NovelToon NovelToon
Antara Air Dan Api

Antara Air Dan Api

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Fantasi / Kultivasi Modern / Evolusi dan Mutasi / Cinta Beda Dunia / Pusaka Ajaib
Popularitas:200
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Syihab

novel fiksi yang menceritakan kehidupan air dan api yang tidak pernah bersatu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Syihab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengejar dari Api Merah

Sena menarik lengan Cai dengan kekuatan yang tidak pernah ia bayangkan bisa dimiliki seseorang yang tubuhnya tampak selembut nyala api. “Cepat!” serunya, dan mereka berlari menyusuri jalur berbatu yang membelah lembah. Udara panas bergulung-gulung mengejar mereka, membawa aroma logam terbakar. Cai berusaha mengontrol napasnya, namun udara kering dan panas membuat paru-parunya terasa perih.

“Tunggu!” seru Cai terengah-engah. “Siapa mereka—Klan Api Merah?!”

Sena menoleh tanpa memperlambat langkah. Rambut apinya berkibar seperti sulur-sulur bara. “Mereka adalah yang paling ekstrem di dimensi ini! Api paling murni dan paling panas! Mereka percaya bahwa dunia yang tidak menyala adalah musuh alami!”

Cai semakin panik. “Dan mereka… mengetahui aku ada di sini?”

Sena mengangguk cepat. “Bukan hanya tahu. Mereka bisa mencium dinginmu dari jauh. Mereka memburumu.”

Cai menelan ludah, kakinya gemetar di atas tanah panas. “Apa mereka selalu se… fanatik itu?”

Sena menjawab sambil menajamkan mata, “Menurut mereka, air adalah satu-satunya hal yang bisa menghentikan nyala abadi. Dan apa pun yang bisa menghentikan api… adalah ancaman.”

Tiba-tiba, teriakan keras menggema di langit:

“CARI MAKHLUK AIR ITU! JANGAN BIARKAN IA BERNAFAS!”

Langkah-langkah berat terdengar semakin dekat. Tanah bergetar. Cai menoleh sekilas dan melihat sosok-sosok besar muncul di balik kabut panas. Tubuh mereka lebih besar dari Sena, kulit mereka hitam berkilat dengan retakan-retakan merah menyala. Mata mereka seperti bola magma yang hidup.

“Api Merah…” Cai berbisik ngeri.

Sena mendorong tubuhnya. “Jangan lihat! Lari!”

Mereka terus berlari hingga akhirnya Sena menarik Cai masuk ke celah sempit di antara tebing berbatu. Lorong itu gelap dan panas, diselimuti uap merah tipis. Namun setidaknya, suara langkah para penjaga Api Merah terdengar lebih jauh.

“Masuk ke sini,” perintah Sena sambil berjongkok. Cai mengikutinya, merangkak melalui celah sempit yang dipenuhi serpihan batu. Setiap kali lututnya menyentuh batu, panasnya menusuk kulit. Ia menahan teriakan, namun Sena mendengar dengusan kecilnya.

“Kau tidak terluka, kan?” tanya Sena tanpa menoleh.

“Belum,” jawab Cai dengan suara bergetar. “Tapi tempat ini… akan mencairkanku jika terlalu lama.”

Sena merespons lirih, “Aku akan melindungimu.”

Kata-kata sederhana itu membuat dada Cai terasa aneh, seperti riak kecil yang muncul tanpa sebab.

Setelah merangkak beberapa meter, mereka tiba di ruangan kecil yang menyerupai gua. Cahaya merah temaram menembus dari celah-celah batu. Udara di sini lebih panas daripada di luar, namun setidaknya mereka tidak terlihat.

“Kita bertahan di sini sebentar,” kata Sena sambil duduk bersandar pada dinding batu. Napasnya agak berat, tanda bahwa ia juga tegang.

Cai duduk di seberangnya, berusaha menenangkan diri. Keringat—atau bukan keringat, mungkin semacam kabut air tubuhnya—menetes dari dagunya. “Apa mereka akan menyisir tempat ini?”

“Pasti,” jawab Sena. “Tapi mereka bergerak lambat. Tubuh mereka berat karena energi panas murni. Itu memberi kita waktu.”

Cai mengangguk, namun pikirannya kacau. “Sena… kenapa kau membantuku? Kau tahu mereka bisa menghancurkanmu juga karena melindungiku.”

Sena tersenyum miring. “Karena aku tidak seperti mereka.” Ia mengangkat sedikit tangannya, memperlihatkan nyala lembut yang berputar di telapak. “Api tidak selalu marah dan menghancurkan. Ada api yang menerangi, yang menghangatkan. Aku berasal dari Klan Bara Lembut.”

“Klan Bara Lembut?” Cai mengulang pelan.

“Ya. Kami berbeda dari Api Merah. Kami percaya bahwa api dan unsur lainnya tidak seharusnya saling meniadakan. Kami juga percaya bahwa Perpecahan Besar dahulu bukan terjadi karena takdir, melainkan karena kesalahpahaman dua dunia.”

Cai terdiam lama. Dunia Air selalu mengajarkan bahwa Api menghancurkan mereka dulu, bahwa perpecahan terjadi karena amukan dimensi panas yang tidak terkendalikan. Namun kini, ia mendengar versi yang sepenuhnya berbeda.

“Mungkin,” kata Cai, “kedua dunia kita diajarkan untuk saling membenci.”

Sena menatapnya, matanya berkilau lembut. “Itu sebabnya aku memanggilmu. Karena aku percaya, kita bisa memulai sesuatu yang tidak pernah dicoba sebelumnya.”

