NovelToon NovelToon
Dia Yang Kau Pilih

Dia Yang Kau Pilih

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Pelakor / Cerai / Penyesalan Suami / Selingkuh / Berondong
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Rika Nurbaya adalah seorang guru honorer yang mendapat perlakuan tak mengenakan dari rekan sesama guru di sekolahnya. Ditengah huru-hara yang memuncak dengan rekan sesama guru yang tak suka dengan kehadirannya, Rika juga harus menghadapi kenyataan bahwa suaminya, Ramdhan memilih wanita lain yang jauh lebih muda darinya. Hati Rika hancur, pernikahannya yang sudah berjalan selama 4 tahun hancur begitu saja ditambah sikap ibu mertuanya yang selalu menghinanya. Rika pun pergi akan tetapi ia akan membuktikan bahwa Ramdhan telah salah meninggalkannya dan memilih wanita lain.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Datang Hanya Buat Gaduh

Itu adalah Ibu Cahya. Wanita tua itu datang ke Pengadilan Agama, tidak untuk mediasi, melainkan untuk melabrak Rika. Ia datang didampingi dua kerabat jauhnya, membuat gerombolan kecil yang menarik perhatian.

Rika berhenti. Ia menoleh, melihat Cahya yang berjalan cepat ke arahnya, wajahnya penuh dendam dan kemarahan.

“Saya tidak kabur, Bu. Mediasi sudah selesai,” jawab Rika, berusaha menjaga jarak.

“Selesai bagaimana? Anak saya tidak datang, kamu malah bilang selesai!” Cahya tertawa keras, tawa yang penuh penghinaan. “Memang dasar wanita licik! Kamu pikir kamu akan menang di sini? Kamu pikir kamu bisa memeras anak saya?”

“Ramdhan yang mengajukan gugatan cerai, Bu. Saya hanya menerima,” Rika mengingatkan dengan tenang.

“Menerima? Kamu itu harusnya bersujud, Rika! Bersujud dan berterima kasih karena anak saya mau menyudahi sandiwara pernikahan ini!” Cahya maju, jari telunjuknya menuding dada Rika.

“Kamu itu beban, Rika! Beban yang tidak tahu diuntung! Tidak bisa punya anak! Gaji seupil! Hanya guru honorer yang sibuk cari muka di sekolah, cari pria di jalan!”

Teriakan Cahya menarik perhatian banyak orang. Lorong Pengadilan Agama seketika menjadi panggung bagi drama rumah tangga yang berantakan ini. Rika bisa merasakan tatapan penasaran, iba, dan menghakimi dari orang-orang di sekitarnya. Namun, kali ini, ia tidak akan membiarkan dirinya roboh.

Rika menepis tangan Cahya dari dadanya. Tatapannya dingin dan tajam.

"Cukup, Bu Cahya!” Rika meninggikan suara. “Ibu datang ke sini untuk apa? Untuk melampiaskan kebencian Ibu? Ramdhan saja tidak peduli untuk datang, kenapa Ibu yang repot-repot membuang waktu di sini?”

Wajah Cahya memerah padam. “Saya ibu Ramdhan! Saya berhak! Kamu sudah menghancurkan anak saya! Kamu sudah membuatnya malu! Kamu guru honorer miskin yang tidak tahu malu! Diantar pria lain, berlagak seperti wanita kaya!”

“Saya diantar pria lain karena motor saya mogok, Bu! Dan pria itu adalah orang baik yang menolong saya, tidak seperti anak Ibu yang pengecut, yang bahkan tidak berani datang untuk menghadapi saya!” seru Rika. Kata 'pengecut' itu menghantam Cahya.

“Jaga mulutmu, Rika!” bentak Cahya. “Anak saya sibuk bekerja, mencari uang untuk membiayai wanita yang lebih pantas! Kamu itu sudah gagal total, Rika! Gagal jadi guru, gagal jadi istri, gagal jadi ibu!”

Rika merasakan gejolak kemarahan, tapi ia berhasil menguasainya. Ia tahu, Cahya ingin melihatnya menangis dan memohon. Rika tidak akan memberikannya kepuasan itu.

