Ivy Cecilia, seorang perawat yang bertugas di salah satu rumah sakit harus rela kehilangan sang suami dalam kecelakaan tunggal saat pulang dari rumah sakit. Pesan terakhir suaminya adalah jasadnya harus dikebumikan di tanah kelahirannya, Tondo, di negara Filipina. Demi rasa cintanya, Ivy pun menyanggupi. Dengan membawa dua anak mereka yang masih kecil, Ivy mengurus keberangkatannya membawa jenazah suaminya ke Filipina. Karena belum pernah bertemu sebelumnya, Ivi berniat tindak lama di sana. Selesai misa pemakaman Ivi akan kembali ke Indonesia.
Namun, yang menanti Ivy di sana bukanlah sesuatu yang mudah. Bukanlah pertemuan dengan keluarga mertua yang seperti biasa. Kegelapan, darah, amarah, dan jebakan paling menyiksa sepanjang hidupnya sudah menanti Ivy di Tondo, Filipina.
Apakah Ivy berhasil melalui itu semua dan kembali ke Indonesia?
ataukah Ivy terjebak di sana seumur hidupnya?
Ayo, temani Ivy berpetualang di negeri seberang, Filipina, melaksanakan pesan terakhir mendiang suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ericka Kano, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 : Kaki Ivy Terluka
Kata-kata ibu terngiang di telinga Lukas. Menikahi Ivy. Sesuatu yang tidak pernah Lukas pikirkan sebelumnya.
Malam itu dia duduk di balkon. Kali ini bukan ditemani kopi. Tapi sebotol tequila.
Pikirannya benar-benar kacau. Perkataan ibunya menjadi beban bagi Lukas. Tapi seisi rumah tahu bahwa pilihan ibu adalah perintah. Tidak bisa dibantah.
"Tuan disini rupanya," Damon berjalan ke arah Lukas.
"Kenapa mencariku?,"
"Saya ingin mengingatkan, besok siang Tuan ada janjian dengan perwakilan dari tambang Santiago untk penawaran saham,"
"Ya, aku akan datang. Besok kau yang temani,"
"Baik , Tuan. Tuan minum?," Damon merasa heran karena sudah lama dia tidak melihat Lukas minum alkohol.
"Kepalaku berat. Pikiranku sedang menumpuk,"
"Maaf Tuan, tidak bermaksud ikut campur. Tapi saya lihat Tuan uring-uringan akhir-akhir ini. Lebih tepatnya seperti anak muda yang galau,"
"Galau? Tidak mungkin aku galau, Damon. Pekerjaanku sedang banyak saja," Lukas mengelak.
"Tuan butuh refreshing sejenak," saran Damon.
"Damon, apakah dulu kamu menikahi istrimu karena cinta?," Lukas mengubah topik pembicaraan
"Tentu saja, Tuan. Hanya orang yang tidak normal yang mau menikah tanpa cinta,"
Jadi menurut mu aku tidak normal?!, batin Lukas
"Bagaimana dengan istrimu? Apa dia mencintaimu?,"
"Tentu saja Tuan. Kami saling mencintai. Apakah ada orang yang menikah tanpa cinta? Saya pastikan pernikahan mereka tidak akan lama,"
Lukas menatap tajam Damon karena mendengar kalimat itu. Dia meneguk kembali minumannya.
"Kenapa harus dengan cinta...," gumam Lukas.
"Cinta yang menggerakan semuanya Tuan. Tanpa cinta suatu rumah tangga tidak akan disebut rumah tangga karena yang menjadi tangganya adalah rasa cinta itu sendiri,"
Cih, sekarang dia mulai menggurui ku, Lukas membatin.
"Bagaimana kalau menikah terpaksa karena dijodohkan orang tua?," Lukas bertanya lagi.
"Tuan dijodohkan oleh Nyonya?,"
"Aku bertanya bodoh. Kenapa kamu balas bertanya juga,"
"Maaf Tuan. Saya pikir Tuan yang dijodohkan,"
"Ahh. Sudah. Pergi sana. Semakin pusing kepala ku saat berbicara denganmu,"
Damon pun pamit.
Tuan.. Tuan.. Anda pikir aura orang yang sedang jatuh cinta bisa disembunyikan, batin Damon.
**
Ivy merasa bosan di kamarnya. Dia sudah diperbolehkan keluar kamar dan makan di ruang makan. Ivy memilih untuk jalan-jalan ke taman belakang. Rumah terasa sunyi.
"Hai Connie," sapa Ivy
"Selamat pagi Nyonya Ivy," Connie balas menyapa
"Rumah begitu sepi,"
"Nyonya Besar sedang menghadiri rapat pemegang saham di kantor. Nona Sofia sudah ke kampus. Aiden sedang dibawa jajan ke supermarket terdekat oleh Maya. Beberapa pengawal juga ikut," tandas Connie
Kasihan Aiden, untuk beli es krim saja dia harus dikawal beberapa pengawal. Lain kali coba Aiden beli sesuatu yang lebih besar mungkin satu kompi pengawal akan mengawalnya, Ivy membatin.
