seorang kakek yang awalnya di hina, namun mendapat kesaktian
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri muda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 11
Dua orang beda usia itu masih duduk di meja makan, di warung makan itu. Mereka duduk berhadapan. Mereka adalah Ratna dan kakek Surya.
Tiba-tiba, tangan lembut nan halus Ratna bergerak mengambil tangan kakek Surya. Tangan itu seperti berjabat tangan, namun tak terangkat sama sekali. Malah mereka saling berpegangan, saling mengelus.
“Nama saya Ratna, Mas. Kalau Mas siapa namanya?” ucap Ratna merdu, dengan suara terdengar sedikit mendesah. Ia memanggil kakek Surya dengan sebutan Mas.
“Oh… Neng Ratna ya. Saya Surya, Neng,” jawab kakek Surya sedikit gugup, karena tangannya disentuh tiba-tiba begitu oleh perempuan muda dan lumayan cantik.
“Namanya sangat bagus, Mas. Mas dari mana?” tanya Ratna lagi. Sengaja atau tidak, Ratna tak berusaha menarik tangannya. Hingga mereka terlihat berpegangan tangan seperti orang pacaran, walau dengan posisi menyilang, karena tangan kanan Ratna bertemu dengan tangan kanan kakek Surya.
“Saya dari Desa Palasari, Neng,” jawab kakek Surya sambil menarik tangannya. Ia takut ada orang yang melihat tingkah laku ini.
Kakek Surya yang bersikap begitu membuat Ratna sedikit tersenyum. Ia pun menarik tangannya juga.
“Desa Palasari ya, dari sini cukup jauh juga itu, Mas. Mas ke sini mau cari kerja atau apa?” tanya Ratna sok akrab, sambil sesekali saat bicara mengangkat alis dan terus tersenyum.
“Ya… saya sedang mencari kerja,” jawab kakek Surya.
“Mas, maafkan ucapan aku yang dulu itu ya. Aku hanya bercanda, Mas, jangan terlalu diambil hati. Aku mau, mulai sekarang kita berteman saja ya,” ucap Ratna sambil tersenyum dengan raut wajah yang sulit diartikan.
Sekarang tangannya yang tadi berpegangan dengan tangan kakek Surya perlahan bergerak. Entah sengaja atau tidak, tangan mulus nan putih bersih itu bergerak ke dadanya sendiri. Ratna menggigit bibir bawahnya, membuat jelas bahwa ia sedang menggoda kakek Surya. Elusan tangannya yang aktif naik-turun di salah satu benda kembar penghasil makanan bayi itu, semakin memperjelas bahwa ia sedang mencoba membangkitkan rasa.
“Tadi itu suami aku, Mas. Namanya Mas Joko. Dia bekerja di minimarket. Hari ini dia pulang sekitar jam tiga sore. Tapi besok, Mas Joko dapat jadwal shift malam, dia akan kerja sampai jam sebelas malam,” cerita Ratna panjang lebar tentang suaminya.
Dan saat ia bicara, tangannya masih terus aktif di area dada sebelah kanan. Terlihat sangat menghayati perannya, hingga kakek Surya tak fokus mendengar ucapannya. Ia malah lebih fokus menatap ke arah tangan Ratna. Sengaja atau tidak, di bawah meja kaki Ratna terus bergerak di atas kaki keriput kakek Surya. Kadang bergerak mengelus ke atas hingga mata kaki. Telapak kaki Ratna yang halus terasa licin di kulit pecah-pecah si kakek.
Kakek Surya terus berusaha menjaga raut wajahnya agar tidak memperlihatkan dirinya tergoda. Ia pura-pura tak menyadari kaki Ratna yang terus mengusap-usap di bawah meja. Namun perbuatan Ratna itu mampu menghadirkan rasa panas di dalam dirinya, yang perlahan mulai aktif.
“Maksudnya Neng?” tanya kakek Surya.
“Iya, Mas. Besok malam aku akan sendiri di kos, karena suami jaga malam begitu. Padahal paling tak enak kalau malam sendirian. Kalau ada yang menemani kan jadi seru,” terang Ratna.
Sebenarnya kakek Surya tadi hanya tak fokus mendengar ucapan Ratna. Itulah kenapa ia bertanya lagi, dan jawaban Ratna langsung membuatnya kaget. Karena itu seperti sebuah undangan dari Ratna. Apalagi tangannya makin leluasa bergerak di dada.
“Oh…” hanya itu jawaban pendek kakek Surya.