Cai merasakan wajahnya memanas—meski mungkin hanya karena lingkungan yang terlalu panas. “Aku… tidak tahu apakah aku bisa melakukan semua ini.”

“Kau bisa,” jawab Sena tegas. “Aku sudah melihatnya saat retakan pertama muncul. Energi perakmu… mengalir seperti sesuatu yang mencari keseimbangan. Kau bukan hanya air biasa.”

Cai ingin menanyakan apa maksudnya, namun tiba-tiba suara dentuman kuat terdengar dari luar celah. Tanah bergetar keras. Sena berdiri refleks.

“Mereka mendekat,” bisiknya.

Tepat saat Sena mendekat ke mulut gua kecil itu untuk mengintip, seberkas cahaya merah menyala melintas dekat wajahnya.

SWUUSH!

Sebongkah batu cair menghantam dinding gua, membuat serpihan panas beterbangan. Sena menahan Cai agar ia tidak terkena pecahan.

“Mereka sudah menemukan kita!” seru Sena.

“Bagaimana bisa begitu cepat?!” Cai panik.

Sena menggeram rendah. “Karena satu hal…”

Dari luar celah, suara berat menggema:

“KAMI MENCICIUM AROMA KETAKUTAN AIR!”

Cai membeku. Jadi mereka bisa mendeteksi bukan hanya dinginnya, tetapi emosinya juga?

Sena meraih tangan Cai. “Kita harus keluar. Jika tetap di sini, mereka akan membakar seluruh gua.”

Cai mengangguk cepat.

Sena menariknya menuju jalan lain di belakang gua—jalur lebih sempit, namun masih bisa dilalui. Mereka merangkak lebih cepat kali ini. Batu panas menggores tangan Cai beberapa kali, membuat air tubuhnya menguap dalam sekejap. Namun ia menggigit bibir, menahan diri.

Saat mereka keluar dari lorong, mereka berada di lereng curam yang menghadap ke lembah besar. Di kejauhan, jembatan batu panjang membentang menuju bangunan raksasa—seperti kuil dari magma.

“Itu apa?” tanya Cai terpesona.

“Markas Klan Bara Lembut,” jawab Sena. “Tempat aman kita satu-satunya.”

Namun suara gemuruh kembali terdengar. Dari celah lorong yang baru mereka tinggalkan, sosok besar muncul—penjaga Api Merah, tubuhnya berlapis cahaya merah gelap yang berdenyut.

“KETEMU!”

Sena memaki dalam bahasa api, lalu memeluk tubuh Cai. “Pegangan!”

Sebelum Cai sempat bertanya, Sena melompat ke bawah lereng curam. Angin panas menyerbu wajah Cai saat keduanya jatuh sekali putaran, sebelum Sena menancapkan kakinya ke batu dan mengubah momentum menjadi slide cepat.

Cai menjerit, tapi Sena tertawa kecil. “Tenang! Aku sudah sering melakukannya!”

“AKU BELUM PERNAH!” teriak Cai.

Mereka meluncur turun cepat, hampir seperti menuruni seluncuran magma membeku. Saat mereka mendarat di dasar lembah, Sena langsung menarik Cai dan kembali berlari.

“Ke jembatan! Cepat!”

Di belakang mereka, penjaga Api Merah mulai turun, tubuhnya menghancurkan batu yang mereka injak.

Saat mereka berhasil mencapai kaki jembatan, Cai memandang struktur itu—rantai batu besar yang menggantung di atas kawah api.

“Jembatannya… membara!”

Sena menoleh cepat. “Pijak di pecahan hitamnya! Itu bagian yang dingin!”

Cai tidak punya waktu untuk ragu. Ia mengikuti Sena, melangkah cepat di antara batu hitam yang tertanam di jembatan. Panas dari bawah membuatnya hampir pingsan, namun Sena menahan tangannya agar tetap seimbang.

Setengah jalan, teriakan keras kembali menggema:

“JANGAN BIARKAN MEREKA MASUK KE WILAYAH BARA LEMBUT!”

Cai menoleh ke belakang—tiga penjaga Api Merah mulai menyeberangi jembatan.

“Cepat!” seru Sena.

Tiba-tiba, jembatan bergetar. Pecahan batu mulai runtuh satu per satu ke dalam kawah. Cai hampir terpeleset, namun Sena menangkapnya tepat waktu.

“Kita hampir sampai!” teriak Sena.

Ketika mereka mencapai ujung jembatan, dua sosok muncul dari balik pilar batu besar. Mereka memiliki tubuh bersinar seperti Sena, namun auranya lebih lembut, dengan warna merah keemasan.

“Sena!” salah satu dari mereka berseru. “Kau membawa makhluk luar?!”

“Dia bukan ancaman!” balas Sena. “Dia… penyelamat!”

Para penjaga Bara Lembut terkejut. Namun sebelum mereka sempat bertanya lebih lanjut, jembatan di belakang mereka runtuh separuhnya. Penjaga Api Merah mengaum:

“KALIAN MENGKHIANATI API!”

Sena berdiri di depan Cai, tubuhnya menyala lebih terang dari sebelumnya. “Kalian tidak akan menyentuhnya!”

Para penjaga Bara Lembut bergabung di sisi Sena, membentuk barisan api lembut yang bergetar kuat oleh ketegangan.

Cai berdiri di belakang mereka, jantungnya berdebar tak karuan. Untuk pertama kalinya dalam hidup, ia melihat api yang tidak hanya membakar, tetapi juga melindungi.

Di ujung jembatan yang mulai retak, para penjaga Api Merah menerjang.

Sena menoleh sedikit pada Cai dan berkata pelan:

“Bersiaplah. Setelah ini, tidak ada jalan kembali.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!