Dua orang sahabat dekat. Letnan satu Raden Erlangga Sabda Langit terpaksa harus menjadi presiden dalam usia muda karena sang ayah yang merupakan presiden sebelumnya, tutup usia. Rakyat mulai resah sebab presiden belum memiliki pasangan hidup.
Disisi lain presiden muda tetap ingin mengabdi pada bangsa dan negara. Sebab desakan para pejabat negara, ia harus mencari pendamping. Sahabat dekatnya pun sampai harus terkena imbas permasalahan hingga menjadi ajudan resmi utama kepresidenan.
Nasib seorang ajudan pun tak kalah miris. Letnan dua Ningrat Lugas Musadiq pun di tuntut memiliki pendamping disaat dirinya dan sang presiden masih ingin menikmati masa muda, apalagi kedua perwira muda memang begitu terkenal akan banyak hitam dan putih nya.
Harap perhatian, sebagian besar cerita keluar dari kenyataan. Harap bijaksana dalam membaca. SKIP bagi yang tidak tahan konflik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Masih tahap pengenalan.
Bang Lugas membiarkan Dena tidur dengan nyenyak. Ada rasa bersalah dalam hatinya namun ia juga tidak bisa mengendalikan diri saat berdekatan dengan sang istri.
"Tidur yang nyenyak, sayang. Abang apel sebentar." Pamitnya berbisik lirih, ia memang akan melaksanakan apel sebelum cutinya di mulai.
...
Usai apel pagi, Bang Lugas merebahkan tubuh lelahnya di bawah sebatang pohon. Tempurung lututnya terasa mau lepas dari tempatnya, punggungnya serasa mau patah. Ia menutup wajahnya dengan topi rimba.
"Awwwhh.. Cepeknya." Keluhnya hingga kemudian tertidur untuk beberapa saat. Seulas kesedihan, raut wajah penyesalan tergambar jelas di wajahnya.
Beberapa orang yang melintas di hadapannya tak lagi di hiraukannya. Di saat jam dinas, ia tertidur bahkan Danyon pun tau. Hanya saja karena beliau tau anggotanya itu sudah mendapat 'cuti kawin', maka tidak ada hukuman apapun sebagai teguran.
"Mau di bangunkan, Bang." Tanya wadanyon yang sebenarnya juga tidak sampai hati melihat wajah lelah juniornya.
"Nggak usah, biar saja. You know lah, pasti habis menjajal ilmu kebatinan." Jawab Danyon kemudian berlalu pergi.
...
Jam setengah sembilan, Dena terbangun. Sprei yang baru saja di lepasnya semalam belum sempat ia cuci. Tubuhnya sudah lumayan segar dari rasa lelahnya. Kesal dalam hati tapi ia tersenyum mengingat apa yang telah terjadi semalam. Terbayang wajah Bang Lugas di pelupuk mata.
Debaran jantungnya begitu kencang setiap teringat akan sentuhan dan perlakuan lembut Bang Lugas padanya. Ia baru menyadari suaminya begitu jantan, tampan dan gagah.
"Assalamu'alaikum." Sapa Bang Lugas.
Dena terperanjat sebab di matahari yang sudah tinggi dirinya masih di atas tempat tidur.
"Wa'alaikumsalam." Jawab Dena takut dan gelagapan tapi Bang Lugas mencegahnya.
"Maaf, Abang pulang kesiangan. Sarapan dulu yuk..!!" Ajaknya di jam sarapan yang sudah lumayan terlambat.
Dena terperangah karena Bang Lugas sama sekali tidak marah padanya. "Tapi.. Dena belum cuci pakaian dan sprei semalam, Bang."
"Makan dulu, nanti Abang cuci."
"Ini kan tugas Dena, Bang." Jawab Dena.
"Kata siapa??? Adakah ketetapan bahwa tugas yang seperti itu harus wanita yang melakukannya????" Tanya Bang Lugas.
Dena hanya bisa terdiam. Baru kali ini dirinya mendengar ada pria seperti Bang Lugas. Ia pun tidak bisa menolak saat Bang Lugas menyuapinya. Dena merasa begitu di manjakan padahal selama ini dirinya hidup hanya untuk orang lain.
"Enak??" Tanya Bang Lugas.
Dena mengangguk sembari menahan tangisnya.
"Ada apa?? Bilang sana Abang..!!!!"
"Terima kasih ya, Bang. Dena hutang budi sama Abang." Kata Dena.
"Begitukah?? Ada perhitungan hutang budi dalam hubungan suami istri??" Bang Lugas terus menyuapi Dena tapi matanya tak lepas memandangi istrinya. "Ingat kata Abang semalam, suami istri laksana pakaian."
Hati Dena perlahan tenang. Lamanya pertemuan tidak menjamin keburukan akan selalu ada.
Bang Lugas mengecup kening Dena dengan sayang. "Abang tidak memaksa, Abang tau kamu masih butuh adaptasi dengan semua yang terjadi untuk menjalani hidup baru kita. Abang akan menunggu sampai kamu benar siap. Usiamu yang sebenarnya masih belum genap delapan belas tahun, kan?"
Hal luar biasa kembali di rasakan Dena. Suaminya itu tau riwayat hidupnya. Entah bagaimana pria di hadapan nya itu tau bahwa usianya memang sangat muda sedangkan ia mengaku berusia dua puluh satu tahun kemarin.
"Abang tau darimana??"
"Abang ini tentara, apa sulitnya tau tentangmu." Jawab Bang Lugas santai.
Kening Dena berkerut kesal. Sudah susah payah dirinya menyembunyikan status, kini malah dengan mudah usianya terbongkar.
"Kalau begitu, Abang melanggar aturan. Yang Dena pernah baca, tidak boleh. Apa Dena salah?"
"Benar, kamu tidak salah. Dan Abang juga baru tau kenyataannya, tadi." Jawab Bang Lugas. Kini wajah tampan itu terbersit gurat penyesalan. Dalam hati kecilnya ingin sekali menimang momongan tapi menghadapi kenyataan bahwa Dena masih sangat muda, tentu dirinya harus berbesar hati untuk mengalah, batinnya waswas tidak jelas, takut apa yang di lakukannya membuatnya mendadak jadi seorang ayah.
"Seharusnya Dena laporkan Abang, tapi......."
"Tapi apa, hmm? Mau laporkan ya laporkan saja." Kata Bang Lugas.
Dena cemberut tapi segera memalingkan wajahnya. "Selera om-om pasti bukan anak-anak seperti Dena."
Bang Lugas mengangkat kilas senyum geli. "Om-om yang ini sudah kepincut pesona gadis pemetik tembakau.
Meskipun kesal tapi akhirnya Dena tersenyum malu-malu mendengarnya.
"Kita ke Batalyon ya..!! Hari ini Danyon berkenan menanda tangani pengesahan data diri pendamping, biar kamu resmi keseluruhan menjadi istri Abang." Kata Bang Lugas.
...
"Selamat sore, Danton." Sapa beberapa orang anggota.
Bang Lugas sekedar mengangguk melempar senyum. Tentu Dena tidak sepenuhnya memahami. Ini adalah interaksi pertamanya dengan para tentara. Ia pun juga tidak paham alasan para anggota memberi hormat pada suaminya yang sebenarnya masih terbilang muda.
"Abang memang terlihat tidak takut akan hal apapun. Atau jangan-jangan.. Abang mandor nya." Kata Dena.
"Mandor lagi, di dalam dunia tentara tidak ada mandor." Jawab Bang Lugas gemas.
.
.
.
.