****

“Baik, Bu. Saya memang gagal di mata Ibu,” kata Rika, suaranya kini kembali tenang, penuh kepasrahan yang bermartabat. “Saya gagal menjadi istri yang Ibu inginkan. Saya gagal menjadi mesin pembuat cucu yang Ibu idamkan.”

Rika melihat sekeliling, pada tatapan para pengunjung pengadilan yang kasihan padanya. Ia melanjutkan, suaranya lantang agar semua orang mendengar.

“Tapi, saya tidak gagal menjadi seorang Rika Nurbaya, Bu. Saya tidak gagal menjadi guru yang berintegritas. Saya tidak gagal menjadi anak yang membanggakan orang tuanya. Dan saya tidak gagal menjadi wanita yang menghargai harga dirinya.”

Rika menatap Cahya lurus-lurus. “Anak Ibu tidak datang. Dia sudah menegaskan bahwa dia memang tidak mau kembali. Saya sudah menerima. Saya tidak akan memeras. Saya tidak akan menuntut apa-apa, Bu. Karena satu-satunya yang saya butuhkan dari keluarga ini sudah saya dapatkan hari ini.”

Cahya menatapnya bingung. “Apa? Apa yang kamu dapatkan, hah?”

“Kemerdekaan, Bu Cahya,” jawab Rika, senyum kecil, pahit namun tulus, tersungging di bibirnya. “Saya bebas dari rumah tangga yang isinya hanya cacian dan kebencian. Saya bebas dari Ibu. Dan saya tidak akan pernah lagi membiarkan diri saya diperlakukan seperti sampah hanya karena status saya.”

Rika meraih tasnya, menatap Cahya dengan sorot mata yang penuh belas kasihan, bukan kebencian.

“Saya kasihan pada Ibu. Ibu sudah tua, tapi hati Ibu penuh dengan amarah. Saya akan doakan Ibu mendapatkan menantu yang jauh lebih baik dari saya, yang bisa membuat Ibu bahagia.”

Rika berbalik, melangkah pergi. Ia meninggalkan Cahya yang berdiri mematung, wajahnya pucat karena shock dan amarah yang meledak-ledak. Cahya tidak menyangka Rika akan melawan dengan begitu berani dan bermartabat, di tempat yang penuh orang asing.

“Rika! Kembali kamu! Dasar menantu durhaka!” teriak Cahya, namun suaranya mulai tercekat. Kedua kerabatnya berusaha menenangkan wanita tua itu.

Rika terus berjalan, tidak menoleh ke belakang. Di lorong yang bising itu, ia merasa seolah beban seberat gunung sudah terangkat dari bahunya. Sidang mediasi gagal, Ramdhan absen. Itu adalah penutup buku yang sempurna. Ia sudah resmi menjadi wanita yang berdiri sendiri, siap memulai babak baru hidupnya. Ia baru saja meninggalkan neraka.

****

Gerbang besi rumah Pak Nardi terasa dingin di sentuhan Rika, namun atmosfer di baliknya sungguh hangat. Begitu ia melangkah masuk dari taksi online, Ibu Sukma dan Pak Nardi sudah berdiri menantinya di teras. Mereka tidak bertanya, tidak menuntut, hanya melihat wajah Rika yang lelah dan bengkak dengan penuh cinta.

Bu Sukma segera merentangkan tangan. Rika berlari kecil, menenggelamkan diri dalam pelukan ibunya yang hangat, aroma sabun cuci dan kayu manis yang selalu ia rindukan. Pak Nardi mendekat, merangkul keduanya. Dalam dekapan itu, Rika merasakan keamanannya kembali.

“Sudah, Nak. Sudah selesai. Tidak usah dipikirkan lagi. Kamu sudah berani,” bisik Bu Sukma, mengelus punggung Rika.

“Mereka tidak datang, Pak, Bu,” ujar Rika, suaranya sedikit parau. “Ramdhan tidak datang. Ibu Cahya datang, tapi hanya untuk—untuk menghina aku di depan banyak orang.”