"Semuanya sudah sibuk ternyata dari pagi,"
"Tuan Lukas sedang siap-siap menghadiri pertemuan di distrik sebelah,"
"Kamu sendiri sedang apa, Con?," Ivy mendekat
"Saya sedang membersihkan akuarium. Ini akuarium kesayangan Tuan Rafael. Meskipun tidak digunakan lagi tapi Nyonya besar selalu ingin akuarium ini dibersihkan,"
"Aku bantu ya, Con,"
"Tidak usah Nyonya. Ini sudah selesai dibersihkan. Setelah ini akan saya pindahkan ke tempatnya di situ," Connie menunjuk tempat penyimpanan akuarium.
"Kita berdua saja yang angkat,"
"Tidak usah Nyonya. Saya bisa sendiri,"
"Jangan Con. meskipun ini tidak terlalu besar tapi lumayan berat kalau cuma sendiri," Ivy mendekat. Akuarium itu berukuran kecil tapi berat.
"Saya tidak enak kalau dilihat nyonya besar atau Tuan Lukas kalau nyonya Ivy membantu pekerjaan ini,"
"Tidak apa-apa Connie. Kita di sini semua sama. Selain batasan karyawan dan majikan ada juga yang lebih tinggi dari itu namanya hati nurani. Aku sedang tidak mengerjakan apapun tidak mungkin tidak menolongmu mengangkat akuarium ini,"
Connie akhirnya mengalah. Perlahan dia dan Ivy mulai memindahkan akuarium. Tapi naasnya, bekas cucian akuarium belum sempat dibersihkan Connie. Akibatnya, Ivy menginjak genangan air itu dan terpeleset. Ivy kehilangan keseimbangan dan terjatuh membuat akuarium tertarik ke arahnya, terlepas dari tangan Connie dan akuarium jatuh menimpa kaki Ivy. Byyaarrr. Akuarium pecah.
"Nyonya...," teriak Connie. Connie sempat menghindar ketika akuarium itu jatuh. Tapi Ivy belum sempat karena sudah terjatuh lebih dulu.
Darah mulai mengalir dari kakinya. Ivy mengerang menahan rasa sakit.
"Damon.. Murey, siapapun itu tolong," teriak Connie. Teriakannya terdengar di telinga Lukas yang sedang turun tangga hendak pergi bersama Damon. Merasa dipanggil Damon pun sigap berlari ke arah suara.
"Nyonya..kaki Anda berdarah," teriak Damon.
"Ada apa?," Lukas yang baru saja tiba hendak bertanya langsung terkejut melihat kaki Ivy sudah bersimbah darah.
"Ivy ! ," seru Lukas, "Cepat siapkan mobil. Ivy harus dibawa ke rumah sakit," seorang pelayan segera berlari ke parkiran.
"Saya akan mengangkat nyonya Ivy ke mobil supaya setelan baju Tuan tidak kena noda," ujar Damon
"Hentikan ! Biar aku yang bawa,"
"Tapi jas Anda bisa kotor kena darah, Tuan," bantah Damon
"Tidak boleh ada yang menyentuh Ivy. Siapapun itu," Lukas menatap tajam Damon.
Lukas segera menggendong Ivy, membawanya ke mobil.
"Tuan, bagaimana kalau Connie yang menemani Madame ke rumah sakit supaya kita berdua bisa segera berangkat ke pertemuan," usul Damon ketika Ivy sudah di dalam mobil.
"Batalkan pertemuan. Pindahkan ke hari lain. Sampaikan pada pihak tambang aku ada urusan yang sangat penting,".
Damon yang mengendarai mobil, mengambil hp dari sakunya untuk menelpon pegawai kantor Lukas.
Sementara Lukas duduk di kursi belakang. Ivy berbaring sedangkan kakinya yang berdarah ada di pangkuan Lukas. Lukas menggunakan jas nya untuk menyumbat darah yang keluar dari kaki Ivy.
"Cepat sedikit Damon. Ivy menderita hipotensi. Dia bisa kehabisan darah," Lukas terlihat sangat panik.
"Iya Tuan,"
Ivy mengerang.
"Sakit...,"
"Damon, cepatlah!," ujar Lukas
"Iya Tuan, kita segera tiba,"
Ban mobil berdecit ketika tiba di depan pintu UGD rumah sakit.
Tidak menunggu kursi roda, Lukas segera menggendong Ivy ke dalam.
"Suster, tolong," teriak Lukas. Para suster yang melihat itu segera turun tangan. Dengan cekatan mereka mengambil Ivy, meletakkannya di tempat tidur pasien dan mulai melakukan tindakan. Mereka menarik kain pembatas. Lukas mondar mandir karena tidak bisa melihat tindakan yang dilakukan di balik tirai pembatas.
"Apa Madame sudah ditangani, Tuan?," tanya Damon begitu masuk selesai memarkir mobil
"Sudah," jawab Lukas sambil terus mondar mandir, "Telpon Connie. Buang akuarium itu semuanya. Aku tidak mau lihat lagi ada sisa akuarium itu di rumah," lanjut Lukas
"Baik, Tuan,"
Lukas melipat kedua tangannya seperti gaya orang berdoa. Kakinya terus mondar mandir.
"Tuan, Anda mau duduk?," Damon menawari Lukas
"Duduk? Di situasi ini duduk? Kamu letakan di mana otakmu," ujar Lukas dengan gusar
"Tapi Tuan sudah mondar-mandir hampir setengah jam,"
Lukas menatap tajam Damon dan itu artinya Damon harus diam. Damon memilih tidak melanjutkan kalimatnya. Diam dan menunggu sambil menonton tuannya yang mondar-mandir seperti setrikaan.