meja riasnya.
"Sayang, aku merindukanmu." gumam Jovan.