Pak Nardi menghela napas panjang. “Biarkan saja, Nak. Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Mereka sudah memilih jalan mereka. Sekarang, saatnya kita memilih jalan kita.”

Rika melepaskan pelukan. Ia menatap kedua orang tuanya, matanya dipenuhi tekad yang baru. “Rika janji, Bu, Pak. Ini tangisan terakhir Rika untuk mereka. Setelah ini, Rika akan fokus. Rika akan urus perceraian ini sampai tuntas, dan setelah itu… Rika akan fokus pada sekolah. Rika akan buktikan, Rika bisa berdiri sendiri.”

Pak Nardi mengangguk, bangga. “Kami tahu itu, Nak. Kamu anak kami. Kamu kuat.”

****

Mereka baru saja melangkah masuk ke ruang tamu ketika terdengar suara klakson motor di depan pagar.

“Permisi, paket!” seru seorang kurir dari luar.

Rika mengerutkan dahi. Ia tidak merasa memesan apa pun. Ia bahkan sudah memutuskan untuk menahan diri dari segala pengeluaran tidak penting.

“Siapa yang pesan, Bu?” tanya Rika pada ibunya.

“Bapak tidak ada pesan apa-apa, Nak,” jawab Bu Sukma, ikut bingung.

Rika keluar, menerima paket kardus kecil yang dikemas rapi. Ia menandatangani tanda terima, dan kurir itu pun pergi. Ia membawa paket itu kembali ke ruang tamu.

“Aneh. Tidak ada nama pengirim di luar,” gumam Rika, membalik-balik kardus itu.

Dengan hati-hati, Rika merobek lakban. Begitu penutup kardus terbuka, matanya terbelalak.

Di dalamnya, tersusun rapi beberapa benda. Ada satu set pulpen gel berwarna-warni, satu notebook tebal bergaris yang terlihat mahal, satu flashdisk baru, dan sebuah tumbler stainless steel dengan tulisan ‘The Best Teacher’ yang diukir elegan. Di sela-sela perlengkapan mengajar itu, terselip dua batang cokelat premium.

Rika mengambil sebatang cokelat itu, lalu melihat ke dasar kardus. Ada amplop kecil berwarna cokelat muda, yang bertuliskan namanya: Untuk Rika Nurbaya.

1
Purnama Pasedu
nggak lelah Bu cahaya
Aretha Shanum
ada orang gila lewat thor
La Rue
Ceritanya bagus tentang perjuangan seorang perempuan yang bermartabat dalam meperjuangkan mimpi dan dedikasi sebagai seorang perempuan dan guru. Semangat buat penulis 👍❤️
neur
👍🌹☕
Purnama Pasedu
Shok ya
Purnama Pasedu
Bu rosba panik
Purnama Pasedu
bo rosba nggak kapok ya
Purnama Pasedu
Bu rosba,,,itu Bu riika bukan selingkuh,kan dah cerai
Purnama Pasedu
benar itu Bu Guru
Purnama Pasedu
wanita yg kuat
Purnama Pasedu
lah Bu rosba sendiri,bagaimana
Purnama Pasedu
bener ya bu
Jemiiima__: Halo sahabat pembaca ✨
‎Aku baru merilis cerita terbaru berjudul BUKAN BERONDONG BIASA
‎Semua ini tentang Lucyana yang pernah disakiti, dihancurkan, dan ditinggalkan.
‎Tapi muncul seseorang dengan segala spontanitas dan ketulusannya.
‎Apakah Lucy berani jatuh cinta lagi? Kali ini pada seorang Sadewa yang jauh lebih muda darinya.
‎Mampir, ya… siapa tahu kamu ikut jatuh hati pada perjalanan mereka.
‎Dukung dengan like ❤️ & komentar 🤗, karena setiap dukunganmu berarti sekali buatku. Terimakasih💕
total 1 replies
Purnama Pasedu
lawan yg manis ya
Purnama Pasedu
bawaannya marah terus ya
Purnama Pasedu
Bu rosba iri
Purnama Pasedu
jahat ya
Purnama Pasedu
kalo telat,di marahin ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!