“Iya, Mas. Besok malam aku akan sendiri di rumah. Dua kali dalam seminggu aku selalu sendirian malam-malam. Karena aku tidurnya sangat nyenyak, itu sebabnya kalau suami pergi aku tak pernah kunci pintu. Malas nanti membukanya kalau dia datang. Begitu, Mas,” ucap Ratna.
Saat itulah datang si pedagang nasi, membawakan pesanan mereka berdua, membuat Ratna menghentikan aktivitas tangannya.
“Silakan, Pak, Mbak,” ucap pedagang itu setelah menaruh makanan.
“Terima kasih, Mbak,” jawab Ratna.
“Ngomong-ngomong, Bapak tinggal di kos-kosan itu juga ya?” tanya pedagang itu pada kakek Surya.
“Iya, Mbak. Oh ya, sebentar Mbak, saya mau tanya sedikit,” jawab kakek Surya.
Pedagang itu hanya menganggukkan kepala.
“Mbak, dagang baksonya tutup ya?” tanya kakek Surya.
“Tak tahu, Pak. Tapi biasanya memang belum buka jam segini, paling entaran jam dua belas lebih baru buka. Memang kenapa, Pak?” tanya pedagang itu.
“Tidak apa-apa sih. Saya hanya mau tanya pada mas penjual bakso, apa dia punya kenalan yang sedang membutuhkan orang untuk bekerja. Walaupun upahnya hanya cukup untuk makan saja, saya siap. Ya maklum, saya tidak punya tenaga lebih, Mbak. Seperti Mbak sudah tahu, saya sudah tua. Saya mau tanya kerjaan itu sama mas jual bakso,” terang kakek Surya. Ia sadar diri bahwa dirinya memang tidak bisa bekerja berat.
“Oh, biasanya nanti buka, Pak. Tapi kalau Bapak mau bekerja, kenapa tak ke terminal saja? Bapak bisa bantu-bantu orang di sana, nanti juga dikasih upah, ya gitu deh, sekedarnya. Kalau untuk makan saja sih, saya rasa cukup,” jawab pedagang itu sambil tersenyum ramah.
“Ke terminal ya, Mbak. Kalau begitu besok mungkin saya akan ke sana. Terima kasih banget, Mbak, sudah mau memberi saran untuk saya,” jawab kakek Surya.
“Sebenarnya saya kasihan sama Bapak, dan kepikiran juga. Kalau tak kerja, bagaimana Bapak menyambung hidup, sedangkan umur Bapak sudah tua. Eh… maaf sebelumnya, Pak,” ucap pedagang itu.
“Tidak apa-apa, Mbak,” jawab kakek Surya.
“Iya, Pak. Ya sudah, silakan lanjutkan makannya. Kok malah jadi ngobrol. Silakan, Mbak, saya mau ke dalam dulu,” ucap pedagang itu, lalu meninggalkan Ratna dan kakek Surya.
Setelah kepergian pedagang itu, tangan kiri Ratna kembali mengusap dada sebelah kiri. Sengaja atau tidak, ia sudah seperti ketagihan berbuat begitu. Wajahnya perlahan berwarna merah merona, sambil tangan kanannya terus menyuap makanan.
Nafsu makan kakek Surya meningkat mendapat pemandangan yang memanjakan mata seperti itu.
Belum selesai mereka makan, tiba-tiba datanglah Aulia dengan putranya, Dion. Ternyata ia mau membeli lauk, karena Aulia hanya masak nasi di kos-kosannya.
Kedatangan Aulia membuat tingkah laku Ratna mendadak normal kembali, juga kakinya terpisah di bawah meja. Namun, dengan perlakuan yang tadi terus memanjakan mata kakek Surya, raut wajah Ratna terlihat sedikit kesal.
Setelah Aulia datang, Dion langsung mendekat ke arah kakek Surya, lalu duduk di pangkuannya. Aulia membiarkan saja anaknya begitu, sambil terus mengobrol dengan Ratna saat menunggu pedagang mengambilkan lauk yang dibelinya.
Saat itu juga, Ratna dan kakek Surya sudah selesai makan. Ratna membayar makanan pada penjual, lalu mereka pulang bersama-sama. Kakek Surya memegangi Dion saat melangkah pelan menuju kos-kosan.
Sesampainya di dalam, dua ibu muda itu langsung masuk kamar, begitu juga Dion. Sedangkan kakek Surya masuk ke kamarnya, ia ingin beristirahat siang.
Menjelang sore, barulah kakek Surya bangun dari tidurnya. Mungkin karena kekenyangan, tidurnya cukup nyenyak siang itu.
Bersambung.